Taklukkan tanjakan dan turunan yang tajam untuk mencapai titik nol
RADARSOLO.ID – Banyak yang beranggapan bahwa titik nol ibu kota negara (IKN) nusantara adalah tempat dibangunnya istana negara. Bukan itu masalahnya. Titik nol IKN dan calon Istana Negara letaknya cukup berjauhan dan berada di bukit yang berbeda.
WIBATSU ARISUDEWO, Penajam Paser Utara, Radar Solo
Kantin di kawasan wisata alam Bukit Bangkirai yang menjadi lokasi makan siang para peserta B2DE ini berdiri di antara beberapa bangunan tradisional di sebuah lembah dengan populasi pohon yang lebat di tengah hutan. Meskipun merupakan kawasan wisata, Anda tidak melihat banyak turis di daerah tersebut. Hanya belasan off-roader dan panitia sendiri siang itu terlihat di kawasan tersebut. “Kopi Napa Teh, Pak,” tanya penjaga kantin yang ternyata transmigran asal Kediri, Jawa Timur itu.
Nasi Padang adalah menu makan siang di kantin. Setelah menghabiskan jatah makan siangnya, ada yang memilih rebahan dan ada pula yang mengisi bahan bakar motor serta berdoa. Sekitar pukul 12.30 petualangan berlanjut. Jejak hutan dengan beragam tanaman tropis dan sesekali melewati area terbuka lebar yang terlihat seperti area pertambangan yang terbengkalai adalah “menu” petualangan berikutnya.
Setelah sekitar 60 menit melawan lumpur, jalan setapak keluar dari hutan menuju desa. Desa ini tidak terlalu ramai. Namun yang istimewa adalah jalan beton yang membelah pemukiman. Selain masih terlihat baru, jalannya juga terbilang lebar dan mulus. Papan nama di sebuah bangunan di sisi kiri jalan menunjukkan bahwa desa tersebut termasuk dalam wilayah Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Meski tidak seramai permukiman di pulau Jawa, denyut nadi aktivitas perekonomian terlihat di sisi kiri dan kanan jalan. Penjual Mie Bakso Ayam Solo salah satunya. Sejumlah off-roader sengaja mampir di depan warung kuliner khas wonogiri dan sekitarnya.
“Yang berjualan berasal dari Jatiyoso, Karanganyar. Ternyata orang dari Jawa lebih sering kita jumpai dari sebelumnya. Bahkan Pemimpin Kami orang Jawa juga,” kata Kang Zam yang sebelumnya bertanya kepada pemilik lapak.
Tak lama kemudian, perjalanan dilanjutkan. di persimpangan jalan, Pemimpin membawa rombongan kembali ke jalan tanah, yang berakhir di jalan rusak di antara rimbunnya pohon palem. Reruntuhan jalan selebar dua meter itu merupakan jalan truk pengangkut sawit.
Peserta tidak hanya harus melintasi jalan berlumpur para sopir truk sawit, tapi juga harus melewati jalan licin di antara pohon sawit. Selain berkelok-kelok, jalur di hutan palem juga naik turun. Ada banyak turunan dan tanjakan tajam yang panjang. Kondisi ini cepat menguras stamina.
Rombongan berhenti beberapa kali untuk “mengambil nafas”. “Rute hutan sawit ini memakan waktu sekitar dua jam. Setelah itu kita memasuki hutan akasia. Setelah itu kita sampai di Titik Nol IKN. Mungkin sekitar satu jam lagi kalau kita buru-buru,” kata pemimpin berambut gondrong yang sudah memimpin peserta sejak masuk ke kecamatan sepaku.
Setelah istirahat sekitar 30 menit, perjalanan dilanjutkan lagi. Itu benar kulit das.Sekitar satu jam kemudian rombongan sudah meninggalkan hutan sawit. Rute bergantian antara pohon akasia yang menjulang tinggi. Spesies yang sama, yaitu tanah merah, berlekuk, licin dan sesekali ditumbuhi semak belukar. Dan tentunya juga naik turun, karena hutan tumbuh di belakang gunung.
Jalan itu menuju ke jalan tanah yang sangat lebar. Pemimpin Pimpin rombongan lebih jauh dan ikuti jalan tanah berkelok-kelok yang diaspal dengan batu belah. Kemudian jalan itu berakhir di persimpangan jalan. Di tengah pertigaan tiga jalan yang sedikit menanjak terdapat papan reklame besar berwarna putih dengan tulisan berwarna biru.
