Keunikan Tradisi Walima Peringatan Maulid Nabi di Gorontalo - WisataHits
Jawa Barat

Keunikan Tradisi Walima Peringatan Maulid Nabi di Gorontalo

Minggu 16 Oktober 2022 | 21:01 WIB

| penulis:

Buku Catatan: Juli

Limboto, InfoPublik – Matahari belum terbit ketika sebagian warga Desa Bongo, Kecamatan Pantai Batudaa, Kabupaten Gorontalo, sudah disibukkan dengan aktivitas pagi pada Minggu (16/10/2022).

Hari ini mereka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal dengan Walimah.

Tradisi Walima diyakini sudah ada di Gorontalo sejak abad ke-17 ketika Islam masuk ke bumi Hulondalo. Tradisi dimulai dengan dikili, atau tradisi peringatan, di Masjid At-Takwa, sebuah masjid di tengah desa Bongo.

“Dikili, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, adalah memori. Dikili mengucap syukur dan do’a kepada Nabi Muhammad SAW atas kelahirannya. Dilaksanakan setelah Isya kemudian disela subuh, dilanjutkan dengan salat Idul Fitri di pagi hari hingga pukul 9 atau 10,” kata Yamin Nusi, Kepala Dinas Pemkab Batudaai Pantai.

Dikili tidak hanya berisi doa dan pujian untuk Nabi tetapi juga menjelaskan kisah kelahiran Muhammad SAW, kisah kenabian dan kisah kematian Nabi. Uniknya, naskah aslinya ditulis dalam bahasa Arab Pegon, yaitu aksara Arab tanpa garis nada (harakat) tetapi dalam bahasa Gorontalo.

Bagi sebagian warga Gorontalo yang beragama Islam, aksara Dikili cukup sulit dibaca. Selain tidak memiliki vokal, bahasa Arab pada umumnya tidak memiliki huruf e, o, ng yang umum dalam bahasa Gorontalo. Karena itu, para penyanyi Dikili biasanya adalah orang tua yang memiliki pengetahuan agama yang mumpuni. Tidak setiap masjid di desa tersebut harus memiliki pembaca, kebanyakan diundang dari masjid lain bahkan dari desa lain.

Kue Tolangga, Toyopo dan Kolombengi

Sementara itu, warga Desa Bongo sibuk menata walima di sebuah tempat bernama Tolangga. Peti mati adalah tempat di mana kue tradisional disajikan. Biasanya terbuat dari bilah kayu atau bambu yang berbentuk menara, musholla atau perahu. Kue tradisional seperti kolombengi, sukade, wapili, telur rebus dimasukkan ke dalam plastik dan disusun menurut bentuk tolangga.

“Yang paling dominan dibuat warga adalah tolangga berupa minaret masjid dan kapal (perahu). Ini menggambarkan pola kehidupan masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan,” jelas Yamin yang juga menjabat sebagai Direktur Pariwisata Bongo.

Perubahan zaman telah sedikit mengubah Walima. Beberapa hiasan tolangga ditambah dengan coffee bag, snack kemasan, mie instan, dll. Ada juga yang menambahkan brudeli atau brudeli, kue panggang berbentuk lingkaran dengan lubang di tengahnya.

“Kemudian di tolangga ada toyopo, yang biasanya terbuat dari anyaman daun kelapa berbentuk seperti wajan bulat. Biasanya tempat untuk isi nasi kuning, ikan rebus, sambal dan kue basah lainnya,” imbuhnya.

Tolangga yang sudah jadi kemudian dibawa dari rumah warga ke masjid tempat berlangsungnya prosesi Dikili. Tolangga berkumpul dalam doa untuk mengucap syukur kepada masyarakat atas kelahiran Nabi terakhir Muhammad SAW 14 abad yang lalu. Sosok besar yang menjadi utusan Allah sekaligus panutan bagi umat Islam.

“Kami juga meyakini bahwa perayaan Walima ini adalah karomah zikir. Artinya, tiga atau dua bulan sebelum perayaan Walima, masyarakat merasa menghadiri perayaan ini tidak cukup.

