Mengayunkan Setir Seperti Priayi Kauman Solo Saat Usaha Tie Dye Tak Bisa Diandalkan - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Mengayunkan Setir Seperti Priayi Kauman Solo Saat Usaha Tie Dye Tak Bisa Diandalkan – Solopos.com

Mengayunkan Setir Seperti Priayi Kauman Solo Saat Usaha Tie Dye Tak Bisa Diandalkan – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Proses Pembuatan Sosis Solo di Kedai Saebani, Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon pada Rabu (02/01/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Ketika hasil penjualan toko tie-dye tak bisa dipercaya akibat pandemi Covid-19, priyayi asal Kauman, Solo ini beralih ke bisnis kuliner yang perputaran uangnya lebih cepat.

Sebanyak 79 orang bergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Piyayi Kauman, Solo untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Piyayi sendiri merupakan nama lain dari Priyayi, artinya seseorang yang masuk dalam strata sosial dengan kedudukan yang dianggap terhormat.

Special Offers Penawaran spesial yang menarik, menginap di Loa Living Solo New Bisa nonton Netflix sepuasnya!

Ketua KUBE Piyayi Kauman, Henri Prabowo menjelaskan, anggota yang tergabung dalam komunitas tersebut adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di wilayah Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. KUBE Piyayi Kauman sendiri berada di bawah naungan Perkumpulan Kampung Wisata Batik Kauman (PKWBK) yang diketuai oleh Gunawan Setiawan.

Banyaknya pelaku ekonomi kuliner di Kauman dimulai sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Tak bisa mengandalkan penjualan tie-dye di Kauman, mereka kebanyakan beralih ke kuliner yang perputarannya lebih cepat.

Pos tunggal EMagz

Kemudian mereka mendirikan komunitas pada tahun 2021. Kemudian mereka mengembangkannya ke wilayah yang lebih luas dengan mendirikan Kauman Halal Culinary (KHK) karena ada dukungan dari Bank Indonesia pada November 2022.

KHK diprakarsai oleh 21 orang dengan 15 anggota dan enam pengurus. Sebanyak 15 anggota merupakan kelompok masyarakat yang merupakan komunitas mandiri. Mereka adalah orang-orang yang kegiatan ekonominya sangat terbatas.

Dengan berbasis komunitas, mereka dapat mengembangkan bisnis mereka lebih cepat. Anda bisa mendapatkan pendampingan untuk pengurusan sertifikasi Halal dan izin P-IRT dalam waktu yang relatif cepat dan gratis. Usaha mereka juga dilirik oleh banyak penyedia bantuan usaha seperti Baznas, Bank Syariah Indonesia, dan Bank Indonesia.

“Istilah kelompok subsisten hanya berjualan hari ini untuk makan hari ini, kalau besok tidak berjualan tidak akan makan. Kami menerima data mata pencaharian langsung dari kelurahan untuk dipromosikan sehingga kami bisa membuat produk bersama,” jelas Henri saat ditemui Solopos.com di Kedai Saebani Kauman, Rabu (2/1/2023).

Mereka mendirikan KHK sebagai respon wisatawan yang berkunjung ke Kampung Batik Kauman untuk mencari makanan yang dijamin halal. Akhirnya, mereka mendirikan Kedai Saebani, sebuah pusat kegiatan mulai dari penjualan hingga produksi hingga mengadakan pelatihan. Toko tersebut berada di bekas rumah warisan keluarga milik salah satu anggota.

Solopos interaktif

Pelatih KUBE Piyayi Kauman, Dewi Aminah, menjelaskan bahwa setiap masyarakat memiliki produk masing-masing, namun mereka juga memiliki produk umum yang menjadi andalan yaitu Sosis Beku Solo. Setelah mendapat bantuan peralatan dari Bank Indonesia, 21 orang tersebut menyumbangkan uang swadaya Rp 50.000/orang untuk membeli bahan pembuatan sosis Solo. Berbekal dari mulut ke mulut, pesanan mereka terus bertambah, dalam satu bulan mereka menghasilkan rata-rata 1.000 per bulan.

Dewi menjelaskan, dengan terbentuknya komunitas ini, para pelaku bisnis di sana akan tumbuh dan berkembang secara harmonis. Kamu bisa belajar pemasaran digital, pengemasandan berbagai pelatihan lainnya.

“Tentu ini menggerakkan ekonomi masyarakat sehingga masyarakat subsisten ini bisa mandiri, minimal tidak punya utang. Jadi dari hasil mereka bisa menabung di masyarakat, kalau perlu bisa mengambil uang dari tabungan,” kata Dewi.

Sekretaris KUBE Piyayi Kauman, Irfani Fitri Azizah menjelaskan, dirinya awalnya memiliki produk Bubur Bayi Mafaza. Setelah bergabung dengan komunitas, ia ikut serta dalam penjualan sop bumbu sebagai pengembangan produk. “Di komunitas ini saya ‘dipaksa’ untuk berkreasi karena saya berada di ranah orang-orang kreatif. Jadi termotivasi,” kata Irfani.

iklan

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button