Pemulihan Bisnis Pariwisata: Peluang dan Tantangan - WisataHits
Yogyakarta

Pemulihan Bisnis Pariwisata: Peluang dan Tantangan

Oleh Prof. DR Anton A. Setyawan SE, M.Si, Guru Besar Ilmu Manajemen FEB UMS

PANDEMI Covid-19 telah meninggalkan dampak pada beberapa perusahaan yang sebelumnya dianggap menjanjikan dan memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah bisnis pariwisata. Kebijakan Pembatasan Wilayah dan jarak sosial, menyebabkan runtuhnya bisnis pariwisata. Karena bisnis ini mengandalkan mobilitas manusia untuk mengunjungi objek dan acara Perjalanan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 jumlah wisatawan mencapai 14 juta orang. Meningkat pada tahun 2018 dan 2019 dengan jumlah 16 juta orang. Pada tahun 2020 terjadi penurunan drastis, hanya tersisa 4 juta orang. Dan akan menyusut lagi menjadi 2 juta orang pada tahun 2021 (Restandhari, 2022).

Pariwisata merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2021, jumlah orang yang bekerja di industri pariwisata akan menjadi sekitar 14,3 juta orang, atau 11,83 persen dari total jumlah orang yang dipekerjakan, menurut perkiraan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Kemerosotan bisnis pariwisata telah mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaan. Puncaknya pada Februari 2021, sekitar 3.349 karyawan perusahaan pariwisata di Bali harus di-PHK (pemutusan hubungan kerja).

Bisnis pariwisata di Indonesia telah belajar dua pelajaran bisnis penting. Pertama, masalah kesehatan. Ini bisa menjadi risiko yang perlu dipertimbangkan perusahaan. Selama pandemi, masalah kesehatan menyebabkan kelumpuhan ekonomi. Dan butuh waktu lama untuk pulih.

Kedua, Peran teknologi dalam meningkatkan proses bisnis tidak dapat dielakkan lagi bagi para pelaku bisnis. Hal menarik lainnya terkait proses kelangsungan hidup bisnis di masa pandemi adalah pemanfaatan teknologi untuk merespon perubahan lanskap bisnis.

Keputusan untuk bekerja secara online mendorong perusahaan untuk mengubah proses mereka. Dalam hal ini juga, tidak banyak penyesuaian yang bisa dilakukan oleh perusahaan pariwisata. Karena masih didominasi oleh pengalaman mengunjungi atau mengunjungi destinasi wisata acara Perjalanan.

Kurva penularan Covid-19 saat ini semakin miring. Pandemi sebenarnya belum berakhir. Di sisi lain, bisnis pariwisata mulai menanjak, meski belum kembali seperti sebelum pandemi.

peluang dan tantangan

Pandemi sesungguhnya membuka peluang baru yang bisa digali dari bisnis pariwisata. Permasalahan yang muncul akibat kebijakan pembatasan wilayah dan jarak sosial Mencari solusi dengan teknologi. Sebagai contoh acara Pariwisata yang terkait dengan bisnis MICE (Rapat, insentif, perjalanan, konferensi, dan pameran). Mengalami perubahan proses bisnis dengan seminar dan konferensi online yang masih dilaksanakan dan menjadi alternatif proses bisnis bagi para pelaku bisnis MICE.

Peluang berikutnya, segmentasi pasar yang terdiversifikasi. Kebutuhan perjalanan saat ini tidak hanya didominasi oleh kalangan berpenghasilan tinggi. Tapi juga mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah. Destinasi wisata lokal memiliki pasar yang menjanjikan.

Secara umum, wisatawan dibagi menjadi dua kelompok. Yakni wisatawan asing dan wisatawan domestik. Nah, sekarang ada turis lokal yang berkunjung ke destinasi wisata lokal. Misalnya pantai di daerah Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan.

Contoh lain adalah pengembangan desa liburan. Misalnya, Desa Ponggok di Kabupaten Klaten dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kekayaannya mencapai miliaran rupiah. Oleh karena itu, perusahaan pariwisata perlu lebih serius menangani segmen wisatawan lokal ini. Apalagi di tengah ancaman resesi global yang melanda Eropa dan Amerika Serikat.

Berikutnya adalah pengembangan klaster pariwisata. Cluster adalah sekelompok perusahaan dalam industri dan lokasi yang sama, dan antara perusahaan yang berbagi hubungan jaringan bisnis yang sama (Porter, 1998).

Dalam konteks bisnis pariwisata itu sendiri, lebih tepat berbicara cluster dengan perusahaan pendukung. Karena klaster pariwisata memiliki core business destinasi atau acara Pariwisata didukung oleh perusahaan pendukung. Misalnya, pantai-pantai di Gunungkidul terdiri dari tujuan wisata pantai yang didukung oleh restoran, warung, toko suvenir, toko suvenir, perusahaan transportasi dan layanan lainnya.

Pola pengembangan ini memiliki dua keunggulan. Pertama, Klaster industri yang didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat berbagi sumber daya. Baik aset fisik maupun sumber daya manusia (SDM) dan teknologi. Kedua, Jika pemerintah memiliki anggaran untuk insentif atau dukungan di klaster, anggaran bisa lebih fokus. Sehingga penggunaannya menjadi lebih efisien.

Pemulihan bisnis pariwisata juga terkait dengan tantangan besar. Pertama, lanskap bisnis yang terus berubah yang membutuhkan pendekatan berbeda. Bisnis pariwisata tidak memiliki sumber daya untuk beradaptasi dengan lanskap bisnis yang berubah.

Misalnya, hingga saat ini belum ada teknologi yang dapat menggantikan pariwisata berbasis destinasi alam. Meskipun ada beberapa kesepakatan dengan teknologi realitas maya. Namun masih jauh dari tujuan pengganti destinasi wisata.

Kedua, resesi ekonomi yang mengancam. Prospek ekonomi tahun 2023 menunjukkan risiko resesi ekonomi global. Hal ini bisa berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Karena itu, perusahaan pariwisata perlu fokus pada wisatawan domestik dan lokal.

daya saing industri pariwisata

Industri pariwisata di Indonesia memiliki daya saing yang tinggi karena keunikannya. hore dkk., (2020) menyatakan bahwa keunikan merupakan sumber daya saing industri yang sulit ditiru oleh pesaing. Dalam konteks ini, destinasi alam yang indah itu unik dan sulit disaingi. Termasuk kekayaan budaya.

SDM merupakan faktor penting yang mendukung daya saing industri pariwisata. Terdiri dari para profesional di industri pariwisata yang memahami standar kualitas layanan dan proses bisnis. Faktanya, industri pariwisata masih kekurangan tenaga profesional bersertifikat.

Pemulihan ekonomi dan industri pariwisata juga memerlukan perencanaan pembangunan yang terarah dan terkoordinasi. Koordinasi lintas sektor oleh instansi pemerintah diperlukan untuk pemulihan pariwisata. Ketika pemerintah pusat dan daerah merencanakan kawasan pariwisata, pembangunan infrastruktur, infrastruktur, dan politik juga harus terintegrasi.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button