Menggali pentingnya pusat pembelajaran bertema komunitas Wana - WisataHits
Yogyakarta

Menggali pentingnya pusat pembelajaran bertema komunitas Wana

JOGJA-Pengelolaan hutan secara do-it-yourself untuk hutan inklusif disesuaikan dengan warna tematik sesuai konsep sociopreneur. Sociopreneurs dipilih dengan harapan dapat memecahkan masalah sosial di masyarakat, seperti B. meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar penyangga hutan, berperan dalam mengatasi stunting, membuka akses bagi penyandang disabilitas agar tidak ada masyarakat yang tertinggal dan sebagainya dapat berperan dalam pengelolaan hutan.

Kuncoro Cahyo Aji, Kepala DLHK DIY, mengatakan pengelolaan hutan dilakukan melalui pendekatan sosial budaya, yakni dengan menyesuaikan kearifan lokal dan dominasi budidaya hasil hutan yang ada maupun yang dikembangkan masyarakat setempat.

Mewujudkan hutan inklusif membutuhkan partisipasi masyarakat, maka didirikanlah pusat belajar masyarakat sebagai badan publik untuk mengundang kelompok tani hutan (KTH), masyarakat sekitar penyangga hutan, pendamping hutan dan pejabat terkait sebagai bentuk komunikasi partisipatif untuk menyelaraskan persepsi dalam Rujukan pengelolaan kawasan hutan tentunya.

Selain itu, Pusat Belajar Masyarakat didirikan karena banyak pendatang yang memanfaatkan hutan di luar dengan fasilitas dan fungsinya, sehingga perlu dilakukan perubahan mekanisme dan SOP pemanfaatan sumber daya.

Saat ini pelibatan yang sedang berlangsung berada pada tahap informasi atau sosialisasi masyarakat dengan harapan kedepannya akan muncul kemitraan atau hubungan dua arah antara pemerintah dengan pemangku kepentingan terkait dan masyarakat dapat mandiri dan berkembang sejalan dengan tujuan hutan inklusif. .

“Sosialisasi dilakukan enam kali sesuai dengan enam jenis warna tematik, antara lain wana kuliner, husada wana, wana handycraft, wana pariwisata, wana wiyata, dan wana gotong royong,” jelasnya dalam siaran pers yang didapat. harianjogja.com, Jumat (25/11/2022).

Tujuan didirikannya pusat belajar masyarakat adalah untuk memahami masyarakat sekitar penyangga hutan dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan dan mendorong kelestarian hutan inklusif sehingga dapat terwujud sesuai dengan tujuan. Kemudian mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan hutan sesuai warna tematik.

Dari hasil PKH, sekolah hutan perlu ditindaklanjuti sebagai bentuk peningkatan kapasitas, ke depan sekolah hutan akan fokus pada dua bidang utama peminatan pengembangan dengan mengadaptasi warna tematiknya dan mengembangkan budidaya turunan hasil olahan hutan.

Misalnya di Sekolah Hutan Wana Husada (kawasan Madronto), kedepannya akan dibagi menjadi dua peminatan yaitu pertama peminatan pengembangan budidaya Empon Empon mulai dari penanaman hingga peningkatan kualitas produksi dan pengemasan serta peminatan. kedua adalah Menggunakan Empon-Empon sebagai bahan untuk kegiatan spa.

Sedangkan untuk Sekolah Hutan di Mangunan akan ada dua peminatan yaitu Pengembangan Pariwisata
dan pengembangan budidaya ulat sutera.*

DIDUKUNG:

Kisah dua brand kecantikan lokal yang diuntungkan Tokopedia: Duvaderm dan Guele

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button