Saat petugas di Sumut menyita puluhan kilogram sisik trenggiling, dilepasliarkan satwa liar di Yogyakarta - WisataHits
Yogyakarta

Saat petugas di Sumut menyita puluhan kilogram sisik trenggiling, dilepasliarkan satwa liar di Yogyakarta

  • Aparat kepolisian di Sumut berhasil mengungkap beberapa kasus kejahatan satwa liar pada Agustus lalu. Dari jajaran Polda Sumut untuk menangkap pemburu rangkong, Penyidik ​​KLHK Sumatera juga menangkap pelaku jaringan perdagangan trenggiling dan lidah. Kemudian polisi Tapanuli Utara menangkap dua pelaku sisik trenggiling dan paruh badak.
  • Pada bulan Agustus, aparat kepolisian di Sumatera Utara menyita sedikitnya 50 kg sisik trenggiling, 180 ekor rangkong dan paruh rangkong.
  • Bio Wildlife memahami bahwa perdagangan ilegal satwa liar merajalela di pasar lokal. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya perdagangan internasional karena kontrol di pintu masuk negara penerima semakin ketat.
  • Sebagian besar pelaku yang ditangkap dalam kasus kerang adalah nelayan kecil yang hanya dimanfaatkan oleh jaringan perdagangan untuk berburu dan pemenuhan kuota skala besar. Sedangkan pelaku utama tidak tersentuh hukum. Padahal, mereka adalah pemasok hewan-hewan tersebut di luar negeri, terutama di Thailand dan China.

Pada Agustus lalu, aparat kepolisian di Sumut berhasil mengungkap beberapa kasus kejahatan terhadap satwa liar. Dari jajaran Polda Sumut untuk menangkap pemburu rangkong, Penyidik ​​KLHK Sumatera juga menangkap pelaku jaringan perdagangan trenggiling dan lidah. Kemudian polisi Tapanuli Utara menangkap dua pelaku sisik trenggiling dan paruh badak.

Kasus ini ditangani 29 Agustus lalu oleh Dit Polairud Polda Sumut yang berhasil mengamankan jaringan perdagangan lobak. Dalam operasi tersebut, polisi mengamankan 180 balangka dari Ir, warga Medan.

Dia menggunakan sepeda roda tiga untuk dijual ke kolektor dengan tujuan ke luar negeri, khususnya ke Thailand dan China.

AKBP Herwansyah, Kasudin Penerangan Masyarakat Polda Dit Polairud, Polda Sumut, mengatakan kasus tersebut terungkap setelah informasi publik diterima.

Saat itu, pelaku membawa hewan ke pengepul di Deli Serdang. Saat petugas meminta dokumen satwa yang dilindungi tersebut, Irwansyah tidak bisa menunjukkannya.


Atas dasar itu, petugas langsung menangkapnya dan membawanya ke kantor polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Pada pemeriksaan pertama, pelaku mengaku telah menangkap hewan saat sedang memancing. Menurut temuan penyidik, ini hanya tipuan, meski pelaku sengaja memburu spesies rangkong untuk diperdagangkan secara ilegal.

Pelaku telah menjalankan bisnis ilegal ini selama dua bulan. Modus operandinya adalah dia terkena jaring dan menjual untuk memperbaiki jaring. Bahkan, ia diduga menjadi bagian dari perdagangan satwa liar.

“Kami akan memperketat pengamanan di pintu gerbang dan pulau-pulau terdepan Indonesia di wilayah Sumatera Utara. Upaya pencegahan dan operasi akan terus dilakukan,” katanya.

Pelakunya, kata dia, adalah Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE) Nomor 5 Tahun 1990 yang diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Polda Sumut menyitanya.  Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay IndonesiaPolda Sumut menyitanya. Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay Indonesia

Ini adalah belangka, dalam keadaan menyedihkan. Dari 180 yang berhasil disita, 170 meninggal dan 10 langsung dilepasliarkan ke hutan mangrove di perairan Belawan. Sebagian besar cangkang yang mati dihancurkan dengan cara dibakar, dan beberapa digunakan sebagai barang bukti di persidangan.

