Mengantisipasi kecelakaan bus wisata, Organda menyoroti peran makelar transportasi - WisataHits
Yogyakarta

Mengantisipasi kecelakaan bus wisata, Organda menyoroti peran makelar transportasi

TEMPO.CO, Yogyakarta – Kecelakaan bus wisata di Bukit Bego Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta 6 Februari lalu menjadi tragedi yang tak terlupakan, termasuk bagi para tour operator. Dalam kejadian naas itu, 14 anggota rombongan wisata tewas, termasuk sopir bus asal Sukoharjo, setelah bus menabrak tebing di jalan menuju ke sana akibat rem pengemudi blong.

“Ada tiga hal yang kami perhatikan agar tragedi kecelakaan turis seperti di Bukit Bego ini tidak terjadi lagi,” kata Hantara, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DI Yogyakarta, saat berbicara dalam forum bertajuk Keselamatan Bus Pariwisata di Indonesia di Yogyakarta, Rabu, 30 November 2022 .

Dalam forum Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kata Hantara
Ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk mencegah potensi kecelakaan yang melibatkan bus wisata, yakni pengawasan operator, manajemen awak pelatih, dan edukasi wisata.

“Perlu diketahui bahwa di Yogyakarta ada 95 persen penyedia jasa bus yang sebenarnya tidak memiliki kendaraan, bukan operator, hanya perantara yang mencari bisnis,” kata Hantara.

Saat broker ini bermain dan menawarkan jasa travel, jumlah order yang masuk terlacak. Tidak mengutamakan kondisi awak kapal, kondisi bus dan aspek keselamatan lainnya.

“Dengan banyaknya rantai perantara, operator yang menerima pesanan tidak melakukan manajemen kru dengan baik, kru yang diturunkan memiliki kapasitas dan menguasai tempat,” kata Hantara, yang mencontohkan banyak penyedia jasa transportasi wisata di Yogyakarta yang tidak terdaftar di asosiasi.

Mengenai awak bus wisata, Hantara menjelaskan ada dua jenis perilaku antara bus pariwisata dan pengemudi jalan biasa. Pengemudi bus wisata, katanya, punya kebiasaan saat medan jalan menurun tajam, sehingga cepat-cepat menggeser persneling kecil untuk membantu mengerem, meski risikonya lebih boros. onderdil set bantalan rem.

Pengemudi normal tetap pada gigi tinggi agar kondisi kampas rem lebih irit. Ini adalah masalah klise yang sepele, namun sangat fatal akibatnya.

“Selain masalah crewing, operator yang mengandalkan calo ini juga cenderung mengabaikan kondisi kendaraannya, apakah laik jalan atau tidak,” kata Hantara.

Meski disetujui Hantara, bus yang sudah berusia 10-15 tahun tetap bisa beroperasi dengan perawatan yang baik. Hanya saja, dalam kasus kecelakaan di Bukit Bego, Imogiri Hantara yang juga operator bus wisata asal Imogiri mengatakan demikian karena kesalahan manusia.

Parahnya lagi, menurut Hantara, di tengah kondisi semrawut penataan transportasi wisata, belum banyak wisatawan sebagai pengguna jasa yang teredukasi tentang anjuran transportasi yang aman. “Wisatawan tidak punya referensi untuk memilih transportasi, yang biasanya mereka kejar adalah yang biayanya paling murah,” ujarnya.

Dalam forum tersebut, Minggu, 6 Februari 2022, Pelaksana Tugas Subkomite Lalu Lintas dan Angkutan Jalan KNKT Ahmad Wildan mengumumkan hasil investigasi kecelakaan bus pariwisata di Bukit Bego Imogiri Sukoharjo.

“Terjadi kegagalan pengereman karena pengemudi memasukkan gigi tinggi (besar) di jalan menurun, yang kemudian memaksa pengemudi melakukan pengereman berulang kali,” kata Wildan.

Bus wisata juga kehabisan udara dan akibatnya gaya pneumatik yang dihasilkan oleh sistem pengereman tidak mampu memberikan dorongan untuk memaksa terpal menekan tromol dan rem gagal. Pada akhirnya, terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa manusia.

Baca juga: Nama bus wisata unik di berbagai kota, dari Bandros hingga Domapan

Selalu update informasi terbaru. Tonton breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di channel Telegram “http://tempo.co/”. klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button