Candi Cetho mengalami kerusakan di beberapa bagian - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Candi Cetho mengalami kerusakan di beberapa bagian – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Perpaduan relief yang masuk akal di Candi Cetho. (Kemendikbud)

Solopos.com, KARANGANYAR — Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah merehabilitasi Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar. Candi yang terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi ini mengalami kerusakan di beberapa bagian. Renovasi ini akan berlangsung dari Juni hingga November 2022.

“Tahun ini candi induk direnovasi mulai dari selasar bawah, badan candi, langkan dan gapura,” kata Eko Arifianto, pekerja lapangan proyek renovasi, Selasa (30/8/2022). .

AksiJos! Petani dan peternak Klaten bisa menjadi pendukung kedaulatan pangan

Dikatakannya, kerusakan terparah terjadi pada dinding sisi utara tubuh candi. Terdapat deformasi batuan pada bagian ini yang perlu dikembalikan ke keadaan semula. Selain itu, batu di lorong juga masih kurang, sehingga perlu diganti dengan batu baru yang sejenis (andesit).

“Sekarang sudah diperbaiki dengan komponen asli yang kami kembalikan. Kami telah menambahkan batu baru ke lorong yang dalam kondisi baik yang ada kemarin tidak ada batu,” tambah penyumbang BPCB Jawa Tengah ini.

Baca Juga: Gunung Lawu Punya 5 Jalur Pendakian, Ini Yang Tercepat

Sedangkan pada bagian atap langkan, sebelumnya pagar sudah melorot, sehingga harus dikembalikan ke posisi semula. Tidak ada komponen batu baru yang akan ditambahkan dalam pengembalian posisi ini karena semuanya masih lengkap.

Perlu diketahui bahwa Candi Cetho merupakan salah satu objek referensi wisata di Kabupaten Karanganyar. Pura ini masih aktif sebagai tempat upacara agama Hindu.

Menurut berbagai sumber, Candi Cetho dibangun antara tahun 1451 dan 457 pada masa Kerajaan Majapahit. Pada masa ini, pengaruh Hinduisme di Jawa mulai memudar dan unsur-unsur tradisi prasejarah asli Indonesia mulai bangkit kembali.

Baca Juga: Beda dengan Candi Hindu Biasa, Ini Asal Usul Candi Cetho

Nama Cetho yang berarti “jernih” dalam bahasa Jawa digunakan sebagai nama desa tempat candi ini berasal. Nama itu diberikan karena masyarakat Dusun Cetho jelas melihat ke arah yang berbeda. Pasalnya, dusun ini berada pada ketinggian sekitar 1.490 meter di atas permukaan laut.

Source: www.solopos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button