) tiba seminggu sebelum acara untuk mendapatkan jatah. Ini Karomah atas keikhlasan memperingati Maulid Nabi,” lanjutnya.

Usai sholat di masjid, jajanan tersebut dibagikan di tolangga kepada para pengamen dikili atau zikir. Panitia mencatat ada 185 zikir di Masjid Taqwa hari itu. Rinciannya adalah 22 laki-laki dan 163 perempuan zikir.

Jumlah tolangga yang terkumpul adalah 116 buah, tidak sebanding dengan jumlah kenangannya. Meski demikian, jumlah jajanan yang dikumpulkan seluruh Tolangga cukup fantastis, yakni 57.222 kue. Jumlahnya dihitung dari kue tradisional saja. Tidak termasuk makanan yang dimodifikasi.

Desa Bongo Desa yang ditunjuk untuk wisata religi

Selama beberapa tahun, perayaan Walima di Desa Bongo dijadikan ajang pariwisata yang disebut Festival Walima. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo Rifli Katili mengatakan, perayaan Walima hampir dilakukan di seluruh wilayah Gorontalo. Meskipun demikian, Desa Bongo telah menjadi ikon wisata.

“Perayaan ulang tahun di Gorontalo sendiri diperingati oleh semua daerah, tapi di Bongo memang yang terbesar dan paling meriah,” kata Rifli yang hadir saat prosesi salat di masjid tersebut.

Dorongan untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah dorongan kita untuk meneladani sifat kenabiannya. Hari ini ada bukti ratusan orang yang hadir, tidak hanya dari Gorontalo, tadi saya tanya mereka dari Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Tentunya yang menjadikan Bongo sebagai pusat wisata religi di Gorontalo,” imbuhnya.

Daya tarik festival Walima terletak pada prosesi Tolangga menuju masjid. Bentuknya yang unik dan banyaknya tolangga menjadikan momen penting yang wajib diabadikan pengunjung setahun sekali.

Warga dari luar desa juga bisa mencicipi kolombengi dengan mengunjungi rumah warga. Rasa Colombengi yang manis dengan tekstur yang lembut menjadikannya camilan yang cocok untuk teh atau kopi panas.

Desa Bongo tidak hanya melestarikan tradisi Walima dengan baik, tetapi juga tiga tujuan wisata. Di bagian timur adalah Pantai Dulanga, di atas bukit desa dibangun Masjid Walima Emas dan Taman Bubohu di tengah desa.

Penggagasnya adalah mendiang Yosef Tahir Ma’ruf atau lebih dikenal dengan Yotama. Tokoh lokal yang peduli terhadap pelestarian agama dan budaya. Bersama dengan penduduk desa, Taman Bubohu digunakan sebagai pondok pesantren alam dengan empat gubuk berbentuk wombohe atau walima. Empat Wombohes sebagai simbol dari empat sahabat Nabi.

Di tengah adalah panggul berbentuk seperti janin manusia di dalam rahim. Kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi filosofi kolam renang. Ada juga ratusan burung merpati yang selalu menyambut wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut.

Masjid Walima Emas melengkapi simbol keagamaan Desa Bongo. Bentuknya unik dan menyerupai tolangga raksasa yang berdiri di atas bukit. Selain sebagai tempat peribadatan, Anda juga bisa melihat pemandangan tepi pantai Desa Bongo dan sebagian Kota Gorontalo dari sana.

Pada tahun 2021, Desa Bongo mendapatkan penghargaan Indonesia Tourism Village Award (ADWI) oleh Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif. Bongo meraih juara kedua kategori Desa Wisata Berkembang. Tak hanya itu, keindahan alam dan religi warganya menjadikan Desa Bongo sebagai desa wisata religi oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. (mcgorontaloprov)

Anda dapat mengirim ulang, menulis ulang, dan/atau menyalin konten ini asalkan Anda mencantumkan sumbernya InfoPublik.id

Source: infopublik.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button