Sinergi Ilmu dan Keilmuan Titen, pahala membuat Jawa Tengah lebih tangguh terhadap bencana - WisataHits
Jawa Tengah

Sinergi Ilmu dan Keilmuan Titen, pahala membuat Jawa Tengah lebih tangguh terhadap bencana

Semarang, Aktual.com – Operasi pengendalian kerusakan dan penanggulangan bencana kemanusiaan terus bergerak di Jawa Tengah. Menyadari Jawa Tengah merupakan provinsi dengan kerawanan bencana sedang hingga tinggi, Gubernur Ganjar Pranowo gencar meningkatkan kesiapsiagaan dalam penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan menyeluruh, dimulai dari tahap prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana.

Bekerja sama dengan universitas, Jawa Tengah menerapkan sistem peringatan dini (EWS) ilmiah dan teknologi yang mampu mendeteksi dini bencana di daerah yang paling rawan bencana.

Ganjar juga mengimbau para relawan dan masyarakat untuk waspada dan peka terhadap fenomena alam. Dia ingin mereka mempelajari Ilmu Titan. Pengetahuan yang berasal dari kearifan lokal yang diwarisi dari nenek moyang kita tentang prinsip-prinsip bagaimana masyarakat waspada dan waspada terhadap ancaman bencana.

Atas kepemimpinannya, cepat tanggap dan tangguh dalam penanggulangan bencana, Ganjar meraih Penghargaan Aditangguh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2015. Lembaga ini juga menobatkan Jawa Tengah sebagai provinsi teraktif dalam penanggulangan bencana tahun 2019.

Ganjar menegaskan Jateng akan selalu terlibat dalam operasi kemanusiaan di berbagai daerah yang dilanda bencana. Selain itu, pihaknya bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) akan terus meningkatkan diri, kualitas dan kompetensi untuk mengurangi risiko bencana.

Supandi, warga Kabupaten Purworejo, mengapresiasi langkah cepat pemerintah provinsi di bidang penanggulangan bencana dan program pendidikan. Ia mencontohkan koordinasi BPBD Jateng dan Purworejo saat terjadi longsor di beberapa desa di Kabupaten Bagelen.

Dia ingat betul bagaimana bencana longsor melumpuhkan warga Hargorojo dan Sokoagung yang sebagian besar adalah penyadap jus. Puluhan pohon kelapa tumbang akibat longsor.

“Yang membuat kami salut dengan Pemprov Jateng bukan hanya saat penanganan bencana, tapi juga pascabencana, perhatian dan kepedulian diberikan kepada para korban. Apa yang kita dapatkan selama bencana tanah longsor? Pada program pascabencana, kami dibantu dengan sebuah oven untuk mengeringkan gula semut (gula kristal), serta satu paket panci dan wajan. Kami juga dilatih jika ada bencana,” kata Supandi dalam keterangannya, Sabtu (17/12).

Supandi yang juga relawan PMI mengatakan, manfaat yang dirasakan petani ada pada pelatihan perlindungan masyarakat yang disosialisasikan oleh BPBD.

Empat Faktor

Sarwa Pramana, mantan Kepala BPBD Jateng, mengatakan ada empat faktor yang menjadi kunci keberhasilan Jateng sebagai provinsi tahan bencana. Pertama adalah komitmen yang kuat dari seorang pemimpin, kemudian Incident Command System (ICS).

Menurutnya, jika bencana terjadi tanpa dibentuknya ICS, akan terjadi tumpang tindih dan pengalihan tanggung jawab. Dan menurutnya, Pemprov mengendalikan ICS agar bisa cepat berkoordinasi antar lini dalam tanggap darurat bencana.

Kunci ketiga adalah kehadiran pemerintah secara real-time. Ia melihat Ganjar Pranovo selalu hadir dalam setiap bencana yang terjadi di Jawa Tengah. Bahkan mantan anggota DPR RI datang ke daerah bencana di luar Jawa Tengah.

Pembangunan hunian sementara (huntara) di kelurahan Jawa Tengah oleh pemerintah provinsi tahun 2018 di Petobo Baru, Palu Selatan, Kota Palu diakui sejumlah pihak. Saat itu, Pemprov Jateng membangun 100 posko darurat dengan fasilitas umum (air bersih, MCK, sanitasi) untuk korban gempa dan tsunami di Palu.

“Keempat, kemampuan untuk bertindak diam-diam dalam keadaan darurat. Jika mengandalkan mekanisme birokrasi, segalanya akan berjalan lambat, dan orang-orang yang menjadi korban bencana mungkin tidak tertolong. Pak Ganjar berani menjaga diskresi, yang penting tidak korupsi,” kata Ketua PMI Jateng itu.

Ganjar telah melakukan sejumlah terobosan dalam penanggulangan bencana. Selain pendekatan teknologi EWS yang melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Geologi, UGM dan BMKG, Sarwa mengatakan Ganjar mengajar Titen Science.

Selain itu, Ganjar memberikan bantuan kepada korban bencana dan memperbaiki fasilitas yang rusak, perluasan Desa Tangguh Bencana (Destana), Sistem Penguatan Bencana Antar Karesidenan/Bakorwil, Unit Layanan Inklusif Disabilitas dan Sekolah Aman Bencana sebagai bagian dari Program Pengajaran Gubernur.

Menurut Sarwa, pengetahuan tit itu berdasarkan kearifan lokal, misalnya jika letusan Gunung Slamet naik ke tahap dua, maka pancuran ketujuh di objek wisata Baturraden akan bersuhu 47 derajat Celcius. Juga, monyet turun, bambu pecah, dan suara gamelan saat Merapi meletus.

“Penanggulangan bencana merupakan pentahelix yang melibatkan semua pihak, baik itu pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat. Kami yakin keberadaan Destana akan efektif membantu penanggulangan bencana,” kata Sarwa.

Kepala BPBD Jateng Bergas Catursasi juga mengakui Gubernur Ganjar Pranowo menggunakan banyak best practice untuk menginspirasi banyak orang. Salah satunya adalah bagaimana koordinasi yang cepat ketika terjadi bencana dan penggalangan dana bencana didukung oleh berbagai pihak.

Sementara itu, Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan menempatkan Ganjar sebagai gubernur terbaik terkait penanggulangan bencana. Menurutnya, sebenarnya ada dua proses bisnis bencana yang bisa dilakukan oleh seorang birokrat, yakni saat tidak ada bencana dan saat terjadi bencana.

“Kecuali bencana melanda, selalu ingatkan mereka, ‘Awas lho, hati-hati lho, siap-siap lho,’” Saat bencana melanda, yang selalu memotivasi, “Ayo, bertahanlah, itu.” disana akan ada lagi besok”. Dan proses bisnisnya dilakukan oleh Pak Ganjar,” kata Lilik.

Ia menjelaskan, Indeks Risiko Bencana Jateng setiap tahun mengalami penurunan. Padahal, per Desember 2021 sudah mencapai 125,73. Artinya, tak dipungkiri kapasitas provinsi, termasuk kabupaten/kota, berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi bencana.

“Gubernur Jateng sangat baik dalam mengembangkan kebijakan dan kelembagaan, penilaian risiko, sistem informasi, pengurangan risiko bencana dan pemulihan,” ujarnya.

(Wisnu)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button