Kalau ke Kota Solo, jangan lupa mampir ke 3 pasar legendaris ini: Okezone Travel - WisataHits
Jawa Tengah

Kalau ke Kota Solo, jangan lupa mampir ke 3 pasar legendaris ini: Okezone Travel

KOTA solo selalu menarik wisatawan karena kaya akan tujuan wisata. Selain wisata alam, banyak juga wisata sejarah dan budaya di kampung halaman Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Salah satu yang menarik untuk disimak adalah sejumlah pasar legendaris yang ada di sana. Nah, kali ini zona ok akan mengulas 3 pasar legendaris bersejarah kota solo. Bagaimana menurutmu? Berikut ulasannya;

Pasar besar

Terletak di kawasan Sudirman, Solo, ini adalah salah satu pasar tertua di Solo yang masih terpelihara dengan baik. Pasar Gede didirikan pada tahun 1930 di atas lahan seluas 10.421 hektar yang dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Thomas Karsten. Awalnya pasar ini mendapat nama Pasar Gede karena atapnya yang besar. Namun, nama resmi pasar ini adalah Pasar Gedhe Hardjanagara.

Seiring dengan perkembangannya, Pasar Gede tumbuh menjadi pasar terbesar dan termegah di Solo. Pasar ini terdiri dari dua bangunan yang dipisahkan oleh jalan yang sekarang dikenal sebagai Jalan Sudirman. Masing-masing dari dua bangunan ini terdiri dari dua lantai, dengan gerbang di bangunan utama yang terlihat seperti atap singgasana.

Pasar besar di Solo

Pasar Gede (Foto: Okezone/Siska Maria Eviline)

Dilihat dari gaya arsitekturnya, Pasar Gede memiliki perpaduan arsitektur Belanda dan Jawa. Pada tahun 1947 Pasar Gede dihancurkan oleh serangan Belanda. Pemerintah Indonesia mengambil alih wilayah Solo dan sekitarnya dan merenovasi pasar kembali pada tahun 1949. Perbaikan atap pasar yang baru selesai pada tahun 1981, dengan pemerintah mengganti atap lama dengan atap kayu.

Pasar ini juga dirusak oleh pembakaran massal tahun 1998. Namun, pada tahun 2001, Pemerintah Kota Solo mampu merenovasi pasar dengan tetap mempertahankan arsitektur aslinya. Kini Pasar Gede menjadi pusat pasar jajanan kaki lima terbesar di Solo dimana Anda bisa menemukan jajanan seperti Es Dawet, Mendut, Saren-Brei dan Cabuk Rambak.

Pasar Klever

Jika Pasar Gede lahir pada masa penjajahan Belanda, Pasar Klever didirikan pada masa pendudukan Jepang. Pada saat itu, pasar Klewer mencerminkan kemerosotan ekonomi Indonesia selama periode 1942–1945. Seluruh lapisan sosial masyarakat, baik kelas bawah maupun atas di Kota Solo, menjadikan Pasar Klewer sebagai pusat jual beli pakaian, perhiasan dan barang antik.

Pasar Klewer berdiri di atas tanah seluas 12.950 m2 dan dulunya bernama Pasar Slompretan, yang letaknya bersebelahan dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Masjid Agung. Saat itu, pasar ini tidak hanya memiliki pamor di kota Solo, tetapi juga terkenal sebagai pusat penjualan pakaian dan tekstil di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Pasar Klever

Pasar Klewer (Foto: Okezone/Siska Maria Eviline)

Para pedagang Pasar Klewer pertama kali menjual dagangannya di kawasan Supit Urang, persis di depan Keraton Kasunanan. Para pedagang yang jumlahnya lebih dari 2.000 orang ini biasanya menggantungkan barang dagangannya secara acak di pinggir jalan dan membuangnya begitu saja. Karena itulah masyarakat Solo menyebut pasar ini sebagai Pasar Klewer.

Seiring dengan perkembangannya pada tahun 1970 Pasar Slompretan pasar ini direnovasi dan dibangun dengan dua lantai. Budaya Jawa sangat tercermin dalam transaksi di pasar ini. Keramahan khas Solo dan proses negosiasi harga menjadi ciri khas tersendiri bagi Pasar Klewer. Selain itu, didukung dengan harga yang murah dan kualitas yang mumpuni.

Pasar Triwindu

Pencinta barang antik dan langka bisa singgah sejenak di kawasan Pasar Triwindu Solo. Pasar ini terletak di kecamatan Diponegoro, jantung Kota Solo, yang berada di depan Pura Mangkunegaran. Berbagai jenis barang antik dapat ditemukan di sini, seperti kamera, keris, arca, arca, fosil, lampu gantung hingga batik tua.

Pasar Triwindu didirikan sekitar tahun 1939 untuk memperingati 24 tahun masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII.

Nama pasar ini berasal dari bahasa Jawa dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu tri dan windu. Tri berarti tiga dan windu berarti delapan tahun. Sekali digabungkan, triwindu berarti 24 tahun.

Pasar Triwindu Solo

Pasar Triwindu (Foto: Instagram/@atiqahhasiholan)

Awalnya, pasar ini terdiri dari serangkaian meja yang tertata rapi yang menjual berbagai jajanan pasar, majalah, dan pakaian. Namun, pada tahun 1960, para pedagang ini mendirikan kios-kios kecil, yang berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan barang antik.

Pada tanggal 5 Juli 2008, pasar ini direnovasi dan dibangun gedung baru yang sesuai dengan arsitektur tradisional Jawa.

Bangunan terdiri dari dua lantai dengan halaman yang luas untuk parkir. Di tempat parkir yang luas ini sering digunakan untuk kegiatan seni budaya, baik lokal, nasional maupun internasional.

Source: travel.okezone.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button