Mikroplastik dan limbah cair mencemari sungai-sungai di Bali - WisataHits
Jawa Tengah

Mikroplastik dan limbah cair mencemari sungai-sungai di Bali

Mikroplastik dan limbah cair mencemari sungai-sungai di Bali

  • Beberapa sungai di Denpasar dan Gianyar, Bali termasuk tempat menyucikan diri di kawasan Tirta Empul di Gianyar, Bali dikenali kotor mikroplastik dan limbah cair.
  • Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Pengamatan Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ecotone) yang mengatur ekspedisi sungai tersebut, Total mikroplastik dalam sampel sebanyak 680. Atau rata-rata 170 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai. empat sungai.
  • DDibandingkan dengan sungai-sungai lain di Indonesia, keempat sungai di Bali dinilai relatif bersih karena Bukan Banyak sampah plastik yang mengapung di sungai. SayaInisiatif masyarakat untuk membersihkan sungai atau pemasangan jaring sampah juga berperan.
  • Apa model manajemen aliran yang baik? amiruddin berikan beberapa contoh model manajemen mengalir, seperti di MarsSulawesi Selatan, terkenal dengan wisata Goa Rammang-Ramfaktanya. manajemen aliran di sana Menarik karena Pemkot bisa mengelola sumber air, bukan dieksploitasi untuk tambang karst, bahan baku semen. Ada juga cara biasa melakukan sesuatu dengan menetapkan larangan menggunakan Sungai yang dulunya disebut Lubuk Larangan di beberapa daerah di Sumatera.

Bendungan Ongan, Tukad Badung di Denpasar dan Sungai Ayung serta tempat bersih-bersih di kawasan Tirta Empul di Gianyar, Bali ditemukan terkontaminasi mikroplastik dan limbah cair.

Pengambilan sampel di empat titik tersebut pada 13-15 Januari 2023 oleh Tim Ekspedisi Sungai Nusantara. Tim ini sudah berkeliling Indonesia selama setahun untuk mengecek keadaan sungai-sungai di nusantara ini. Tiga jenis mikroplastik telah terdeteksi di sungai-sungai Bali, yaitu serat, filamen, dan fragmen. Sebagian besar serat (65%) ditemukan berasal dari degradasi kain sintetis melalui pencucian kain, pencucian dan limbah dari industri tekstil.

Sekitar 25% jenis filamen berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai seperti kantong plastik, botol plastik, kemasan plastik satu lapis dan jaring ikan. Untuk pecahan, sekitar 10% berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai seperti kemasan pouch multilayer, tutup botol, botol shampo, sabun dan lain-lain.

Sampel mikroplastik terbanyak ditemukan di Tukad Badung, salah satu sungai terbesar yang membelah Kota Denpasar. Daerah hilirnya adalah Pasar Badung. Desain area sekitar pasar ini dengan beton dan taman kecil.

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Observasi Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), yang menyelenggarakan ekspedisi sungai ini mengatakan, jumlah total mikroplastik dalam sampel sebanyak 680. Atau rata-rata 170 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai yang melintasi keempat sungai tersebut. .

Penyebab umumnya, kata dia, adalah sampah yang dibuang langsung ke sungai sehingga menyebabkan ijuk menjadi tercerai-berai. “Mikroplastik juga bisa terbang di udara dan masuk ke sungai,” katanya, 15 Januari lalu di Gianyar.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memverifikasi kadar limbah cair. Amiruddin Muttaqin, peneliti Ecoton, mengatakan kadar fosfat dan klorin melebihi baku mutu sesuai standar regulasi PP 22/2021, yaitu fosfat (0,3ppm) dan klorin (0,03ppm).

Baca: Peneliti: Efek mikroplastik pada kesehatan manusia perlu kajian lebih lanjut

Pemeriksaan sampel mikroplastik.  Foto: Luh De Suryani/ Mongabay IndonesiaPemeriksaan sampel mikroplastik. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

Dari uji kualitas air dengan 20 parameter, dari kedua bahan tersebut yang paling terkontaminasi adalah Tukad Badung, yaitu 1,1 ppm fosfat. “Itu sangat tinggi dibandingkan dengan standar kualitas. Sampah rumah tangga tidak dibuang dengan benar dan mencemari sungai,” kata Amiruddin.

