Pelajari Mubeng Beteng, Tradisi Masyarakat Jogja di Malam 1 Suro - WisataHits
Yogyakarta

Pelajari Mubeng Beteng, Tradisi Masyarakat Jogja di Malam 1 Suro

Harianjogja.comJOGJA-Kraton Jogja secara resmi mengumumkan bahwa kegiatan Mubeng-Beteng 2022 dibatalkan.

“Hajad Kawula Dalem Lampah Mubeng Beteng Budaya Tapa Mubeng tidak bisa dilaksanakan pada kesempatan ini,” tulis Kraton Jogja seperti dikutip di laman Instagram-nya. Harianjogja.comJumat (29.7.2022).

Apa sebenarnya ritual itu? berdoa itu?

Dilansir Wisata Budayaku, portal database pariwisata budaya SMK UGM Tradisi berdoa disebut juga tradisi topo (tapa atau terkurung) berbicara dengan pelan atau cepat.

Bagi penganut Kejawen, malam 1 Suro merupakan malam yang cocok untuk melakukan ritual yang dapat digunakan untuk introspeksi. Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan pada malam Suro. Keraton Surakarta dengan ritual Jamaika (Memandikan) benda-benda pusaka keraton, termasuk menyembelih kerbau bule, Kiai Slamet. Sementara Kraton Jogja dengan Jamaika dan berdoa.

orang yang mengikuti berdoa tidak boleh saling berbicara, karena momen ini adalah momen yang sangat pas dan tepat untuk introspeksi dan refleksi diri untuk lebih baik dan untuk mengingatkan kesalahan masa lalu yang pasti tidak akan dilakukan di masa depan. Ritual Lampah Budaya Mubeng Beteng ini dihadiri oleh abdi dalem, abdi dalem dan masyarakat umum.

tradisi berdoa Sebenarnya bukan hanya tentang Benteng Keraton Yogyakarta, tapi juga tentang Mubeng Kuthagara dan turis asing. Negara asing yang dimaksud adalah wilayah di luar wilayah Kesultanan tetapi masih dalam wilayah Kerajaan Yogyakarta.

Karena ini, berdoa diikuti oleh ribuan orang di dalam dan di luar Jogja yang ingin beraktivitas spiritual atau merasakan aura ketenangan Lampah Tapa Bisu. Meski sudah dihapuskan selama pandemi ini, tapi berdoa terus dipertahankan sebagai rangkaian perayaan tahun baru Islam mulai dari Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta atau Kamadhungan Lor dan menuju Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, Jalan Ibu Ruswo, Alun-alun Utara dan kembali lagi ke Kamadhungan Lor. Pertapaan sunyi ini terjadi pada tengah malam tanggal 1 Suro setelah putri Sultan Gusti Mangkubumi dan Gusti Condrokirono mengirimkan pasukan.

Source: jogjapolitan.harianjogja.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button