Tragedi WTC 9/11 dan Bom Bali, sebuah kisah kelam - Halo Semarang - WisataHits
Jawa Tengah

Tragedi WTC 9/11 dan Bom Bali, sebuah kisah kelam – Halo Semarang

Halo Semarang – Bagi warga Amerika, tragedi teror 11 September 2001 merupakan kisah kelam yang tidak mudah dilupakan.

Namun tidak hanya Amerika Serikat yang mengalami peristiwa memilukan seperti itu. Indonesia juga pernah mengalami beberapa kali serangan teroris, salah satunya bom Bali.

Pada hari itu, Selasa 11 September 2001, beberapa kelompok teroris yang berafiliasi dengan Al Qaeda menabrakkan pesawat mereka yang dibajak ke sejumlah objek vital, termasuk menara kembar World Trade Center (WTC) dan Pentagon.

Hampir 3.000 orang tewas dalam serangan itu, termasuk penumpang pesawat yang dibajak.

Untuk memperingati tragedi memilukan ini, National September 11 Memorial Museum atau 9/11 Memorial & Museum (Museum 9/11) di New York, AS ditutup sementara.

Seperti dimuat di situs resminya 911memorial.org, museum akan ditutup mulai pukul 14.00 pada Sabtu (9/10/2022).

Sementara itu, museum ditutup untuk umum hingga pukul 15.00 pada Minggu (9/11/2022) untuk upacara peringatan. Museum tetap tertutup untuk umum sepanjang hari, dan hanya anggota keluarga korban 9/11 yang dapat mengunjungi tempat tersebut secara langsung.

bajak laut pesawat

Serangan 11 September 2001, yang kemudian dikenal sebagai Gray Tuesday, dimulai ketika 19 teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda membajak empat pesawat dan melakukan bom bunuh diri terhadap sasaran di Amerika Serikat.

Dua dari pesawat mereka menabrak Menara Kembar World Trade Center di New York; dan pesawat ketiga menabrak Pentagon di Arlington, Virginia, tepat di luar Washington DC.

Pesawat keempat, United Airlines Penerbangan 93, jatuh di sebuah lapangan di Shanksville, Pennsylvania, setelah penumpang melakukan tindakan heroik dengan berusaha merebut kendali pesawat dari teroris.

Pesawat itu dijadwalkan terbang dari Bandara Internasional Newark (sekarang Bandara Internasional Newark Liberty) di Newark, New Jersey menuju Bandara Internasional San Francisco.

Dalam wawancara September 2002, Khalid Sheikh Mohammed dan Ramzi bin al-Shibh, yang diduga mengatur serangan itu, mengatakan bahwa target utama Penerbangan 93 adalah Gedung Kongres Amerika Serikat atau Badan Legislatif Amerika Serikat, bukan Gedung Putih.

Hampir 3.000 orang tewas selama serangan teroris 11 September, yang memicu inisiatif kontraterorisme utama Amerika Serikat.

Respon terhadap Serangan

Presiden Amerika Serikat saat itu, George W. Bush, yang berada di Florida, segera kembali ke Gedung Putih.

“Serangan teroris dapat mengguncang fondasi bangunan terbesar kita, tetapi mereka tidak dapat menyentuh fondasi Amerika. Tindakan ini menghancurkan baja, tetapi mereka tidak dapat mematahkan baja tekad Amerika,” kata Presiden Bush dalam pidatonya pada pukul 21:00.

Osama bin Laden, yang awalnya membantah terlibat dalam tindakan biadab ini, kemudian mengaku bertanggung jawab.

Serangan 11 September telah membuat sedih dan marah publik dan pemerintah negara Paman Sam.

Amerika kemudian memimpin upaya kontra-terorisme internasional, termasuk penghancuran rezim Taliban di Afghanistan, yang dikenal karena melindungi banyak anggota al-Qaeda.

“Kami tidak akan membedakan antara teroris yang melakukan tindakan ini dan mereka yang menutupinya,” kata pernyataan itu pada pertemuan militer.

