Sedikit Sejarah Pasar Baru Bandung - WisataHits
Jawa Barat

Sedikit Sejarah Pasar Baru Bandung

bandung

Seperti biasa, jalanan di Otista pasti penuh dengan kendaraan di akhir pekan. Kemacetan lalu lintas sulit dihindari. Tak jarang kendaraan tidak bisa melaju meski lampu lalu lintas hijau karena masih terhalang belokan sebelumnya.

Karena tidak jauh dari Otista terdapat banyak destinasi wisata. Sebut saja Plaza Parahyangan, Alun-Alun Bandung, Asia Afrika dan tentunya Pasar Baru menjadi penyebab utama kemacetan. Pasar ini merupakan surganya oleh-oleh, aneka kuliner dan pakaian. Belum lagi Jalan ABC Tamim yang merupakan pusat penjualan berbagai barang elektronik untuk segala jenis kain dan karpet.

Tahukah kamu? Pasar Baru yang menjadi sumber mata uang rupiah bagi banyak orang saat ini, pernah terbakar. Kejadian ini membuat Bandung tanpa pasar selama setengah abad. Alasannya hanya karena satu nama, Munadah.

“Sekitar abad ke-19, kota Bandung memiliki Pasar Ciguriang, yang sekarang menjadi pusat perbelanjaan di Jalan Kepatihan. Seorang pengusaha tekstil bernama Lim Sang memutuskan untuk masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Munadah, ”kata Femis Aryani, pendongeng Pada hari itu, Bandung memulai perjalanan.

Lim Sang memutuskan untuk masuk Islam dan mengganti namanya karena Bandung tertutup bagi orang asing dari tahun 1821 hingga 1852. Mengubah identitasnya akan memudahkannya memasuki kota Bandung dan berbisnis. Taktik kemenangannya tak berhenti sampai di situ, ia mencoba mendekati Carl Wilhelm August Nagel, magang.

Munadah akhirnya berhasil membujuk Nagel dan mempekerjakannya sebagai kontraktor penyedia kuda, kerbau, dan pertunjukan untuk kebutuhan transportasi Jalan Raya Pos. Dia juga mengerjakan proyek dari Nagel saat masih berurusan di berbagai kain. Namun, Munadah menyia-nyiakan keuntungan yang melimpah itu.

Munadah memiliki sikap yang sangat negatif. Ia adalah seorang penjudi dan minuman keras candu yang sangat populer di sekitar Jalan Aljabri saat itu. Akibatnya, ia tetap berhutang tiga ratus gulden. Munadah kembali meminta asisten residen Priangan untuk melunasi utangnya.

Kondisi pasar baru 1935Pasar Baru Bandung (Foto: doc. Modul Panduan Cerita Bandung)

Akhirnya ia mendapat bantuan tujuh ekor sapi untuk dijual dan melunasi utangnya kepada Nagel. Sebaliknya, uang itu kembali untuk berjudi, berpesta, minum-minum, berjudi, dan bermain dengan wanita. Penduduk setempat marah. Munadah harus membayar perbuatannya dengan mendekam di penjara dan disiksa oleh Nagel.

Alih-alih menyadari kesalahannya, Munadah tidak terima dengan sikap pemerintah daerah tersebut. Dia pendendam dan ingin membalas dendam. Dia juga bekerja dengan warga yang membenci pemerintah. Ia meminta bantuan mereka untuk membakar pasar Ciguriang yang saat itu berada di Jalan Kepatihan. Ia berharap Bupati Bandung Wiranatakusumah III segera dibunuh di sana.

“Sebenarnya terjadi kebakaran pada tahun 1842. Nagel bergegas ke tempat kejadian. Di sana, Munada langsung menyerang Nagel dengan parang hingga terluka parah dan meninggal dunia. Kerusuhan yang disebabkan oleh sifat biadab Munada menjadi cikal bakal terbentuknya Pasar Baru Bandung, “lanjut Fei pergi, begitulah namanya.

Sejak saat itu, para pedagang yang ingin berdagang harus mempresentasikan barang dagangannya di Jalan Cibadak, Jl. ABC, Suniaraja dan sekitarnya. Bandung tidak memiliki pasar selama 50 tahun. Hingga akhirnya tahun 1906, Bandung memiliki pasar dengan bangunan semi permanen yang sekarang terletak di Jalan Otto Iskandar Di Nata (Otista). Pada tahun 1926 pasar diperluas dan bangunan dibuat permanen. Kawasan ini kemudian dikenal sebagai kawasan pasar Baroeweg.

Nama Pasar Baru diadopsi karena merupakan pasar pengganti. Dalam buku Wisata Parijs van Java karya Her Suganda dijelaskan bahwa kawasan Pasar Baru saat itu masih kosong, berseberangan dengan kuburan Belanda di ujung Jalan Banceuy. Pemakaman ini disebut Oud Kerkhof.

“Pembangunan Pasar Baru semakin serius sejak tahun 1924. Pada tahun 1935 pasar ini digambarkan sebagai pasar terbersih dan paling tertib di Hindia Belanda,” kata Fei sambil menunjukkan potret yang saat itu menjadi Pasar Baru.

Namun, nama Jalan Tamim tak lepas dari Pasar Baru. Saat itu, Jalan Tamim menjadi tempat wisata pakaian dengan harga terjangkau. Jalan ini menjadi titik awal pawai kemenangan factory outlet di Bandung. Hal ini juga menjadi faktor variasi barang di sepanjang Jalan Otista hingga interior Gang Pasar Baru.

“Di sini keluarga pedagang Pasar Baru mulai beredar. Beberapa nama jalan dan gang juga menggunakan nama keturunan para saudagar kaya tersebut. Misalnya Haji Tamim, Siti Basarah, Tahuroji, nama-nama ini menonjol karena bukan nama Sunda. Mereka adalah penjual pertama di pasar dan menjadi kaya dari berdagang mulai dari kain hingga pasar basah seperti sayuran dan daging,” jelas Fei.

“Kekayaannya terkenal karena dikabarkan salah satu dari mereka memiliki tanah di sepanjang Jalan Otista hingga Tegalega Square. Mereka memiliki kebiasaan menikahkan pedagang kaya untuk menjaga kekayaan dan bisnis mereka tetap berjalan. Salah satunya adalah keturunannya Haji Musri, suami pertama Inggit Garnasih,” lanjutnya.

Sekarang mungkin sebagian besar pedagang adalah pendatang yang tidak merasa seperti saat Pasar Baru masih pasar ciguriang. Namun rupanya sejarah ini masih dipertahankan agar para pedagang tetap mengenal sejarah Pasar Baru ini.

“Kalau saya jual sudah lama, Neng. Setelah krisis keuangan saya menjual berbagai minuman sampai anak saya akhirnya mulai membuka Cendol di sini. Ibuku pernah bercerita tentang Bandung, itu mudah. ​​Kami punya pasar negara, tidak ada aspal dan macet seperti sekarang, “kata Esih, 59, yang setiap hari berjualan es krim cendol.

Pedagang asal Garut ini juga bercerita bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan Pasar Baru terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Jawa, Cina, India dan Arab sejak zaman dahulu. Menurutnya, perekonomian di kawasan Bancuy-Pasar Baru juga menjadi kuat karena letaknya yang strategis, salah satunya dekat Stasiun Kereta Api Bandung.

Gedung Pasar Baru yang sangat besar itu kini merupakan hasil pembangunan pada tahun 2001 dan diresmikan oleh Walikota Bandung pada tahun 2003. Gedung tersebut diberi nama Pasar Baru Trade Center karena menjadi pusat perdagangan segala macam barang.

(au/mso)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button