Tradisi Saparan di lereng Merbabu Kabupaten Semarang kembali digelar setelah 3 tahun vakum di Semarang - WisataHits
Jawa Tengah

Tradisi Saparan di lereng Merbabu Kabupaten Semarang kembali digelar setelah 3 tahun vakum di Semarang

LUAR NEGERI – Dalam rangka memperingati bulan Sapar, ratusan warga Dusun Sleker, Desa Kopeng, Kabupaten Semarang menggelar upacara Saparan atau Dusun Merti.

Masyarakat antusias menyambut kegiatan ini mengingat kegiatan tersebut sempat terhenti selama 3 tahun akibat pandemi Covid-19.

Saparan juga dimeriahkan dengan karnaval budaya, dimana para peserta karnaval tampil mengenakan berbagai jenis pakaian adat dan berbagai kostum unik lainnya.

Tak hanya itu, Saparan kali ini juga dimeriahkan dengan penampilan tari tradisional oleh para remaja setempat.

Upacara Saparan juga dilakukan dengan menjunjung tinggi adat setempat melalui beberapa ritual seperti ritual di mata air “Tuk Songo”.

Prosesi ritualnya adalah meminta agar sumber air di Dusun Sleker yang sangat produktif dilestarikan. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada warga, sekaligus membagikan kantong sayur mayur segar kepada pengunjung Taman Wisata Kopeng dan komunitas lainnya.

Kepala Dusun Sleker Slamet Sulasdi mengatakan: Saparan merupakan bentuk rasa syukur masyarakat atas berkah yang diberikan kepada Dusun Sleker.

“Saparan merupakan budaya leluhur yang sangat mulia yang terkait dengan Merti Dusun atau hari jadi dusun tersebut,” ujarnya, Minggu, 18 September 2022.

Dijelaskannya, sebagai desa wisata di lereng Gunung Merbabu, sarapan pagi juga menjadi daya tarik wisatawan. Karena itu, karnaval budaya dan tarian juga diadakan untuk menarik perhatian orang banyak.

“Di Sleker, Saparan dikemas sebagai karnaval budaya karena merupakan tempat wisata. Kami juga melakukan konservasi alam di mata air. Kami mengadakan tarian tradisional dan lain-lain. Biar lebih seru,” jelasnya.

Ketua Penyelenggara Dusun Sleker Saparan Dinar Bayu menambahkan, tradisi ini penting untuk dilestarikan sebagai rasa syukur kepada Sang Pencipta atas berkah kesehatan dan hasil bumi yang melimpah di Dusun Sleker.

“Kami menutup sarapan tahun ini dengan Festival Budaya Kulon Kayon. Kami memiliki tema khusus yaitu “Desa Mawa Cara, Negeri Mawa Tata”. Gliyak-gliyak Tumindak, Sareh Pakoleh’. Itu artinya desa punya adat, negara punya aturan. Bahkan jika dia bertindak perlahan, keinginannya bisa terwujud,” lanjutnya.

Menurutnya, tradisi ini juga merupakan bagian dari pelestarian mata air di “Tuk Songo”, yang sangat penting bagi masyarakat. Ia berharap tradisi ini membawa berkah bagi seluruh warga.

“Mudah-mudahan hasil bumi di Dusun Sleker selalu melimpah, sumber air tetap lestari, dan masyarakat mendapat berkah kesehatan, rejeki dari kegiatan pariwisata, pertanian dan lapangan pekerjaan lainnya,” ujarnya.

Pada era karnaval, kepala desa Dalang Ki Catur Nugraha akan memberikan salah satu pertunjukan wayang, yang kemudian akan dimainkan dengan lakon “Pandawa Sukur”.

Tradisi ini juga akan dimeriahkan dengan pentas seni Kethoprak oleh Dusun Sleker dengan lakon Madeging Kadipaten Semarang. Kemudian pagelaran budaya Dusun Sleker hingga hari terakhir.

Selain itu, ada juga acara tentang gunung sayur. Warga tampak bersemangat memperjuangkan berbagai jenis tanaman yang ditanam berbentuk pegunungan.

Acara Vegetable Mound Battle diadakan setelah rangkaian acara karnaval. Warga yang berebut tidak hanya warga dusun Sleker, namun juga wisatawan yang berkunjung ke Taman Wisata Kopeng juga ikut berebut sayur mayur. Dalam waktu kurang dari 15 menit, gunung sayur yang menjulang tinggi itu dimusnahkan habis-habisan oleh warga sekitar.***

Source: aboutsemarang.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button