Kunjungi Kedai Kopi Pertama di Kayutangan Heritage Village - WisataHits
Jawa Timur

Kunjungi Kedai Kopi Pertama di Kayutangan Heritage Village

Memuat…

Rumah (di Malangan Hamur) Mbah Ndut didirikan pada tahun 1923. Rumah ini terletak di Jalan Basuki Rahmat Gang 4 No. 938. Bangunan atap pelana ini berukuran 8,5 x 17,5 meter persegi.

MISKIN – Kampoeng Heritage Kajoetangan telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya di kota Malang. Tidak hanya di sepanjang Jalan Basuki Rahmat yang telah berkembang menjadi kawasan ekonomi dengan daya tarik sejarah selama bertahun-tahun dengan bangunan-bangunan tuanya. Namun, koridor dalam, sebuah desa di jalur sepanjang salah satu jalan utama di Kota Malang, memiliki pesona tersendiri.

Banyaknya bangunan tua, penduduk yang ramah dan sopan termasuk kuliner khas tradisional menjadi daya tarik yang layak untuk dikunjungi dan dicicipi. Salah satunya adalah Kopi Hamur karya Mbah Ndut. Menu yang ditawarkan tidak berjiwa petualang, hanya kopi seduh, latte dan sekoteng, ada juga beberapa makanan tradisional seperti onde-onde dengan harga yang ramah kantong.

Namun, yang menjadi magnet bagi pengunjung untuk datang ke tempat ini adalah karena toko ini terletak di sebuah rumah tua yang nyaman. Bahkan Kopi Hamur Mbah Ndut adalah kafe atau kafe pertama di koridor Kayutangan Heritage.

“Jadi sebelum penghuni lain membangun kafe, saya pergi dulu. Kemudian, karena tempat saya ramai, banyak orang mulai bergabung (memulai kedai kopi). Jika rumah ada di sini, itu juga mendukung tempat itu. Ini adalah rumah kakek-nenek istri saya, rumah para pundes untuk keluarga besar. Padahal, rumah Mbah Ndut selalu dikenal karena badannya yang gendut,” kata pemilik rumah sekaligus pendiri Kopi Hamur Mbah Ndut.

Kunjungi Kedai Kopi Pertama di Kayutangan Heritage Village
Rumah (di Malangan Hamur) Mbah Ndut didirikan pada tahun 1923. Rumah ini terletak di Jalan Basuki Rahmat Gang 4 No. 938. Bangunan atap pelana ini berukuran 8,5 x 17,5 meter persegi. Pemilik pertama adalah Haji Ridwan dan Mardikyah, diturunkan melalui keluarga Saadiyah dan sekarang didiami dan dikelola oleh Rudi Haris.

Menurut Rudi Haris, bangunan ini tetap dipertahankan seperti semula. Terlihat dari bentuk dan jendelanya, serta ubin berwarna kuning yang dengan jelas menunjukkan ciri-ciri rumah tua. Baris terpanjang barang antik dan furnitur terawat di rumah ini. Mulai dari kursi dan lemari kayu tua, teko, kaset, telepon, timbangan, pannier, televisi dan radio.

“Masih asli dan rumahnya belum diubah. Hanya bagian depan yang ditambahkan. Ada kanopi dan toko. Kanopi ini juga sudah ada sejak lama, sejak tahun 1994. Jadi baru pertama kali ada canopy di Indonesia, jadi saya pasang. Ada banyak barang lama di sini juga, jadi mari kita keluarkan dulu. Sejak radio dibeli pada tahun 1961, tanda terimanya masih ada. Harganya waktu itu Rp 6.900, belinya di toko Srikandi, pas di perempatan,” ujarnya.

Rudi mengatakan bahwa dia dulu menjalankan toko kelontong di rumah ini. Sejak tahun 2018, saat Pemkot Malang menetapkan kawasan Kayutangan sebagai kawasan wisata, Rudi Must juga mulai membuka kafenya karena melihat potensi banyak wisatawan untuk datang ke desanya.

Ayah tiga anak ini mengaku selalu membiarkan pintu rumahnya terbuka. Pria ramah ini buka tokonya setiap hari mulai pukul 8 pagi WIB dan biasanya tutup sementara sebelum matahari terbenam dan buka kembali setelah Isya. Rudi juga menuturkan, di awal pembukaan Kampoeng Kajoetangan, ia kedatangan dua tamu asal Malaysia yang merupakan penikmat rumah-rumah bersejarah.

“Dia buka IG-nya, katanya, lalu muncul rumah saya. Kemudian mereka terbang ke Surabaya dan melanjutkan perjalanan mereka di sini. Waktu itu saya tidak buka, saya masih bersih-bersih, tapi orang itu sudah berdiri di depan pagar. Mereka duduk di lantai dan minum kopi selama setengah hari sementara saya disuruh bercerita tentang desa. Kemudian langsung pamit ke Malaysia. Jadi dari Malaysia ke Indonesia, tujuannya hanya sampai di sini. Ini adalah dorongan bagi saya. Saya menerima kabar bahwa banyak pemilik rumah akhirnya membuka pintu mereka. Saat apartemen saya buka, orang mau masuk, silakan lihat-lihat, tolong, bahkan jika mereka ingin melihat kamar saya, mereka dipersilakan. Jadi yang paling open house adalah rumah saya,” kata Rudi.

Kunjungi Kedai Kopi Pertama di Kayutangan Heritage Village
Rudi juga menyebutkan Wali Kota Sutiaji yang mampir ke tokonya sebelum pandemi banyak dikunjungi turis dari luar negeri seperti Prancis, Swiss dan negara lain, selain pelanggan domestik dan turis.

“Biasanya mereka pergi ke desa dan kemudian minum kopi di sini. Mereka kaget ada kopi yang begitu enak, tapi kok harganya murah, cuma lima ribu. Sangat senang Anda berada di sini. Jika tidak ada pemandu wisata, saya biasanya mengundang orang yang bisa berbahasa Inggris ke sini agar saya bisa memberi tahu mereka,” sambungnya.

Source: lifestyle.sindonews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button