Operasi Enduring Freedom dimulai pada 7 Oktober. Dalam waktu dua bulan, pasukan AS telah secara efektif menyingkirkan Taliban dari kekuasaan operasional, tetapi perang berkecamuk ketika pasukan AS dan koalisi berusaha untuk mengalahkan kampanye pemberontakan Taliban yang berbasis di negara tetangga Pakistan.

Osama bin Laden, dalang di balik serangan 11 September, masih buron hingga 2 Mei 2011, ketika ia akhirnya dilacak dan dibunuh oleh pasukan AS di tempat persembunyian di Abbottabad, Pakistan.

Pada Juni 2011, Presiden Barack Obama saat itu mengumumkan dimulainya penarikan pasukan besar-besaran dari Afghanistan; dibutuhkan waktu hingga Agustus 2021 bagi semua pasukan AS untuk mundur.

Di Indonesia

Terorisme tidak unik di Amerika Serikat. Indonesia juga pernah mengalami beberapa serangan teroris, termasuk insiden yang kemudian dijuluki Bom Bali 2022.

Pada malam 12 Oktober 2002, serangkaian tiga pemboman terjadi. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub and Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, meski jaraknya cukup jauh.

Serangkaian pengeboman ini adalah yang pertama diikuti oleh pengeboman yang jauh lebih kecil pada tahun 2005, juga di Bali.

Ada 203 korban jiwa dan 209 luka-luka atau luka-luka, sebagian besar korban adalah wisatawan asing yang berkunjung ke tempat yang merupakan tempat wisata.

Menurut Wikipedia, insiden ini dianggap sebagai serangan teroris terburuk dalam sejarah Indonesia.

Tim penyidik ​​gabungan Polri dan Polri yang dibentuk untuk kasus ini menyimpulkan bahwa bom yang digunakan adalah TNT seberat 1 kg dan, di depan Sari Club, sebuah bom RDX dengan Bobot antara 50 hingga 150 kg.

Terorisme dalam bentuk apapun tidak dapat diterima di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi terorisme.

Selain tindakan hukum yang dilakukan oleh Antiteror Cabang 88 Polri, Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan perlindungan hak dan kebutuhan korban terorisme.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Komjen Pol Dr. Boy Rafli Amar MH, baru-baru ini berbicara di First United Nations Global Congress on Victims of Terrorism di Markas Besar PBB di New York, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia memperkuat kerangka hukum dan membantu korban terorisme, dulu dan sekarang, termasuk Korban yang yang diberikan ganti rugi adalah orang asing.

“Sejak 2002 hingga 2022, pemerintah memberikan kompensasi kepada lebih dari 700 korban terorisme,” jelas Boy Rafli saat dirilis bnpt.go.id.

Selain itu, Boy menjelaskan, pemerintah juga memberikan bantuan lain berupa bantuan medis atau rehabilitasi psikososial dan psikologis melalui BNPT RI dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Pemerintah juga memberikan bantuan medis, rehabilitasi psikososial dan psikologis serta bantuan lainnya,” lanjutnya.

Komitmen negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan korban ditopang oleh sejumlah terobosan program unggulan BNPT, antara lain majelis nasional, forum rekonsiliasi yang mempertemukan penyintas dan mantan napi terorisme, serta Program Nusantara Terpadu Terpadu (KTN). dengan mitra deradikalisasi, penyintas dan masyarakat lokal.

Boy Rafli mengatakan terobosan tersebut merupakan bentuk kesiapsiagaan pemerintah melalui pendekatan multi-stakeholder atau Pentahelix, di mana semua pihak terlibat dalam proses pemulihan dan pemenuhan hak-hak penyintas.

“Negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak dan kebutuhan para korban terorisme, meningkatkan kesejahteraan mereka akan membantu proses penyembuhan mereka,” kata jenderal bintang tiga itu. (HS-08)

Source: halosemarang.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button