Warga Borobudur Wadul ke DPRD • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Warga Borobudur Wadul ke DPRD • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Tidak mau seperti pepatah, ayam mati di kandang. Puluhan orang termasuk Lembaga Masyarakat Adat Desa Borobudur dan PKL yang sebelumnya berjualan di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (TWC) datang ke gedung DPRD Kabupaten Magelang, Rabu (29/6).

Mereka mengetahui isu sertifikasi tanah untuk kas desa Borobudur yang diduga maladministrasi. Tak hanya itu, mereka juga memprotes larangan penjualan di kompleks TWC Borobudur. Mereka ingin meminta bantuan agar kedua masalah ini segera diselesaikan. Selain itu, polemik uang desa Borobudur yang tiba-tiba dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama Balai Konservasi Borobudur (BKB), belum juga terkuak.

Ketua Lembaga Adat Masyarakat Desa Borobudur, Aji Luhur, sangat mempertanyakan keabsahan Sertifikat Tanah Desa Borobudur oleh BPN. Aji mengklaim prosedur penerbitan sertifikat tanah seluas tujuh hektar atas nama BKB yang berlokasi di Zona 1 Candi Borobudur tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku saat ini.

Bahkan, tanah tersebut masih terdaftar sebagai tanah harta desa. Dia menduga ada maladministrasi dalam penerbitan sertifikat tanah. “Atas dasar apa BPN menerbitkan sertifikat atas nama BKB selama tanah tersebut masih terdaftar sebagai tanah harta desa,” katanya.

Sengketa ini sudah ada sejak 2014. Memang, Pemerintah Desa (Pemdes) Borobudur telah beberapa kali melakukan mediasi dan konsultasi dengan BPN Kabupaten Magelang sebagai mediator. Namun, hasilnya nol.

Oleh karena itu, Lembaga Kemasyarakatan Desa Borobudur meminta DPRD Kabupaten Magelang untuk melakukan kajian bersama dengan instansi terkait untuk kajian yang lebih mendalam. Menurut Aji, ini adalah masalah penting. Sebelumnya tidak pernah ada inkrah antara Pemdes, BKB dan BPN. “Kami meminta anggota Komisi I dan pemerintah daerah untuk membantu menyelesaikan masalah ini,” katanya.

Di sisi lain, ada juga masalah. Tentang pedagang asongan yang biasa berjualan kompleks candi Borobudur di depan Museum Karmawibhangga. Ketua Serikat Pelaku Pariwisata Borobudur (SP2B) Wito Prasetyo mengatakan 340 pedagang kaki lima dilarang berjualan di kawasan tersebut.

Larangan penjual 14 komoditas itu diumumkan jelang Idul Fitri kemarin. Dia mengatakan larangan penjualan itu tanpa alasan yang signifikan. “Bahkan sejak pandemi Covid-19, mereka berhenti berjualan padahal wajib menafkahi keluarganya,” katanya.

Soal keruwetan, Wito menepisnya. Dia pikir para penjaja itu tertib dan mau diatur. Padahal, para pedagang sudah terbiasa diatur oleh pengelola destinasi wisata bertaraf internasional ini. Mereka melarang pedagang kaki lima untuk berjualan tetapi memberi perusahaan besar tempat untuk mendirikan toko di zona dalam.

Menanggapi aduan tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Magelang Suroso Singgih Pratomo mengatakan pihaknya belum bisa mengambil keputusan atas aspirasi Lembaga Adat Desa Borobudur dan para pedagang kaki lima. Namun, dia akan mendorong pihak terkait untuk melakukan kajian di bidang ini untuk mencari solusi.

Dia akan mendorong pembentukan tim dengan pihak terkait. “Tugasnya adalah mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat Borobudur,” ujarnya. (aya/pra)

Source: radarjogja.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button