Jawa Barat

Tata Kelola Pariwisata Sangat tumpang tindih, penguatan Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif dipandang perlu

Tumpang tindih peran antar lembaga dipandang sebagai salah satu pemicu belum optimalnya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tumpang tindih peran antar lembaga diyakini menjadi salah satu pemicu belum optimalnya pengelolaan pariwisata di Tanah Air. Komisi X DPR RI mendorong menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). industri terkemuka untuk memastikan pengelolaan pariwisata dapat berjalan dengan baik dari perumusan kebijakan hingga implementasi di lapangan.

“Kurang optimalnya pengelolaan pariwisata di tanah air antara lain karena banyaknya lembaga yang terlibat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pariwisata. Situasi ini seringkali menimbulkan status quo dimana saling menunggu antar otoritas dalam melaksanakan kebijakan di lapangan. Ke depan, hal ini jangan sampai terjadi lagi,” kata Ketua Komisi X DVR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).

Huda mengatakan hubungan yang tidak jelas antara lembaga pengelola pariwisata hanya akan menimbulkan masalah yang tidak perlu. Dia mencontohkan, kebijakan kenaikan harga tiket Borobudur perlu ditinjau ulang karena tidak berdasarkan kajian strategis yang melibatkan banyak pihak. Ada juga kontroversi pengenaan tarif masuk Pulau Komodo, yang mencerminkan tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah.

“Ke depan, hal ini tidak boleh terjadi lagi, sehingga harus ada badan yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur strategi dan tata kelola kepariwisataan di tingkat nasional,” ujarnya.

Huda mengatakan, Komisi X saat ini sedang intensif mengkaji revisi UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Menurutnya, UU 10/2009 perlu disempurnakan karena dinamika pengelolaan pariwisata begitu tinggi.

“Padahal, dari kajian Komite Pariwisata, Komisi X menyimpulkan UU 10/2009 setidaknya ada empat persoalan substantif dan kelembagaan yang tidak diperhatikan dalam aturan tersebut. Kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa harus ada revisi UU 10/2009, kalau perlu,” ujarnya.

Politisi PKB ini berharap revisi UU 10/2009 dapat memperkuat peran dan kewenangan Kemanparekraf sebagai industri terkemuka Tata Kelola Pariwisata di Indonesia. Dorongan ini dapat berupa peningkatan Kemanparekraf menjadi kementerian Gugus I.

“Selain itu, dapat dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kemanparekraf untuk mendanai pengelolaan pariwisata baik dari APBN maupun dari pihak ketiga,” ujarnya.

Huda mengatakan revisi undang-undang kepariwisataan juga harus mempertimbangkan pendekatan baru dalam strategi pengelolaan destinasi wisata prioritas. Mulai dari strategi pemasaran, penguatan pemanfaatan teknologi informasi, penguatan wisata halal dan diakhiri dengan pengelolaan desa liburan.

“Kami juga berharap revisi UU 10/2009 mengatur strategi pembangunan pariwisata berkelanjutan, integrasi cagar budaya dan kejelasan pengaturan perizinan bagi perusahaan pariwisata,” ujarnya.

Anggota DPRD Jabar itu menegaskan, perbaikan tata kelola pariwisata di Indonesia harus menjadi prioritas bersama. Selain itu, sektor pariwisata saat ini menjadi dua penyumbang devisa negara terbesar.

“Ke depan, pengelolaan pariwisata kita harus lebih serius. Indonesia memiliki potensi wisata yang besar, baik dari segi alam maupun budaya. Selain itu, kami berharap sektor pariwisata menjadi sumber utama pendapatan negara di masa depan,” kata Huda.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button