Sementara itu, Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera berhasil menangkap dua pelaku penjual sisik dan lidah trenggiling berinisial H dan D di Kota Medan pada 19 Agustus 2022. Petugas menyita 19 kg sisik trenggiling dan delapan potong lidah trenggiling kering.

Subhan, Kepala Pusat KLHK Wilayah Sumatera di Gakkum, mengatakan penyidik ​​Gakkum menetapkan H sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Polda Sumut sementara D masih menjadi saksi.

Operasi penangkapan ini, kata dia, diawali dengan menginformasikan kepada masyarakat bahwa H. telah menawarkan 50 kg sisik trenggiling dan 15 potong lidah trenggiling pada 23 Juli. Balai Gakkum bergerak dan berhasil mengamankan H dan D di Tapanuli. Petugas mengamankan pelaku beserta barang bukti di kantor Gakkum Medan.

Polres Tapanuli Utara mengamankan paruh rangkong gading.  Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay IndonesiaPolres Tapanuli Utara mengamankan paruh rangkong gading. Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay Indonesia

Awal Agustus lalu, Polres Tapanuli Utara juga berhasil menggagalkan upaya perdagangan paruh badak dan sisik trenggiling. Petugas Bareskrim Polres Tapanuli Utara menangkap kedua pelaku saat sedang melakukan transaksi bisnis dengan calon pembeli di dua lokasi berbeda.

Dalam operasi tersebut, petugas menemukan Le, warga Siborong-borong. Dari tangan pelaku, 38 kg sisik trenggiling jatuh ke dalam dua kain karung.

“Pelakunya adalah jaringan perdagangan internasional untuk satwa yang dilindungi. Rencana penyelundupan paruh rangkong dan sisik trenggiling ke China. Kami masih menyelidiki kasus ini untuk mengungkap jaringan yang lebih besar.”

Bio Wildlife memahami bahwa perdagangan ilegal satwa liar merajalela di pasar lokal. Salah satu penyebabnya adalah menurunnya perdagangan internasional karena kontrol di pintu masuk negara penerima semakin ketat.

Hamstring disita dari Polda Sumut.  Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay IndonesiaHamstring disita dari Polda Sumut. Foto: Ayat S. Karokaro/ Mongabay Indonesia

Mempertanyakan status kepiting

Berbicara tentang rangkong, itu adalah spesies yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Bio Wildlife menemukan bahwa sebagian besar pelaku yang ditangkap dalam kasus kerang adalah nelayan skala kecil yang digunakan oleh jaringan perdagangan hanya untuk berburu skala besar dan untuk memenuhi pesanan kuota. Sementara para pemain kunci tidak tersentuh oleh hukum, mereka sebenarnya adalah pemasok hewan-hewan ini di luar negeri, terutama ke Thailand dan China.

Banyak orang masih bertanya-tanya mengapa kepiting termasuk dalam status dilindungi, karena peraturan tersebut tidak menyebutkan jumlah pasti populasi di alam.

Kairi Arif, peneliti Bio Wildlife, mengatakan bahwa di Indonesia, tiga spesies rangkong yang termasuk satwa dilindungi, tidak memenuhi syarat untuk populasi kecil, terjadi penurunan tajam di alam, dan jangkauannya terbatas (endemik). ).

Menurut penelitian mereka, lobak besar, lobak berduri tiga, dan lobak beras hidup di daerah tropis Asia Selatan dan Tenggara, menghuni pantai berpasir dan berlumpur di kedalaman hingga 40 meter atau 130 kaki.

Di Indonesia, hampir semua pantai memiliki pantai berpasir dan berlumpur, terutama pantai dengan banyak vegetasi mangrove dan muara. Situasi ini tidak berlaku untuk persyaratan wilayah distribusi yang terbatas.

Menurutnya, jika dilihat dari populasinya, lobak betina bisa bertelur sekitar 500 gram, 4.000 hingga 5.000 butir. “Ini menghilangkan kondisi penurunan kuat pada individu dan populasi kecil.”

Menanam lobak, katanya, hampir sama dengan menanam kepiting. Dalam status CITES, ketiga spesies lobak tersebut belum masuk dalam daftar lampiran CITES.

