Sopir Bus Jalan Tol Surabaya-Mojokerto Meninggal Hakim Divonis 9 Tahun Penjara
Upaya banding gagal, tidak ada tindakan hukum yang ditetapkan
DAERAH, Jawa Pos Radar Mojokerto – Sopir bus maut Ade Firmansyah, 29 tahun, yang terlibat kecelakaan pada 16 Mei di tol Surabaya-Mojokerto (Sumo) yang menewaskan 16 orang, divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Hal itu terjadi setelah upaya hukum di tingkat kasasi ditolak.
“Memperkuat putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tanggal 12 Oktober 2022 nomor 226/Pid.Sus/2022/PN. Mjk, yang sedang kasasi,” kata Ketua RR Suryowati dalam putusan Nomor 1204/PID.SUS/2022/PT SBY, Rabu (21/12).
Putusan banding tersebut tetap memvonis terdakwa sembilan tahun penjara, menurut putusan 12 Oktober oleh hakim Pengadilan Negeri Mojokerto. Tim kuasa hukum tergugat, Donnie Gumilang mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan banding PT Surabaya tersebut. “Kami baru mengetahui putusan hari ini (kemarin, catatan redaksi). Terkait putusan kasasi, keluarga terdakwa dan terdakwa sendiri masih mempertimbangkan atau mempertimbangkannya,” ujarnya saat dihubungi kemarin (25/12).
Donnie mengumumkan pihaknya telah mengajukan banding dengan harapan Ade bisa mendapatkan hukuman yang lebih ringan. Menurutnya, kliennya, meski berstatus kernet, memiliki kemampuan mengemudikan bus. Selain itu, satu-satunya kecelakaan yang terjadi pada 16 Mei itu tidak disengaja oleh Ade. “Kejadian ini sama sekali tidak bisa diramalkan, apalagi diinginkan oleh semua orang, termasuk terdakwa,” katanya.
Pihaknya juga sempat meragukan kondisi Ade yang disebut sempat mengalami gangguan kesadaran seperti mengantuk dan tertidur sesaat sebelum kecelakaan. Hal yang sama berlaku untuk dugaan pengaruh narkoba. Menurut Donnie, meski diakui kliennya, di persidangan tidak ada bukti bahwa Ade Crystal menggunakan sabu. “Jadi hilang kesadaran itu karena sakit atau sebab lain yang tidak pernah terungkap di pengadilan,” kata pengacara asal Surabaya itu.
Terdakwa tidak pernah menjalani evaluasi kejiwaan. Tidak ada psikiater yang dipanggil sebagai saksi ahli selama persidangan. Padahal, kondisi mental terdakwa harus diperiksa untuk menentukan penyebab hilangnya kesadaran. “Kesalahan dan tanggung jawab terdakwa diragukan karena jaksa tidak pernah mendapat informasi apapun dari psikiater,” katanya.
Seperti diketahui, pada 16 Mei lalu, bus wisata PO Ardiansyah nomor S 7322 UW mengalami kecelakaan tunggal di Jalan Raya Sumo KM 712+200, Desa Canggu, Kecamatan Jetis. Bus berpenumpang 33 penumpang rombongan wisata dari Benowo, Kota Surabaya itu dalam perjalanan pulang setelah menempuh perjalanan dari Dieng, Jawa Tengah, dan Jogja.
Bus yang dikendarai Ade menabrak tiang beton VMS di pinggir jalan, menewaskan 16 penumpang dan melukai 17 lainnya. Selama tur maut itu, Ade justru berperan sebagai sopir bus. Ia berinisiatif mengambil kemudi karena pengemudi utama, Ahmad Ari Ariyanto, 31, tertidur di bagasi belakang saat bus berhenti di halte Saradan Madiun.
Penyelidikan polisi mengungkapkan bahwa Ade mengantuk dan tertidur saat mengemudi. Hasil pemeriksaan urine dan darah menunjukkan Ade positif sabu. Seminggu sebelum kejadian, Ade menggunakan sabu di rumahnya. Ia mengaku dibully selama tiga bulan. Meski demikian, polisi belum menemukan cukup bukti terkait penyalahgunaan sabu untuk diproses berdasarkan pasal narkotika. (Adi/Ron)
Source: news.google.com