Sampah rumah tangga mengancam Danau Rawapening - WisataHits
Jawa Tengah

Sampah rumah tangga mengancam Danau Rawapening

REPUBLIKA.CO.ID, HUNGARIAN — Kualitas air Danau Rawapening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah cukup rendah. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya proporsi limbah rumah tangga dari berbagai sungai yang mengalir ke (kosong) danau alam ini.

Presiden dan Direktur PT Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan mengungkapkan tingginya tingkat sampah domestik berasal dari aktivitas rumah tangga dan intensifikasi ekonomi yang masif di sekitar Danau Rawapening.

“Sampah rumah tangga tersebut berasal dari berbagai aktivitas rumah tangga dan intensifikasi perekonomian di sekitar Danau Rawapening,” katanya di Ungaran, Kabupaten Semarang, akhir pekan lalu.

Menurut Raymond, PT Jasa Tirta I sejauh ini secara rutin memantau kualitas air Danau Rawapening di 14 titik, dan menyimpulkan bahwa kualitas air danau ini relatif rendah.

Jika ingin meningkatkan kualitas air Danau Rawapening, limbah rumah tangga yang terbawa oleh beberapa sungai yang mengalir ke danau ini harus dikendalikan secara konsisten. Masyarakat di sekitar Danau Rawapening harus berusaha sendiri atau bisa juga mendapat dukungan dari pemerintah untuk mengolah limbah rumah tangga yang dihasilkan dengan baik.

Sampah rumah tangga yang dimaksud diketahui terutama dihasilkan dari sampah rumah tangga, industri, kawasan wisata, sampah resort bahkan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dan sebagainya.

Artinya sampah rumah tangga yang dihasilkan tidak begitu saja dibuang ke badan sungai yang bermuara dan bermuara di Danau Rawapening, tetapi harus terlebih dahulu dibuang dengan benar dan tidak dibuang.

Pasalnya, dikhawatirkan Danau Rawapening cepat atau lambat akan mengalami eutrofikasi, atau keadaan air danau yang alami banyak mengandung unsur hara (unsur hara, nitrogen fosfat dan berbagai residu deterjen).

Jika Danau Rawapening menjadi eutrofik, ikan-ikan di dalamnya akan mati. Karena itu, biasanya ikan di danau/waduk mati mendadak dalam jumlah banyak.

Tak hanya itu, risiko terbesar adalah “matinya” siklus ekosistem. Jika demikian halnya, tidak menutup kemungkinan Danau Rawapening akan menjadi danau yang “mati”. “Jadi dibutuhkan kearifan dan sikap bersama untuk melestarikan Rawapening,” ujarnya.

Di sisi lain, Raymond juga mengatakan bahwa Danau Rawapening saat ini memiliki karakter danau alami yang airnya sulit untuk terisi kembali. Hal ini dikarenakan sumber air dari Cekungan Ambarawa terbatas.

Danau Rawapening menjadi penting karena sisa waduk danau ini sangat bergantung pada luasan rawa yang tersisa. Saat ketinggian rawa berkurang, waduk yang tersedia menjadi lebih kecil dan lebih kecil.

Padahal keadaan rawa memiliki sedimentasi yang cukup tinggi. Elevasi Rawapening penting untuk dijaga karena merupakan sumber air yang mengalir ke Sungai Tuntang yang perairannya dimanfaatkan oleh berbagai sektor.

Sungai Tuntang yang banyak dimanfaatkan, selain PLTA Timo dan PLTA Jelok juga terdapat Irigasi Glapan yang merupakan sistem irigasi tertua di Kabupaten Semarang dan dibangun pada zaman Belanda pada tahun 1870-an.

“Jadi irigasi ini sebenarnya sudah menjadi sumber pengairan untuk lahan subur sejak zaman dahulu, tidak hanya di Kabupaten Semarang tetapi juga di daerah lain di sekitarnya,” kata Raymond.

Source: republika.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button