“Selamat datang di proyek pembangunan Gedung Istana Kepresidenan dan Area Upacara di Distrik Kepresidenan ibukota negara.”
Itu yang dikatakan papan reklame. Logo Kementerian Pekerjaan Umum dan dua logo BUMN pelaksana pembangunan ibu kota negara tercetak di pojok kanan atas baliho.
Di belakang billboard adalah area berpagar ketat. Area berpagar rapat dan baliho dipisahkan oleh jalan lebar. Terdapat gapura bernuansa putih dan biru yang pintunya tertutup rapat. Di atas gapura yang dilapisi ornamen ukiran khas suku Dayak ini tertulis: “Selamat datang” dan “Proyek pembangunan istana negara & lapangan upacara IKN”.
Kemudian seorang satpam laki-laki datang dari sisi gerbang. Dengan senyum ramah, ia menghampiri beberapa mobil SUV yang terparkir di depan gerbang.
“Maaf tuan-tuan jika hanya berfoto di sini Tidak apa-apa. Tetapi jika parkir tidak diperbolehkan di sini. Maafkan saya. Jika Anda ingin mengambil foto, silakan. Bolehkah saya membantu Anda mengambil gambar, ”katanya sopan.
Cukup lama rombongan berhenti di simpang tiga dengan papan reklame besar. Banyak yang kemudian turun dari sepeda motornya untuk melihat situasi di sekitar lokasi. Selain bekerja dengan berbagai alat berat, sejumlah pekerja terlihat memindahkan bahan bakar dari truk tangki ke tangki portabel kecil.
“lha simpul yaitu tik tok Di mana itu Apa yang ada di sana? Istananya nanti di sini,” kata Pakde Marno. off-roader untuk dinyanyikan oleh Eromoko, Wonogiri Pemimpin sambil menunjuk ke area berpagar ketat.
Pemimpin yang belakangan diketahui namanya Ari, menjelaskan titik nol IKN Nusantara dan Istana Negara tidak berada di satu tempat.
Padahal, kata dia, jarak antara kedua lokasi tersebut cukup jauh. Yakni sekitar lima sampai sepuluh menit berkendara di sisi kiri kawasan yang akan menjadi lokasi gedung Istana Kepresidenan. Titik nol IKN Nusantara, tempat Presiden Jokowi mengubur guci-guci berisi sampel tanah dari seluruh provinsi di Indonesia, dan lokasi istana juga dipisahkan oleh beberapa gunung dan lembah.
“Sebentar lagi kita akan mencapai nol. Di sana gratis. Pengunjung bisa masuk. Sekarang sudah menjadi tempat wisata. Namun jika dibangun kawasan lain, tidak boleh dimasuki dengan alasan keamanan. Sebenarnya rencananya kami akan berkemah di dekat Titik Nol IKN, namun pihak berwenang di sini tidak memberikan izin karena pejabat VIP datang untuk memantau perkembangan pembangunan hampir setiap hari,” imbuh pemuda berambut gondrong yang kemudian diajak Group tersebut. untuk melanjutkan perjalanan menuju Titik Nol IKN.
Meski masih berupa lapisan batu pecah, jalan selebar kurang lebih 10 meter dari lokasi pembangunan Istana Kepresidenan hingga Titik Nol IKN sudah lumayan bagus. Permukaannya datar, meski naik turun mengikuti permukaan bukit. Di persimpangan ada papan yang menunjukkan belokan ke kanan. “IKN Nol di ujung jalan ini,” katanya lantang.
Jalan menuju tempat parkir. Sebuah bus kuning berukuran sedang terparkir puluhan mobil dan sepeda motor. Ada papan reklame bertuliskan:
“Selamat datang Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono SE, MM di Titik Nol IKN Nusantara”. Dipasang di sisi kanan tempat parkir.
Sebuah tenda lonjong didirikan di ujung tempat parkir. Ratusan kursi juga terlihat tertata di bawah tenda. dari Latar Belakang Di atas panggung di bawah tenda, diketahui akan ada pertemuan nasional sebuah organisasi yang menaungi para arsitek di Indonesia.
Di seberang pelataran parkir, tepat di bawah pohon besar yang menaungi pelataran parkir, berdiri tugu beton dengan panjang sekitar 1,5 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 0,5 meter. Peta wilayah negara kesatuan Republik Indonesia diukir di bagian atasnya yang sengaja dimiringkan. “Ayo turun ke Titik Nol. Lewat tangga,” kata Pakdhe Marno kemudian. (Kelanjutan)
Source: news.google.com