Pura Meru dan simbol kerukunan umat beragama di Lombok - WisataHits
Jawa Timur

Pura Meru dan simbol kerukunan umat beragama di Lombok

Ketiga Meru tersebut juga memiliki makna simbol warna yang signifikan. Pada perayaan Piodalan (acara memperingati kelahiran kembali pura), setiap meru dihiasi dengan kain yang disesuaikan dengan warna yang berbeda. Meru Brahma dihiasi dengan warna merah yang berarti api, simbol kematian bagi umat Hindu yang dikremasi dengan api.

Meru Shiva menggunakan kain putih yang merupakan simbol air untuk membersihkan abu kremasi sebelum dibuang ke laut. Sedangkan Meru Wisnu berhiaskan kain hitam yang melambangkan kegelapan atau kehidupan baru setelah kematian.

Meru-meru terletak di pelataran Candi Jero atau dikenal juga dengan sebutan Mandala Utama, salah satu dari empat bagian Candi Meru Cakranegara yang bercirikan pelataran luas. Bagian lainnya adalah mandala Madya, mandala Nista dan mandala Legar.

Setiap bagian menerima dinding bata merah ekspos setinggi 3-4 meter hingga tebal 80 sentimeter. Setiap bagian candi dihubungkan oleh gapura (gelung kori) dan patung besar (pemedal alit) di tengah tembok pembatas.

Pintu serupa dengan dimensi lebih kecil juga dibuat di sisi utara-selatan tembok pembatas. Termasuk bagian depan pura yang tidak jauh dari Kori Agung sebagai jalur keluar masuknya umat dan wisatawan.

Halaman utama mandala berukuran 42,5 meter x 42,5 meter dan merupakan inti dari Candi Meru Cakranegara. Selain tiga menara, ada juga bale dan padmasaran untuk para pemimpin upacara persembahyangan.

Ada juga 29 gubuk mini enam tiang berwarna putih dengan atap jerami yang membentang dari utara-selatan di sepanjang tembok pembatas utama Mandala. Dikenal sebagai Sanggar, pondok mini ini melambangkan 29 banjar yang mengelilingi candi yang membantu membangunnya di masa lalu. Selama upacara Pujawali atau Usadha, orang-orang dari 29 banjar menghiasi studio mereka di Pura Meru.

Di bagian tengah mandala, yang ukurannya sama dengan mandala utama, terdapat tanda bola dan gong bola. Beberapa pohon cempaka dan kamboja besar membantu membuat mandala tengah ini hijau.

Nista mandala dan lengar mandala tersusun menjadi satu karena tidak ada sekat. Kori Agung bersemayam di mandala Lengar dan berfungsi sebagai penghubung antara mandala Madya dan mandala utama. Pura Meru dapat menampung hingga 5.000 umat Hindu di Lombok dan merupakan pusat persembahyangan selama ritual keagamaan seperti Pujawali, Galungan dan Kuningan.

Di sisi selatan adalah bangunan unik Masjid Nurul Falah, dengan dua menara yang muncul dari semak-semak pohon yang mengelilingi candi. Sebuah jalan desa, berdasarkan balok kerucut selebar dua meter, memisahkan masjid dan kuil.

Masjid yang kini dibangun kembali berlantai dua ini sudah ada sejak zaman raja terakhir Kerajaan Mataram Karangasem, Anak Agung Anglurah Gede Ngurah Karangasem, yang memerintah antara tahun 1870 hingga 1894. Ia dikenal sebagai pemimpin yang toleran dan memupuk keragaman.

Anak Agung Anglurah Gede Ngurah Karangasem menikah dengan seorang Muslim Sasak, Dinda Aminah, yang kemudian berganti nama menjadi Nawangsasih. Hal ini juga disebutkan oleh JP Freijss, sekretaris Persatuan Misi Internal dan Eksternal di Batavia, dalam bukunya Reizen naar Mangarai en Lombok pada tahun 1854-1856, diterbitkan di Amsterdam, Belanda, pada Januari 1860.

Masjid ini didedikasikan untuk Nawangsasih dan umat Islam di sekitar Candi Meru Cakranegara dan telah menjadi simbol kerukunan umat beragama di daerah tersebut selama ratusan tahun.

Candi Meru Cakranegara layak menjadi destinasi wisata, khususnya bagi para penonton kompetisi balap motor MotoGP di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika Highway pada 18-20 Maret 2022. Selamat datang di budaya Lombok, pulau seribu, untuk berkunjung dan menikmati masjid.

Source: www.liputan6.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button