Sinergi dan master plan menjadi kunci pengembangan Desa Wisata Tanjungsari - WisataHits
Yogyakarta

Sinergi dan master plan menjadi kunci pengembangan Desa Wisata Tanjungsari

Harianjogja.com, KOTA MUNGKIDDesa Tanjungsari, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang merupakan desa penunjang wisata candi Borobudur karena letaknya yang berada di kaki Pegunungan Menoreh. Pengembangan kawasan ini membutuhkan sinergi berbagai pihak untuk mewujudkan pengelolaan desa wisata yang baik.

Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Magelang Maladi mengungkapkan, Desa Tajungsari sangat dekat dengan Candi Borobudur. Banyak wisatawan melewati Tanjungsari saat mengunjungi Borobudur. Tentu keunggulan ini bisa dijadikan peluang untuk mengembangkan daerah.

Dulu, warga Tanjungsari selalu mengajak bule untuk bergabung menjadi pengrajin tahu dan tempe. Kegiatan usaha kecil warga berkembang menjadi beternak kambing Ettawa. Potensi susu Ettawa luar biasa. VW Tour saat ini menonjol, karena di Tanjungsari kebanyakan berada di Kabupaten Magelang yaitu 60 unit.

“Ini luar biasa karena warga antusias mengunjungi tamu yang jauh,” kata Maladi dalam Kegiatan Pembangunan Infrastruktur Perumahan Mendukung Desa Wisata di Tanjungsari Borobudur, Rabu (16/11/2022).

Dengan potensi yang beragam tersebut, ia mendorong warga Tanjungsari untuk mempromosikan destinasi wisata. Ia mencontohkan dengan membuat inovasi kuliner dengan olahan tahu sehingga membuat wisatawan berbondong-bondong datang ke Tanjungsari untuk menikmati tahu khasnya.

Untuk menjadi desa wisata yang berkualitas, anggota Fraksi PPP dan Nasdem ini menyampaikan perlunya sinergi antara pemangku kepentingan pariwisata di Tanjungsari, antara lain pemerintah daerah hingga pusat, Balai Konservasi Borobudur, PT Taman Wisata Candi Borobudur dan pemerintah daerah. milik masyarakat setempat.

“Pemerintah bisa memberikan pelatihan, masyarakat lebih mudah maju karena menerapkan ilmunya setiap hari dengan berinteraksi langsung dengan wisatawan,” katanya.

Kepala Desa Tanjungsari Darto mengatakan Desa Tanjungsari memang terkenal dengan industri tahu dan tempenya. Terdapat 70 industri rumahan tahu yang tersebar di dua dusun, yakni Nampan dan Tanjungsari. Potensi daerah ini kini berkembang dengan produk madu dan kambing Ettawa.

“Potensi wisata kita banyak, tapi yang masih kurang adalah pengembangan kawasan menjadi desa wisata yang berkualitas. Desain khusus untuk lingkungan, infrastruktur dan fasilitas. Kami ada delapan host family, tapi banyak tamu yang datang menolak karena tidak ada AC,” ujarnya.

Suherman, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Magelang mengatakan, sesuai tugas pokok dan fungsinya, DPRD dapat mengawal program-program yang dibutuhkan masyarakat untuk membangun daerahnya. Menurutnya, Tanjungsari memiliki potensi yang luar biasa.

“Ada perilaku wisatawan yang perlu kita akui. Banyak wisatawan bertanya apa yang dimiliki Borobudur selain candi. Hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk berjalan ke kuil meskipun mereka membawa banyak perbekalan. Perilaku wisatawan akan datang Bersenang-senang, bawa bekal sepuasnya dan beli apa saja yang dijual atau disediakan oleh masyarakat. Kesempatan ini harus kita manfaatkan,” ujarnya.

Pentingnya rencana induk
Pembangunan Infrastruktur Perumahan untuk Mendukung Desa Wisata di Tanjungsari Borobudur merupakan rangkaian program Jagongan dan Musyawarah (Jamus) yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Magelang. Kegiatan kali ini mengajak warga desa Tanjungsari ke lokasi industri rumahan Ashfa Madu.

Selain dua anggota DPRD, hadir pula narasumber dalam kegiatan ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pembangunan Daerah Pengembangan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Magelang, Didik K. Sofian.

Didik mengungkapkan, Desa Tanjungsari membutuhkan tenaga (SDM) yang mumpuni untuk membangun desa. Ide lahir dari para inovator ini untuk mengembangkan potensi daerah.

“Sudah ada inovasi VW Tour, yaitu local guidance. Potensi lain yang bisa dikembangkan adalah kontur tanah dengan view pegunungan. Masih banyak lahan yang belum tergarap. Apalagi saat banyak agenda wisata di Borobudur, sering terjadi kekurangan kamar, sehingga kemungkinan untuk membangun homestay masih terbuka,” ujarnya.

Ia mencontohkan pentingnya masterplan bagi pembangunan daerah termasuk desa. Rencana induk merupakan dokumen yang lahir dari refleksi bersama untuk menyatukan visi pembangunan. Rencana induk harus disusun sedemikian rupa sehingga pengembangan tetap fokus jika terjadi pergantian kepemimpinan.

“Pembangunan tidak bisa dicapai dalam satu atau dua tahun, tapi bisa memakan waktu 10 sampai 20 tahun. Setelah lima tahun pimpinan berganti, jika tidak ada master plan maka arah bisa berubah dan tujuan pengabdian kepada masyarakat tidak bisa tercapai,” jadi master plan bisa menjadi pedoman selama 10-20 tahun untuk mencapai apa yang diinginkan. ” dia berkata.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button