Eksplorasi Kuliner: Ikan Mangut Beong, dari fine dining hingga ikon Magelang - WisataHits
Yogyakarta

Eksplorasi Kuliner: Ikan Mangut Beong, dari fine dining hingga ikon Magelang

Perkembangan zaman membawa dampak tersendiri bagi seni kuliner. Makanan yang dulu disediakan untuk bangsawan kerajaan sekarang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Konon salah satu makanan yang dulu hanya beredar di kalangan bangsawan adalah ikan.

Ikan beong adalah nama ikan di Magelang yang termasuk dalam genus Hemibagrus, famili Bagridae. Di beberapa tempat nama ikan liar dan langka ini berbeda.

Pemilik Bukit Menoreh Resto & Coffee Sutikno Setiadi memulai usahanya dengan mangut beong sejak tahun 2017. Pasokan ikan berasal dari para pemancing yang menangkap beong di sekitar sungai Progo. Nelayan akan meninggalkan beberapa joran di sore hari. Pancing dibiarkan sampai keesokan harinya dengan harapan ikan akan tersangkut.

DIDUKUNG:

Dinas Perinkopukm Jogja buka IKM di Umbulharjo dan berharap IKM naik peringkat

Penangkapan tidak bisa menggunakan jaring. “Biasanya ikan beong ini di sungai besar yang arusnya deras, mungkin agak susah, misalnya dengan jaring,” kata Sutikno saat ditemui Tim Eksplorasi Kuliner: Peduli Masakan Warisan Leluhur di Bukit Menoreh Resto & Coffee, Salaman, Magelang, Jumat (23/9/2022). ). Eksplorasi Kuliner ditawarkan oleh Jogja Daily dengan dukungan dari Borobudur Authority dan Alfamart.

Pada umumnya ikan beong banyak dijumpai pada saat musim hujan. Selain itu, jumlahnya bisa langka. Jadi, salah satu tantangan membuka usaha masakan ikan adalah terkait ketersediaan. Sutikno menjalin hubungan dengan beberapa nelayan. Usaha ini secara langsung maupun tidak langsung menjadi motor penggerak perekonomian nelayan.

Untuk menjaga pasokan ikan beong tetap konstan, Sutikno menyimpan daging ikan ini di dalam freezer. Sebelum dimasukkan isi perut ikan dibuang. Ikan harus dalam kondisi bersih.

“Keberadaan ikan beong tentunya harus terus berlanjut. Tapi pengusaha kuliner tidak boleh egois, harus tetap bersama nelayan untuk saling menguntungkan,” kata pria Jakarta berusia 60 tahun itu.

pengolahan ikan

Meski berasal dari Jakarta, Sutikno sudah mengenal Magelang dengan baik karena istrinya berasal dari daerah itu. Resep ikan beong yang dipadukan dengan bumbu mangut juga diwariskan dari istri Sutikno, Retno Ningsih.

Adapun bahannya, memasak mangut membutuhkan cabai rawit, daun salam, jahe, daun jeruk, serai, dan kunyit. Semua bahan dihancurkan dengan cara ditumbuk. Kemudian dicampur dengan Mrica, garam dan gula merah.

“Mangut yang ada di sini tanpa MSG, pakai air perasan ayam saja. Bumbunya direbus, dimasukkan, dicampur santan,” kata Retno yang berasal dari Magelang dan kini berusia 62 tahun. “Saus kami dibagi dua. Satu untuk merendam ikan saat memasak. Saus ini tidak boleh disajikan kepada pelanggan. Ada saus khusus untuk disajikan.”

Waktu memasak mangut dengan ikan sekitar 30 menit. Ukuran noda menentukan harga. Harganya berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 300.000. Ikan kering seharga Rp 300.000 bisa digunakan untuk sekitar tujuh orang. Namun tak jarang, mangut hanya dimakan oleh satu orang.

“Misalnya ada pelanggan yang ukurannya tidak untuk satu orang, mereka tidak mengayuh,” kata Retno.

Mangut terbesar di antara ikan yang pernah dimasak Retno berbobot 2,5 kilogram. Pada hari kerja, dari Senin hingga Jumat, Retno dapat menyiapkan rata-rata 30 ekor ikan untuk pelanggan. Pada akhir pekan atau periode liburan, satu kelompok dapat membagikan 100 ikan. Tidak misalnya ada kelompok lain.

Tinggalkan jejak kebaikan

Ikan Mangut Beong adalah usaha kuliner pertama Sutikno. Dia belum pernah ke daerah ini sebelumnya. Menjual mangut bersama ikan, selain untuk memperkuat makanan khas Magelang ini, juga sebagai cara melestarikan resep warisan leluhur.

Sutikno dan Retno mendapatkan resep ini dari orang tua dan kakek-nenek mereka. Sekarang tugasnya untuk mewariskannya kepada anak-anak dan cucu-cucunya. “Semoga ketika saya pergi, saya akan meninggalkan jejak kebaikan di belakang saya,” katanya.

Meski itu tentu tidak mudah. Selain berusaha konsisten dan mengurusi urusan internal lainnya, keberadaan ikan kakatua palsu juga menjadi tantangan tersendiri. Penjualan mangut palsu di Magelang beberapa kali bermasalah. Ada yang jual yang namanya ikan tapi ternyata bahannya bukan dari ikan.

Menurut Sutikno, hal ini justru bisa merugikan Magelang. “Mudah-mudahan kita jujur ​​dalam dunia bisnis. Karena kehadiran kami di Magelang membawa serta citra tersendiri tentang kewibawaan Magelang sebagai objek wisata,” kata Sutikno.

Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat hingga pelaku bisnis hingga pemerintah.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.harianjogja.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button