Wisata religi di Makam Sunan Pandanaran Kabupaten Klaten - WisataHits
Jawa Tengah

Wisata religi di Makam Sunan Pandanaran Kabupaten Klaten

Klaten – Tokohnya memang tidak setenar tokoh-tokoh yang menjadi bagian dari Wali Songo. Tapi dia sangat dihormati. Ia adalah Ki Ageng Pandanaran atau dikenal dengan Sunan Pandanaran. Seorang adipati Semarang yang meninggalkan kota Semarang untuk menyebarkan agama Islam atas perintah Sunan Kalijaga. Terutama di daerah pegunungan selatan yaitu Bayat dan sekitarnya.

Kini jejak kaki itu masih terlihat di Kompleks Makam Sunan Pandanaran di Bukit Jabalkat, Desa Paseban, Bayat, Klaten. Situs ini berada pada ketinggian 860 meter di atas permukaan laut (massa). Kompleks makam ini diyakini dibangun pada masa berdirinya Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus pada tahun 1479-1549.

Kompleks makam Sunan Pandanaran yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Klaten menjadi salah satu tempat wisata religi di Kabupaten Klaten. Keberadaannya mampu menarik ribuan peziarah yang datang dari berbagai daerah setiap harinya. Selain Jawa Tengah juga Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera hingga Kalimantan.

Puncak kedatangan peziarah ke makam bupati Semarang kedua terjadi pada penanggalan Jawa, yaitu pada bulan Suro dan Ruwah. Dari 1.000-2.000 jemaah biasa, hingga 3.000 jemaah bisa datang dalam satu hari. Para peziarah yang ingin memasuki Kompleks Makam Sunan Pandanaran hanya perlu membayar biaya sebesar Rp 2.000.

Sebelum itu, peziarah harus menaiki 300 anak tangga dengan jarak sekitar 300 meter untuk sampai ke puncak. Sehingga dibutuhkan stamina yang kuat untuk menunaikan ibadah haji. Namun jemaah haji yang lebih tua dapat menggunakan jasa Ojek yang terletak di depan loket dengan membayar Rp 10.000 sekali jalan.

DI ATAS BUKIT: Kompleks makam Sunan Pandanaran dan pengikutnya. (ANGGA PURENDA/RADAR SOLO)

Peziarah yang menuruni ratusan anak tangga akan melihat deretan kios yang menawarkan berbagai produk lokal khas Klaten. Dari kaos Sunan Pandanaran hingga gerabah. Meski sebenarnya ada di area taman, ada Pasar Seni Paseban dengan kios-kios yang menjual makanan khas daerah, yaitu Peek.

Nantinya, jika ingin memasuki area Masjid Makam Bayat, jamaah diminta melepas sepatu dan meletakkannya di tempat yang telah disediakan. Peziarah dapat melakukan wudhu sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke makam Sunan Pandanaran. Nantinya, Anda akan melewati sekitar delapan gapura dengan bentuk yang khas untuk memenuhi setara dengan Kyai Naga.

Hingga akhirnya para peziarah memasuki sebuah bangunan yang menaungi makam Sunan Pandanaran yang terletak di dalam kubah. Termasuk makam sejumlah kerabat Sunan Pandanaran yang mengelilinginya. Peziarah diperbolehkan berdoa untuk tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Jawa.

Di sekitar bangunan makam Sunan Pandanaran, Anda bisa melihat pemandangan alam Bayat dan hijaunya sekitarnya. Termasuk kemegahan arsitektur kompleks makam dari ketinggian.

“Kedatangan jemaah haji dalam jumlah besar ini semakin mendongkrak perekonomian di desa kami. Penjualannya bisa mencapai ratusan juta. Kalau diibaratkan para pendekar pedang dan tukang ojek di kompleks makam Sunan Pandanaran berasal dari warga kami,” kata Kepala Desa Paseban Al Eko Tri Raharjo kemarin (29/7).

Selain itu, Eko berpesan kepada para peziarah untuk mengunjungi Pasar Seni Paseban untuk mencari oleh-oleh yang bisa dijadikan oleh-oleh. Mulai dari kaos anak dengan tulisan Sunan Pandanaran hingga gerabah dan Blangkon dengan model yang berbeda. Harganya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp 20.000 saja.

“Untuk masakan khas, lihat-lihat. Ada yang berasal dari kerak nasi atau sudah terbentuk. Harganya cukup terjangkau, mulai dari Rp 3.000 saja,” ujar Eko.

Kedepannya, pengembangan pariwisata di Desa Paseban dengan menghadirkan wisata petik buah. Selain itu, desa ini memiliki potensi buah-buahan mulai dari jeruk hingga jambu biji untuk ditanam di kas desa seluas 2 hektar. Lokasinya tidak jauh dari Kompleks Makam Sunan Pandanaran.

“Hampir 50 persen warga kami bergantung pada ekonomi dari rotasi kompleks makam Sunan Pandanaran. Mulai dari dealer hingga tukang ojek. Jumlah penduduk desa kami 5.700 orang,” katanya. (ren/adi/bendungan)

Source: radarsolo.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button