Jawa Timur

Optimis mengembalikan Waduk Wiyung ke pemkot, Wali Kota Surabaya ingin memperkuat pertahanan banjir

Laporan wartawan Tribun Jatim Network Bobby Constantine Koloway

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Konflik properti Waduk Wiyung memasuki bab baru.

walikota Surabaya Eri Cahyadi optimis Waduk Wiyung akan kembali ke tangan pemkot.

Hal itu terjadi setelah Kejaksaan Tinggi (Kajati Jatim) Jawa Timur menetapkan dua warga Surabaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pelepasan Waduk Wiyung. Penjualan tanah seluas 21.812 meter persegi itu mengakibatkan kerugian negara yang ditaksir lebih dari Rp 11 miliar.

Ketika aset dikembalikan ke kepemilikan pemerintah kota, fungsinya seperti dikembalikan proteksi banjir. Khususnya di daerah Surabaya Barat.

Juga wisata air yang dikelola oleh warga. “Bisa digunakan untuk mencegah banjir di daerah, bisa juga untuk pariwisata,” kata Cak Eri, Selasa (20/12/2022) di Surabaya.

“Ini juga dilakukan untuk meningkatkan pendapatan warga sekitar. Namun, hal ini akan kami bahas lebih lanjut setelah sidang selesai,” ujarnya.

Konflik bermula ketika seorang pengusaha mengaku memiliki lahan di waduk tersebut. Padahal, aset bendungan itu sudah tercatat di peta Topdam Dewan Kota sejak 1937.

Setelah diusut Kejaksaan Agung sejak 2017, terungkap adanya unsur korupsi dalam penjualan aset tersebut. Dikutip Antara, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni SMT (50) dan DLL (72).

SMT (50) dan DLL (72), yang merupakan warga Kota Surabaya, dengan berbekal sejumlah dokumen ilegal, menjual aset Pemprov DKI sesuai aturan pemerintah. Keduanya bertindak sebagai pimpinan Tim Pengelolaan Pelepasan Waduk I dan II.

Saat itu SMT menjadi Ketua Panitia Pelepasan Tanah Waduk Babatan I. SMT juga berkencan dengan almarhum GT (Kepala Desa Babatan saat itu) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan saat itu).

Mereka mendapat untung dari nama orang yang bukan pemilik sebenarnya, seolah-olah mereka adalah pemilik tanah. Nama yang tercantum menjadi dasar untuk membuat kontrak pembelian dan surat kuasa di notaris – PPAT.

Mereka menjual bagian barat reservoir seluas 11.000 kaki persegi kepada seorang pengusaha berinisial AA. Total harganya Rp 5,5 miliar.

Babatan Lurah, GK, menerima Rp 275 juta dari hasil penjualan saat itu dan sekretaris Babatan Lurah, STN saat itu, menerima Rp 40 juta. Kemudian, tersangka SMT mendapat Rp 40 juta, masing-masing ketua RT mendapat Rp 10 juta, dan warga per kepala keluarga mendapat Rp 2,5 juta.

Begitu pula ETC yang menjadi tim pengelola pelepasan reservoir ke-2. DLL kemudian bekerja dengan TS dan GT dan STN yang sudah tidak berfungsi untuk membuat dan menggunakan huruf palsu.

Surat itu menjelaskan bahwa separuh timur waduk seluas 10.100 m2 itu merupakan hasil drainase warga RW 01 dan RW 02 Babatan tahun 1957-1959.

Dari hasil penjualan itu, ETC mendapat Rp 2 miliar dari yang dijanjikan Rp 5 miliar, karena Rp 3 miliar digunakan untuk membiayai proses birokrasi pelepasan waduk yang sedang berjalan.

Baca Juga : Pasar Wadungasri Dikeluhkan Sering Banjir, Bupati Sidoarjo Siapkan Solusi, Kanal Air Jadi Penyebabnya

Informasi lebih lengkap dan menarik ada di Googlenews TribunJatim.com

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button