Cerita di Balik Tenun Ikat Kediri, kain yang digunakan dari Song Kang ke Halaman Presiden Jokowi - WisataHits
Jawa Timur

Cerita di Balik Tenun Ikat Kediri, kain yang digunakan dari Song Kang ke Halaman Presiden Jokowi

KEDIRI, KOMPAS.com – Kain tenun ikat asal Kota Kediri, Jawa Timur mulai populer setelah digunakan artis Korea Song Kang untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Song Kang baru-baru ini mengenakan selendang khas Kediri setelah mendapatkannya dari desainer Didiet Maulana.

Sementara itu, dipakai Jokowi di Trade Expo Indonesia (TEI) 2022 karya desainer Wignyo Rahadi yang berkolaborasi dengan penenun asal Bandar Kidul, Kota Kediri, Erwin.

Selain Jokowi, dalam acara tersebut ada sekitar 110 orang yang juga menggunakan kain Erwin.

Bandar Kidul merupakan kecamatan dengan puluhan pengrajin tenun. Karena banyaknya penenun, daerah ini dikenal sebagai sentra tenun ikat. Juga sekarang menjadi kawasan wisata.

Aktor Korea Selatan Song Kang mengenakan gaun tenun Kediri rancangan desainer Indonesia Didiet Maulana.  Kota ANTARA/HO-Kediri Aktor Korea Selatan Song Kang mengenakan gaun tenun Kediri rancangan desainer Indonesia Didiet Maulana. ANTARA/HO-Pemkot KediriPengrajin di sana rata-rata melanjutkan usahanya secara turun-temurun. Dan semua masih tertahan dengan alat tenun tradisional atau alat tenun bukan mesin (ATBM).

Baca juga: Tenun Ikat: Pengertian, Sejarah dan Jenis-Jenisnya

Seorang tukang, Siti Rukayah, 53, meneruskan usaha yang dirintis keluarga suaminya, Munawar.

“Kami generasi ketiga,” kata Rukayah, pemilik kain tenun merek Medali Mas Kompas.com minggu lalu.

Rukayah mengungkapkan, sejarah tenun ikat di daerahnya cukup panjang, yang semula menyebar melalui Kediri hingga kini akhirnya terkumpul di kawasan Bandar Kidul.

“Sudah ada sejak 1910,” katanya.

Awalnya, kata ibu dua anak ini, perajin dikembangkan oleh pendatang dari Arab dan China. Orang Arab memproduksi sarung, sedangkan orang Cina membuat serbet dan bilah.

Dari situ banyak warga Kediri yang semula bekerja sebagai buruh akhirnya membuka usaha sendiri dan berkembang. Ditambah juga kembalinya para pekerja tenun dari luar.

“Masyarakat Kediri juga banyak yang bekerja di pabrik tenun di Gresik, pulang kampung dan buka usaha sendiri,” lanjut pemilik 70 ATBM itu.

Bisnis rakyat terus berlanjut, tetapi tidak berkembang pesat. Bahkan runtuh karena dihantam oleh kondisi politik yang ada, yakni pada masa pemberontakan PKI.

Usai badai politik, para pengrajin kembali beraktivitas. Namun tak lama kemudian mereka harus menghadapi kedatangan pabrik tenun.

Benang diikat dan diwarnai saat dijemur di sentra tenun Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Benang simpul dan benang celup dikeringkan di sentra tenun Bandar Kidul Kota Kediri, Jawa Timur. Karena harganya lebih murah dan stoknya membanjiri pasar.

“Banyak perajin yang tutup karena kalah saing,” kata perempuan yang sebulan memproduksi 1.750 lembar kain tenun ini.

Para perajin yang ada saat itu, kata Rukayah, bertahan karena menggunakan tenun ikat dan motif yang berkembang.

Yang juga menjadi ciri khas adalah ikatan dan motif, yang membutuhkan 14 langkah kerja, yang tidak mungkin dilakukan di pabrik.

“Tapi ya, kami belum bisa berkembang secara optimal,” lanjut Rukayah yang memiliki 115 karyawan ini.

Baca juga: Kisah Erwin, Penenun Ikat Kota Kediri yang Dicambuk Usai Jokowi Pakai Produknya

Rukayah menilai, kemampuan menjangkau pasar yang terbatas dan dukungan pemerintah yang lemah menjadi salah satu faktor yang menghambat perkembangan perusahaan di masa lalu.

“Sebelumnya juga tidak ada internet,” lanjutnya.

Busana yang terbuat dari kain tenun asal Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Garmen yang terbuat dari kain tenun asal Bandar Kidul, Kota Kediri, Jawa Timur dukungan Pemerintah

Sekitar tahun 2007, lebih tepatnya pada masa pemerintahan walikota Maschut, pengrajin tenun ikat mulai menarik perhatian.

Untuk pengembangan tenun, Maschut mulai mendorong kain tidak hanya untuk sarung, tapi juga untuk pakaian.

“Dulu Pak Maschut memesan 7.000 baju dari pengrajin di sini,” ujarnya.

Gang tersebut masuk ke sentra tenun Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Gang tersebut masuk ke sentra tenun Bandar Kidul, Kabupaten Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, dan dari sana menjadi tempat semangat para pengrajin, apalagi perhatian pemerintah kota dan lembaga lainnya terus berlanjut. meskipun berganti kepemimpinan.

Penggunaan tenun ikat sebagai seragam pegawai Pemkot juga kini diadopsi Walikota Abdullah Abu Bakar.

Pemasaran saat ini relatif mudah, tambah Rukayah, juga dibantu dengan pemanfaatan teknologi.

Meski saat ini hanya ada sekitar 12-15 pengrajin di Bandar Kidul, namun skala produksinya cukup besar dan ragam produknya cukup luas.

Baca Juga: Aktor Korea Song Kang Pakai Tenun Ikat Kediri Karya Desainer Indonesia Walikota: Terima Kasih

Pengrajin lainnya, Erwin Wahyu Nugroho, 40 tahun, mengatakan dukungan dari pemerintah dan lembaga yang ada sangat efektif untuk meningkatkan usahanya.

Ia mencontohkan bagaimana Bank Indonesia Kota dan Kediri, misalnya, mempromosikan pemasaran, bantuan keuangan, dan keterampilan.

“Ada BI Kediri, Pemkot, Dekranasda dan lembaga lainnya,” kata Erwin dalam wawancara.

Erwin, yang juga merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang menenun ikat, sangat gembira.

Pasalnya, produk kain tenunnya digunakan oleh Presiden Jokowi. Menurutnya, pencapaian ini tidak lepas dari dukungan para pihak.

dapatkan pembaruan pesan yang dipilih dan berita terkini setiap hari dari Kompas.com. Yuk gabung di grup Telegram “Kompas.com News Update” caranya klik link lalu gabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu di ponsel Anda.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button