Batik sebagai gaya hidup | Barisan.co - WisataHits
Jawa Tengah

Batik sebagai gaya hidup | Barisan.co

pewarna dasi menjadi jalan hidup. Kalimat singkat dari Edhie Prayitno Ige ini sangat mengesankan. Khusus Moderator Ardi Kafha pada Sidang Budaya 3 Sidang Intim dengan Edhie Prayitno Ige yang diselenggarakan oleh Lesbumi PWNU Jawa Tengah.

Ardi Kafha mengatakan Mas Mas Edhie Prayitno Ige menyampaikan gagasan bahwa tie-dye adalah praktik atau tie-dye adalah cara hidup. ya hidup Proses pengisian waktu tunggu sebelum kembali kepada-Nya.

“Saya tercengang dan sekali lagi saya merasa terselamatkan dengan ekspresi jujurnya. Hidup itu sederhana: menunggu kematian,” kata Ardhi, Sabtu (17 September 2022).

Menurut Edhie Prayitno Ige, membatik bukan hanya praktik hidup tetapi juga penebusan dosa. Kain hanyalah bonus, dan rupiah adalah bentuk lain dari anugerah.

Manajer Semarang Batik Studio 16 juga mengatakan bahwa di studio selama ini kami lebih mengedepankan fashion etnik daripada fashion yang etis.

“Saat ini banyak tempat wisata tie-dye, desa tie-dye yang hanya berjualan. Belum menghasilkan dari hulu ke hilir, bagaimana membuat kain dari ulat sutera, hingga menangani limbah tie dye,” jelasnya.

Ardi Kafha tercengang dengan presentasi mantan pejabat ini.

“Lalu saya langsung ingat, sebenarnya saya diingatkan bahwa seperti yang Mas Edhie jelaskan, tie-dye adalah seni menggambar titik-titik di atas kain, jadi kita harus bisa merias wajah dari waktu ke waktu.” terapkan dengan kesadaran Bismillah Tuhan . “jelas Ardi.

Bahkan Ardi Kafha mengingat penjelasan Muhammad Zuhri tentang arti titik dan huruf ba

“Saya mendengar penjelasan almarhum Pak Muh (Muhammad Zuhri) bahwa rahasia Basmalah terletak pada ‘titik’ di bawah huruf ‘ba’. Jadi “ba” dan “titik”, “batik”, jelasnya.

Acara yang diadakan di Café Kedai Kaula ini tidak hanya sekedar perbincangan atau silaturahmi antara peserta dan narasumber. Namun ada juga penampilan musik Bogel Sudarmanto dan pembacaan cerpen Chotrex Tri Budiyanto.

Aturan etika di sanggar batik

Batik sebagai Warisan Leluhur Diakui UNESCO pada 2 Oktober 2009 Batik Indonesia secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Tanggal ini juga diperingati sebagai Hari Batik Nasional, masyarakat khususnya instansi pemerintah, BUMN dan mahasiswa dihimbau untuk memakai tie dye.

Sebagai hasil jerih payah bangsa Indonesia yang memadukan seni dan teknologi leluhur serta berbasis kepedulian, batik saat ini menjadi budaya yang dikenakan untuk acara resmi maupun nonformal.

Batik adalah chi khas budaya Indonesia, sebagai nilai dan identitas budaya, hal ini perlu diwujudkan bukan hanya sebagai upacara. Begitu pula menurut Edhie Prayitno Ige, batik bukan hanya busana etnik, yang membanggakan busana etnik bermotif.

Edhie Prayitno Ige juga mencoba menerapkan aturan etika di studio batik.

“Salah satu langkah fashion etis penting yang saya ambil di studio adalah memperhatikan lingkungan. Ada instalasi pengolahan sampah di hilir yang dipantau BPPT,” jelasnya.

Demikian juga menurut Edhie, pengolahan sampah tidak memberikan manfaat yang besar bagi studio selain itu tidak ada seorang pun di alam semesta yang dirugikan. Tingkatkan terus agar prinsip-prinsip etika menjadi dasar dalam setiap tahapan produksi tie-dye.

Sebagai sebuah karya seni, tie-dye adalah murni sebuah bentuk seni, bukan cetakan tie-dye, tie-dye menggunakan lilin atau wax yang dibentuk dengan berbagai pola dan motif sehingga memiliki nilai estetika.

Selain sebagai karya seni, batik memiliki fungsi praktis dan filosofis yang tidak hanya sekedar hiasan tetapi juga simbol dan nilai kehidupan.

Source: barisan.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button