Izin dipertanyakan, Predator Fun Park menunjukkan bukti - WisataHits
Jawa Timur

Izin dipertanyakan, Predator Fun Park menunjukkan bukti

KOTA BATU – Ada desas-desus bahwa Predator Fun Park tidak memiliki izin atau melanggar izin. Namun, berdasarkan temuan Komisi A DPRD Kota Batu, Predator dikatakan cukup proaktif dalam perizinan. Dalam pemeriksaan yang dilakukan pada Senin (7/11), Komisi A memantau kelengkapan perizinan Predator Fun Park dengan sistem baru, yaitu: Pendekatan pengajuan online berbasis risiko (OSS RBA). Yakni, perizinan online yang terintegrasi dengan pendekatan perizinan berbasis risiko.

Menurut Ketua Komite A DPRD Kota Batu Dewi Kartika, pihak pengelola Predator Fun Park sudah proaktif dalam perizinan, namun reformasi sistem yang perlu dipenuhi oleh para pelaku ekonomi. Ada pembaruan sistem yang disebut OSS RBA. “Ya salah satu penyebab molornya persetujuan atau bungkam adalah revisi Peraturan Tata Ruang Wilayah (RT RW) yang tertahan di Kementerian Pertanian dan Perencanaan Wilayah (ATR) sejak 2019. Ini terjadi tidak hanya di Kota Batu tetapi juga di kota dan kabupaten lain,” jelasnya.

Sebagai informasi, penerapan perizinan berusaha berbasis risiko oleh sistem OSS merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang penciptaan lapangan kerja. RBA OSS harus digunakan oleh pelaku ekonomi, kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB). Sementara itu, OSS ini diisi secara pribadi. Artinya pengisian dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi. Sementara itu, operator Pelayanan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) yang berwenang hanya membantu.

Saat dikonfirmasi Manajer Operasional Predator Fun Park Kota Batu Samuel Dwi Agus, dia membenarkan perizinan terkendala karena belum rampungnya perda RTRW daerah. “Jadi ada persetujuan manual dan sistem. Dengan izin, manual kami selesai. Namun, ketika ada pembaruan dari OSS berbasis izin menjadi OSS berbasis risiko, maka ada persyaratan yang dipenuhi,” jelasnya.

Samuel mengaku tidak ada masalah dengan perizinan lainnya, hanya tinggal verifikasi RT RW Perda. “Ya, secara sosial itu dianggap ilegal di masyarakat kita. Padahal, kita memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajiban kita. Kami selalu berusaha untuk mematuhi izin,” katanya.

Pihaknya juga mengatakan izin awal Predator Fun Park adalah penangkaran buaya, dengan hasil yang direncanakan untuk kebutuhan masyarakat. Namun seiring dengan perkembangan dinamika sosial, model penangkaran berkembang menjadi destinasi wisata.

Dia tidak mengklaim bahwa strategi seperti itu sebagai strategi Predator Park untuk mendapatkan izin operasi. Ia menjelaskan pertimbangan menjadi destinasi wisata untuk menutupi biaya operasional.

“Izin pertama sebenarnya penangkaran, kemudian berkembang menjadi tempat wisata. Ya, kemarin kami anggap hasilnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, karena biaya operasional akhirnya kami buka sebagai objek wisata,” ujarnya. (jika/tutup).

Source: radarmalang.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button