PUKIS memberikan komentar kritis tentang harga wisata Komodo - WisataHits
Yogyakarta

PUKIS memberikan komentar kritis tentang harga wisata Komodo

Yogyakarta, JurnalPost.com – 9 Agustus 2022 – Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS) menyambut baik keputusan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) untuk menunda kenaikan harga tiket Pulau Komodo dan Padar hingga Januari mendatang. 1 , 2023.

“Kami mendukung penundaan kenaikan tarif sekaligus menyampaikan sejumlah komentar kritis kepada pemerintah pusat dan daerah,” kata Direktur Eksekutif PUKIS MM Gibran Sesunan dalam siaran pers di Yogyakarta, Selasa (8 September). Seperti diketahui, Pemprov NTT dengan dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berencana memberlakukan tarif baru di Taman Nasional Komodo sebesar Rp 75.000 untuk wisatawan domestik (wisnus) dan Rp 150.000 untuk wisatawan mancanegara. wisatawan (Wisatawan) Rp 3.750.000 per tahun per orang.

Pertama, PUKIS mengkritisi minimnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kajian, yang berujung pada keputusan kenaikan tarif di Taman Nasional Komodo. “Pemerintah mengatakan ada studi. Sekarang publik bertanya, dimana studinya?” kata Gibran. Untuk itu, PUKIS mendesak pemerintah segera membuka kajian tersebut agar masyarakat dapat lebih memahami latar belakang kebijakan dan alasan di baliknya.

Selain itu, pemerintah perlu mengkaji dampak kenaikan tarif terhadap masyarakat dan pemangku kepentingan industri pariwisata. Selain itu, sejak tahun 2020, UNESCO telah mengingatkan pemerintah akan potensi dampak terhadap mata pencaharian masyarakat lokal yang dapat memicu protes seiring dengan rencana reformasi pariwisata di Taman Nasional Komodo. Dengan kata lain, peringatan dari UNESCO ini diabaikan oleh pemerintah.

Kedua, PUKIS menuntut agar kenaikan tarif tidak hanya ditunda, tetapi juga nilai kenaikannya dinilai kembali. “Kenaikan tarif tiba-tiba diterapkan dalam skala yang luar biasa,” kata Gibran. Kenaikan tarif yang mencapai 25 kali untuk turis asing dan 50 kali untuk turis asing berpotensi menimbulkan diskriminasi dan eksklusivitas dalam pariwisata.

Menurut BPS, upah rata-rata pekerja di Indonesia hanya Rp 2.892.537 per bulan. “Jadi pembangunan untuk siapa? Jangan sampai pembangunan Destinasi Wisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo justru meminggirkan masyarakat dan wisatawan lokal, meski pembangunan infrastruktur tersebut memakan banyak uang rakyat (APBN),” kata Gibran.

PUKIS mengingatkan bahwa World Tourism Organization UNWTO menyatakan bahwa pariwisata berkelanjutan harus memberikan manfaat sosial ekonomi yang merata kepada semua pemangku kepentingan, terutama masyarakat lokal.

Ketiga, PUKIS mempertanyakan alasan keberlanjutan ekosistem, yang berulang kali diulang oleh pemerintah. PUKIS membantah klaim tersebut karena Presiden Jokowi sendiri menargetkan jumlah kunjungan ke DPSP Labuan Bajo sebanyak 1,5 juta orang per tahun. Target ini enam kali lipat dari jumlah kunjungan tahun 2019 yang sebanyak 256.000 orang menurut data Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif. Artinya kebijakan ini justru dapat memperburuk situasi overtourism di Taman Nasional Komodo. “Ini sangat kontradiktif dan kontraproduktif. Di satu sisi pemerintah ingin beralih dari mass tourism ke quality tourism, di sisi lain meningkatkan target kunjungan wisatawan secara besar-besaran,” tutup Gibran. ***

Publikasi: Pusat Pelaksana Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS)

Source: jurnalpost.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button