Sedangkan kadar fosfat di Sungai Ayung yang merupakan kawasan wisata arung jeram adalah 0,7ppm dan klorin 0,25ppm. Di kawasan ini terdapat banyak pusat perumahan dan pertanian. Fosfat berasal dari limbah rumah tangga seperti deterjen atau sabun, klorin dari pemutih (pembersih lantai, pembunuh kuman) dan pestisida di bidang pertanian.

Namun, kedua peneliti tersebut menjelaskan bahwa empat sungai di Bali dinilai relatif lebih bersih dibandingkan sungai-sungai lain di Indonesia karena tidak banyak tumpukan sampah plastik yang mengapung di sungai-sungai tersebut. Menurut Prigi, inisiatif masyarakat untuk membersihkan sungai atau memasang jaring sampah juga berperan.

Gede Robi, penyanyi band Navicula, juga terlibat dalam pengambilan sejumlah sampel di Bali. Prigi dan Robi merupakan pemeran dalam film Pulau Plastik bersama Tiza Mafira.

Data Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kadar mikroplastik di 68 sungai strategis nasional menunjukkan lima provinsi memiliki tingkat cemaran partikel mikroplastik tertinggi, yakni Jawa Timur sebesar 6,36 partikel/liter, Sumatera Utara sebesar 5,20 partikel/liter dan Sumatera Barat 5,08 partikel/liter. Kemudian Bangka Belitung 4,97 partikel/liter dan Sulawesi Tengah 4,17 partikel/liter.

Mikroplastik ditemukan di hampir semua sungai kecuali Way Sekampung dan sumber air Bengkulu Hulu di desa Rindu Hati.

Baca Juga: Darurat Mikroplastik Kali Jawa, Aktivis Lingkungan Panggil Gubernur

Robi dan Prigi mengambil sampel air dari Bendungan Ongan di DenpasarRobi dan Prigi mengambil sampel air dari Bendungan Ongan di Denpasar. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

Model pengelolaan sungai

Apa model manajemen aliran yang baik? Amiruddin mencontohkan beberapa model pengelolaan sungai, seperti di Maros, Sulawesi Selatan yang terkenal dengan wisata Rammang-Rammang-Goa. Pengelolaan sungai di sana menarik karena masyarakat bisa mengelola sumber air, bukan dieksploitasi untuk tambang karst, bahan baku semen. Ada juga pendekatan umum dengan memberlakukan larangan penggunaan sungai untuk periode yang disebut Lubuk Larangan di beberapa daerah di Sumatera.

Contoh bagus pengelolaan sungai lainnya adalah Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat. “Konsepnya meminjam air. Air sungai Disodet dialihkan ke tambak. Setelah itu disaring agar tidak terkontaminasi dengan cara tradisional, lalu dibuang kembali ke sungai,” ujarnya.

Warga menyadari bahwa mereka perlu mengembalikan kualitas air seperti semula.

Meskipun revitalisasi sungai melalui beton terlihat apik, namun secara ekologis tidak mendukung ekosistem sungai yang hidup. Dia memberi contoh dengan kehilangan tumbuhan dan hewan yang berfungsi untuk membusuk dan menjernihkan air.

Menteri dan Presiden melihat alat musik di sungai Tukad Badung Gelembung nano untuk membersihkan air sungai pada tahun 2019 dengan harga sekitar Rp 300 juta.

Menurut hasil ekspedisi ini, kondisi sungai sebagian besar buruk. Masalahnya, sebagian besar penduduk atau sekitar 84% mengandalkan air permukaan seperti sungai sebagai bahan baku air minum. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian sumber mikroplastik pada aliran limbah plastik dan limbah industri, khususnya pabrik kertas dan tekstil.

Tukad Badung di kota DenpasarTukad Badung di kota Denpasar, Bali. Foto: Luh De Suryani/ Mongabay Indonesia

******

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button