Wasek Lesbumi NU Jawa Timur mengajak santri Lamongan untuk mengilustrasikan ajaran Sunan Drajat - WisataHits
Jawa Timur

Wasek Lesbumi NU Jawa Timur mengajak santri Lamongan untuk mengilustrasikan ajaran Sunan Drajat

Wasek Lesbumi NU Jawa Timur mengajak santri Lamongan untuk mengilustrasikan ajaran Sunan Drajat

Lamongan (beritajatim.com) – Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa harus mendapatkan wawasan sejarah perjuangan Walisongo dan meneladani nilai-nilai ajaran yang diwarisinya. Tak terkecuali sosok Sunan Drajat yang menyebarkan ajaran Islam di pantai utara Lamongan.

Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Mahrus Ali, saat memberikan sambutan dalam acara Kemah Sejarah dan Budaya di Wisata Religi Sunan Drajat Kompleks, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jumat (25/11/2022).

Camp Sejarah dan Budaya diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamongan bersama komunitas “Ginyo” Lamongan selama dua hari, 24 dan 25 November 2022, diikuti oleh puluhan mahasiswa komunitas teater dari lembaga pendidikan yang berpartisipasi di seluruh Lamongan.

Sosok Sunan Drajat juga dikenal dengan berbagai nama lain seperti Raden Qosim, Raden Syarifuddin, Syaikh Munat, Pangeran Kadrajat dan Maulana Hasyim. Pada tahun 1484, Raden Patah dari Demak juga menganugerahi Sunan Drajat dengan gelar Sunan Mayang Madu, yang juga memberinya sebuah perdikan,” kata Mahrus kepada puluhan siswa SMA/MA/SMK.

Mahrus menyatakan bahwa Raden Qosim yang lahir pada tahun 1470 M merupakan anak bungsu dari pasangan Sunan Ampel atau Raden Rahmat dan Nyai Ageng Manila atau Dewi Condrowati. Raden Qosim juga merupakan adik dari Maulana Maqdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

“Raden Qosim mendapat ilmu tentang agama Islam langsung dari ayahnya Sunan Ampel. Kemudian dia juga belajar di Cirebon dengan Sunan Gunung Jati. Dia menikah dengan Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati,” jelasnya.

Menurut Mahrus sekembalinya dari Cirebon. Raden Qosim kembali ke Ampel Denta. Ia kemudian diperintahkan oleh Sunan Ampel untuk berdakwah di pesisir Gresik. Namun saat itu ia terdampar di Banjarwati yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.

“Setelah itu, menurut berbagai sumber, Sunan Drajat menikah dengan Nyai Kemuning, putri Mbah Mayang Madu dari desa Jelak. Sunan Drajat juga menikah dengan Nyai Retno Ayu Candrawati, putri Adipati Kediri, Raden Suryadilaga,” imbuhnya.

Mahrus menambahkan, Sunan Drajat yang semula tinggal di Jelaq pindah ke Drajat, sekitar satu kilometer ke selatan, pada tahun berikutnya. Karena dikaitkan dengan nama tempat ini, gelar Sunan Drajat Raden Qosim telah dikukuhkan.

“Sunan Drajat diangkat menjadi imam pelindung, mendirikan surau dan mengajarkan Islam kepada jamaah. Beliau adalah orang yang dekat dengan rakyat, memiliki kedudukan sosial yang tinggi dan mengutamakan kesejahteraan rakyatnya,” ujarnya.

Tidak cukup itu, kata Mahrus, Sunan Drajat cerdas, pekerja keras, memiliki empati dan solidaritas sosial yang tinggi, dermawan, telah melakukan upaya besar untuk mengentaskan kemiskinan, telah toleran, telah menjunjung tinggi gotong royong dan toleransi.

“Sunan Drajat pertama-tama mencari kesejahteraan sosial rakyatnya kemudian menanamkan pemahaman ajaran Islam. Dengan begitu, dakwah Islamnya akan lebih meresap dan diterima secara optimal oleh masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, Mahrus juga menyebutkan 7 (tujuh) ajaran Sunan Drajat yang biasa dikenal dengan Catur Piwulang. Ajaran Sunan Drajat bahkan diabadikan di tingkat kompleks makam Sunan Drajat di landasan ketujuh.

Ketujuh ajaran Sunan Drajat tersebut antara lain, pertama, resep Teyasing Mengunun Sasomo (selalu membahagiakan orang lain). Kedua, Jroning suko kudu eling Ian waspodo (Dalam suasana gembira harus ingat dan waspada.

Ketiga, Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (Dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita tinggi kita tidak peduli dengan segala macam rintangan). Keempat, Meper Hardaning Pancadriya (Kita harus selalu menekan dan menahan nafsu).

Kelima, Diam-Henung (Dalam keadaan hening kita mencapai keheningan dan dalam keadaan hening itu kita mencapai cita-cita luhur). Keenam, Mulyo Guno Lima Waktu (Kebahagiaan jasmani dan rohani yang hanya bisa kita raih dengan khusyuk berdoa lima kali sehari).

Wakil Sekretaris PWNU Lesbumi Mahrus Ali Jatim berbicara pada kegiatan Kemah Sejarah dan Budaya di Komplek Wisata Religi Sunan Drajat, Paciran, Lamongan pada Jumat (25/11/2022).

Ketujuh, ditandatangani Menehono marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Menehono ngiyup marang wongkang kodanan) tidak memiliki pakaian dan memberikan perlindungan kepada mereka yang menderita).

“Inilah 7 ajaran Sunan Drajat yang sangat penting untuk kita amalkan dan teladani dalam kehidupan sehari-hari. 7 ajaran ini juga harus kita jadikan landasan untuk kehidupan yang lebih baik,” ujar pria yang juga merupakan Founder dari Sunan Drajat ini. Komunitas Ginyo Lamongan.

Terakhir, kata Mahrus, Sunan Drajat yang wafat pada tahun 1522 M juga kerap memanfaatkan media artistik dalam khotbah-khotbahnya, antara lain ilmu kebatinan dan lagu pangkur. Hingga saat ini, sisa-sisa gamelan Singo Mengkok yang digunakan oleh Sunan Drajat masih tersimpan di museum.

“Di Museum Sunan Drajat ada Gamelan karya Singo Mengkok. Sunan Drajat berdakwah melalui seni budaya. Oleh karena itu, kita juga berkumpul kali ini dalam rangka membudayakan brand dakwahnya dan ajarannya yang mengajarkan falsafah hidup bagi masyarakat,” pungkasnya..[riq/ted]

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button