Jangan khawatir tentang penerus, regenerasi melalui anak sekolah • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Jangan khawatir tentang penerus, regenerasi melalui anak sekolah • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Pandemi Covid-19 telah melanda berbagai sektor termasuk keberlanjutan produsen tie-dye di Gunting Padukuhan, Gilangharjo, Pandak, Bantul. Kondisi ini mengancam kebangkitan tie-dye di wilayah tersebut karena banyak pengusaha tie-dye yang gulung tikar. Kini, masyarakat Gunting mencoba menghidupkan kembali kebangkitan tie-dye dengan mendeklarasikan destinasi wisata kecil tie-dye.

IVAN NURWANRO, Bantul, Radar Jogja

Padukuhan Gunting yang terletak di sisi selatan Bantul ini sudah lama dikenal sebagai sentra batik Bumi Projotamansari. Banyak orang di daerah ini yang berprofesi sebagai pembatik. Mulai dari ikat celup tulisan, celup stempel hingga kombinasi keduanya. Ada beberapa gaya tie-dye yang berkembang, mulai dari tie-dye jogja hingga tie-dye modern.

Namun, situasi pandemi dua tahun lalu cukup mengganggu keberlangsungan tie-dye di kawasan itu. Banyak produsen tie-dye senior di Gunting Padukuhan gulung tikar karena penjualan mereka turun karena berbagai pembatasan selama pandemi. Diketahui, dari sekitar 100 batik di desa tersebut, hanya tersisa 30 persen.

“Batik sudah menjadi icon daerah kita, tapi karena pandemi kemarin banyak yang gulung tikar dan tidak ada penerusnya,” kata Manajer Desa Wisata Batik Tumilan kemarin (6/9).

Di tengah kebangkitan ekonomi pascapandemi seperti sekarang ini, masyarakat mulai berusaha untuk mempertahankan predikat kampung tie-dye yang dikaitkan dengan Gunting Padukuhan. Salah satunya dengan terus mengupayakan pembaharuan tie-dye dengan memulai tur-tur kecil tie-dye. Ini merupakan upaya untuk menggantikan pengusaha tie-dye yang sebelumnya gulung tikar.

Tumilan mengatakan konsep pariwisata berbasis pendidikan membatik dengan melibatkan langsung anak-anak usia sekolah. Dari SD sampai SMA. Anak-anak nantinya akan berkontribusi dalam memberikan pengetahuan tentang batik kepada teman atau wisatawan yang sebaya.

Selain itu, berdirinya Kampung Wisata Batik Kecil di Gunting juga merupakan upaya warga desa untuk terus menggalakkan regenerasi Batik di wilayahnya. Pasalnya, banyak dari anak-anak padukuhan ini memutuskan setelah lulus SMA untuk tidak melanjutkan usaha tie-dye orang tuanya. Padahal, potensi pascapandemi ini cukup tinggi untuk bisnis tie-dye itu sendiri.

“Kami melihat keprihatinan generasi tie-dye yang saat ini sedang sekarat. Jadi itu kemudian tumbuh melalui anak-anak sekolah dengan tujuan wisata tie-dye kecil ini, ”jelas Tumilan, yang juga Dukuh Gunting.
Terkait kondisi perajin batik pascapandemi, Tumilan menyatakan, perajin batik di Gunting Padukuhan sudah mulai bangkit. Banyak dari mereka sudah mulai memasarkan ulang pewarna ikat mereka secara online dan offline.

Untuk menjamin proses regenerasi batik, setiap sekolah di Kapanewon Pandak memasukkan pengetahuan tentang batik sebagai muatan lokal wajib. Hal ini dilakukan agar ratusan mahasiswa di daerah tersebut dapat menggantikan tie dye yang kini sudah tua. “Dengan desa wisata tie-dye kecil ini, kami berharap dapat memperkuat branding Gilangharjo sebagai hub tie-dye,” tambahnya. (malas)

Source: radarjogja.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button