Di Malaysia, Singapura dan Thailand, lobak tidak dilindungi dan dikonsumsi secara bebas sebagai makanan.

Kairi menduga ada hal-hal yang ditutupi tentang status proteksi data dan informasi tentang status proteksi.

Perburuan trenggiling juga tidak pernah berhenti, yang menyebabkan populasinya terganggu di alam liar. Salah satu trenggiling diburu untuk dijual sisiknya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Pelepasan satwa liar di Yogyakarta

Belum lama ini 16 landak jawa (Hystrix javanica) Berangkat menuju Tlogo Nirmolo di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Beberapa apel impor menemani mereka sebagai makanan ringan selama perjalanan mereka di kargo hewan peliharaan.

Ke-14 ekor landak tersebut sebelumnya dirawat di Balai Penyelamatan Satwa-Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta, Kulon Progo sejak 29 Maret lalu. Dua ekor landak lagi dirawat pada bulan yang sama di Stasiun Flora Fauna Bunder, Playen, Gunungkidul.

Tim Polres Yogyakarta menindak para pengepul satwa dilindungi sekitar empat bulan lalu atau pada 29 Maret lalu. Seorang warga Candimulyo, Magelang, ditangkap polisi karena kedapatan memegang dan memperdagangkan landak Jawa. Sebanyak 14 ekor landak jawa disita, dengan rentang usia 2 hingga 4 tahun.

Pria itu telah memiliki hewan yang dilindungi selama empat tahun setelah menggali informasi. Landak diperoleh dengan membelinya dari pemburu di dekat rumahnya dengan biaya 400.000 hingga 500.000 rupee.

Petugas dan relawan ingin melepasliarkan landak liar di Taman Nasional Gunung Merapi.  Foto: Nuswantoro/ Mongabay IndonesiaPetugas dan relawan ingin melepasliarkan landak liar di Taman Nasional Gunung Merapi. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Landak terjebak dalam jerat, yang terlihat dari luka di kaki dan kepalanya. Orang menganggap landak sebagai hama, sehingga mereka memburunya dan menambah penghasilannya.

Dua ekor landak lagi disita dari Ditreskrimsus Polda Yogyakarta Maret lalu. Landak itu disita dari seorang siswa yang menjualnya secara online. Penyelidikan dibatalkan oleh restorative justice pada 22 Agustus karena pelaku masih di bawah umur.

Muhammad Wahyudi, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, mengatakan banyak satwa yang dijual secara online.

“Sedih karena Jogja itu kota pelajar, bahkan pelajar melakukan jual beli online.”

Landak Jawa / Hystrix javanica. Sumber: Wikimedia Commons/Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, Indonesia/Domain Publik/Sakurai Midori

habitat landak

Tlogo Nirmolo merupakan objek wisata di TNGM. Tempat ini menawarkan pesona alam perbukitan dan jalur menuju puncak Plawangan, lima kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Di kawasan ini terdapat mata air alami untuk mandi. Karena letusan 2010, mata air ditutup. Ada sebuah gua Jepang yang pernah menjadi tempat persembunyian tentara Jepang saat Perang Dunia II.

Tarko Sudiarno, Ketua Yayasan Pelestarian Alam Yogyakarta, mengatakan pelepasliaran landak ke TNGM memiliki kekuatan hukum tetap setelah ada putusan pengadilan. Selama masa penantian, landak menjalani pemeriksaan kesehatan, perilaku, termasuk tes darah.

“Landak cocok di Merapi karena habitatnya. Menurut pelaku, mereka menangkap seekor landak di lereng Merapi.”

Husni Pramono, Pj Kepala Bagian Tata Usaha TNGM, mengatakan pemilihan TNGM sebagai tempat pelepasan landak jawa sangat tepat. “Ini memang habitat hewan itu.”

Husni berharap pelestarian kawasan Gunung Merapi dapat membuat landak jawa nyaman dan tidak tenggelam ke lahan pertanian masyarakat sekitar TNGM.

Pelepasan Landak Jawa di Bukit Plawangan.  Foto: Nuswantoro/ Mongabay IndonesiaPelepasan Landak Jawa di Bukit Plawangan. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

********

Source: www.mongabay.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button