DPRD Bandung menyerukan peninjauan kembali konsep Desa Wisata Braga
bandung –
Desa Wisata Braga yang diresmikan tahun 2019 ternyata tidak berjalan. Kondisi Kampung Braga tidak begitu menarik. Dipenuhi mural pudar dan ruang kerja bersama yang sering tutup.
DPRD juga menilai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung harus mengkaji ulang program Desa Wisata Braga. Folmer Siswanto M Silalahi, anggota Komite B DPRD Kota Bandung mengatakan, budaya masyarakat Kampung Braga belum menerapkan industri kreatif. Pemerintah harus memberikan pedoman untuk budaya ini.
“Perlu diperiksa lagi. Karena destinasi ke sana belum mengarah ke ekonomi kreatif. Perlu ada peninjauan, pemetaan ulang, dan revitalisasi,” kata Folmer detikJabarSenin (19/12/2022).
Folmer juga menyoroti masalah ruang kerja bersama yang kurang optimal. Pemerintah harus mengkaji ulang penempatan co-working space.
“Budaya atau kehidupan masyarakat Braga masih merupakan masyarakat yang belum melakukan kegiatan kreatif. Budaya masyarakat di sana bukan ekonomi kreatif. Jadi ketika dibangun dan diluncurkan, bagaimanapun, itu adalah sebuah upacara, ”katanya kepada Folger.
Desa Braga, Bandung. Foto: Sudirman Wamad/detikJabar |
Selain itu, Folmer mengatakan Pemkot Bandung harus bekerja keras untuk menjadikan Kota Bandung sebagai destinasi wisata non sumber daya alam (SDA). Destinasi yang berfokus pada aktivitas kreatif. Menurutnya, dukungan anggaran harus tepat.
“Acara wisata semakin banyak. Kota Bandung semakin berkembang. Ini harus dilihat secara komprehensif. Dukungan anggaran dan pedoman sektor pariwisata harus sesuai,” kata politikus PDI dari Perjuangan itu.
Sebelumnya, konsep desa wisata di Braga tidak berjalan. Bentang alam umumnya seperti desa. Setelah dibukanya Desa Wisata Braga, tidak ada pembinaan lanjutan.
“Jelas belum benar-benar terealisasi. Saya sebagai warga merasa warga sebenarnya ingin membantu pemerintah. Namun, ada kendala dari segi pola pikir warga ini,” Dede Mahyudin, pengurus RW 08 Kampung Braga, diceritakan detikJabarSenin (19/12/2022).
“Harus ada pembinaan agar pola pikir masyarakat juga bisa mengarah pada penciptaan destinasi (pariwisata). Bahkan jika seseorang mendorongnya, itu harus benar-benar serius. Efeknya harus dinikmati warga,” tambah Dede.
(Selatan/Bola)
Source: news.google.com