Tradisi Imlek di Kota Semarang adalah Tok Panjang, yaitu meja sepanjang 200 meter yang diisi dengan hidangan dari semua etnis agama. - WisataHits
Jawa Tengah

Tradisi Imlek di Kota Semarang adalah Tok Panjang, yaitu meja sepanjang 200 meter yang diisi dengan hidangan dari semua etnis agama.

Tradisi Imlek di Kota Semarang adalah Tok Panjang, yaitu meja sepanjang 200 meter yang diisi dengan hidangan dari semua etnis agama.

Semarang (pilar.id) – Sebuah tradisi kuno pada saat Tahun Baru Imlek di kota Semarang, yaitu jamuan makan semua etnis yang disebut Tok Panjang.

Tok Panjang saat Tahun Baru Imlek di kota Semarang bisa menjadi cerminan menjaga tradisi silaturahmi antaretnis, ada etnis Jawa Tionghoa dan Arab, komunitas besar di ibu kota Jawa Tengah.

Tok Panjang adalah istilah lama dalam tradisi masyarakat Tionghoa, yaitu makam agung untuk jamuan makan malam keluarga Imlek.

Anda akan mengundang semua kerabat untuk berbagi kebahagiaan dengan jamuan makan yang lezat.

Kata tok berarti meja dan kata panjang berarti meja panjang.

Sebagai tempat menjamu para tamu untuk menikmati hidangan saat Imlek tiba.

Etnis Tionghoa di Semarang mengadopsinya pada jamuan Tok Panjang ketika Tahun Baru Imlek tiba dan mengundang semua kerabat etnis lain seperti Jawa dan Arab.

Diketahui bahwa kelompok etnis yaitu Jawa, Cina dan Arab adalah tiga komunitas utama yang mendefinisikan budaya dan sosial di kota Semarang yang bersatu.

Ketiga akulturasi etnis tersebut diwujudkan dalam simbol hewan mitologi Warak Ngendog sebagai ikon kerukunan di kota Semarang.

Hewan mitologi Warak Ngendog terdiri dari bagian atas berbentuk kepala naga, bagian tengah (tengah) berbentuk kambing dan bagian bawah berbentuk kaki unta.

Di zaman modern, jamuan Tok Panjang saat ini dihadiri oleh siapapun yang menginginkannya. Biasanya etnis Tionghoa mengundang pejabat dari pusat, Jawa Tengah, dan Semarang.

Sajian Tok Panjang biasanya diadakan di kawasan Pecinan Kota Semarang, meja panjang akan menutupi seluruh jalan di Pecinan.

Meja dan makanan disajikan dengan rapi dan semuanya memiliki pilihan makanan yang sama. Makanannya juga dijamin halal.

Semua masyarakat berbaur mulai dari pejabat walikota, tokoh agama, masyarakat hingga wisatawan luar Semarang yang welcome.

Harjanto Halim, Ketua Komunitas Wisata Pecinan Semarang (Kopisemawis), mengatakan Tok Panjang merupakan tradisi menjamu tamu dari semua etnis dan komunitas.

“Inti dari Tahun Baru Imlek adalah untuk menyatukan kerabat yang terpisah. Tok Panjang Banquet adalah upaya untuk membawa kebersamaan dan kesejahteraan,” kata Harjanto baru-baru ini.

Dulu, kata Harjanto, makan malam Imlek diadakan di meja bundar karena selalu diperluas untuk menyertakan kerabat, sehingga diletakkan di atas meja yang disebut meja Tok Panjang.

Silaturahmi silaturahmi di Tok Panjang seperti ini menjadi perekat bagi seluruh anak bangsa, ujarnya.

Penyajian masakan juga tidak sembarangan, semua masakan memiliki makna filosofis yang lengkap seperti dalam budaya Tionghoa. Makanan disajikan di atas meja sepanjang 200 meter.

Untuk menu masakan Tok Panjang biasanya mengadopsi masakan Cina dengan filosofi yang mendalam.

Biasanya ada starter yaitu teh sorbet, yaitu teh yang dibuat dengan 2 butir sorbet dicampur dengan 20 ramuan lokal dan Cina.

Lalu ada udang brokoli, sup lobak dan lele.

“Makan sup lobak membawa kebahagiaan sepanjang tahun, sup menghangatkan ikatan persaudaraan,” ujarnya.

Datang ke hidangan utama, biasanya ada hidangan nasi biru bernama Nasi Ulam Bunga Telang.

Bunga telang merupakan tumbuhan legum yang terkenal digunakan oleh masyarakat beberapa negara di Asia Tenggara.

Bunga kacang kupu-kupu dalam perayaan Tahun Baru Imlek dan dalam produksi makanan organik dan campuran kue.

“Kalau di Thailand bikin minuman segar, di Indonesia bikin ketan biru. Bisa juga dijadikan tanaman hias karena bunganya berwarna biru muda,” ujarnya.

Harjanto mengatakan Nasi Ulam Bunga Telang sebenarnya merupakan perpaduan antara ras Malaysia dan Singapura.

Disajikan dalam mangkuk tampah, nasi ini dikelilingi oleh srundeng, kucai, telur, gereh, kentang goreng cabai, daun mint, suwiran ayam yang dicampur bumbu.

Campuran tersebut kemudian diaduk dengan tangan dan dimakan bersama.

Satu tampah bisa dinikmati oleh 4 orang. Sebagai simbol keragaman, kegembiraan dan kegembiraan.

“Nasinya biru, tidak harus nasi putih, galurnya tidak semua sama, ada campuran bahan makanan lain dan bumbu jadi satu, itu bedanya enak,” ujarnya.

Sebagai hidangan penutup, biasanya disajikan dengan sirup maple cincau dan kopi alami. Hidangan ini mencerminkan rasa kemudahan dan keakraban.

“Wong (masyarakat) Semarang menunjukkan melalui sikap dan perilaku bahwa keberagaman adalah keniscayaan dan anugerah Tuhan tidak bisa dipungkiri,” ujarnya. (um)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button