Revitalisasi Reruntuhan Keraton Pajang – Klik “Budget”. - WisataHits
Yogyakarta

Revitalisasi Reruntuhan Keraton Pajang – Klik “Budget”.

Revitalisasi Reruntuhan Keraton Pajang – Klik “Budget”.

KLIKANGGARAN – Bertepatan dengan Sabtu, 14 Januari 2023, AGSI (Persatuan Guru Sejarah Indonesia) DIY dan PUSAM (Pusat Studi Mataram) melakukan studi lapangan di reruntuhan Keraton Pajang. Studi lapangan dengan topik “Menapaki Jejak Mataram Islam”. Meski hanya sebentar karena hari semakin larut, para peserta kuliah lapangan tetap bersemangat mempelajari sejarah Kerajaan Pajang. Peserta membayangkan Petilasan ini memiliki lahan yang luas dan mudah dijangkau dengan kendaraan, namun yang ditemukan peserta adalah di tengah perkampungan padat penduduk, area Petilasan sempit dan akses jalan tidak lebar, itulah yang dimaksud dengan Petilasan. itu mempersulit kendaraan lebar.

Narasumber dalam studi lapangan ini adalah Lilik Suharmaji, Pendiri Pusam. Lilik menjelaskan kepada peserta sejarah Kerajaan Pajang yang diperintah oleh Sultan Adiwijaya, Pangeran Pangiri (menantu Adiwijaya) dan Pangeran Benowo (Putra Mahkota). Padahal usia kerajaan Pajang sangat singkat karena harus tergeser oleh besarnya kerajaan Mataram Islam yang diperintah oleh Panembahan Senopati, raja pertama sekaligus pendiri kerajaan Mataram Islam.

Meski usia kerajaannya singkat, Kerajaan Pajang menjadi inspirasi bagi Panembahan Senapati untuk membangun kerajaannya sedemikian rupa sehingga birokrasi kerajaan Mataram dan bangunan keraton sebagian besar meniru kerajaan Pajang, seperti keberadaan sebuah kerajaan Pajang. caturgatra meliputi istana. Masjid, Alun-alun Utara dan pasar. Tata letak bangunan dan birokrasi Kerajaan Pajang meniru Kerajaan Demak karena dipandang sebagai penerus kejayaan Kerajaan Demak. Panembahan Senapati sendiri dikenal sebagai murid dan anak angkat Sultan Adiwijaya.

Mengingat pentingnya peran Kerajaan Pajang di masa lalu, Lilik Suharmaji berharap peninggalan Kerajaan Pajang dapat dihidupkan kembali agar dapat dijadikan sebagai pusat bisnis, pengembangan budaya, dan ilmu pengetahuan. Dengan memperlebar akses jalan menuju candi dan membangun paviliun yang representatif, menjadikannya sebagai tempat pengembangan budaya Jawa dan tujuan wisata, Istana Keraton Pajang akan menjadi lebih berguna dan efisien untuk pengembangan ekonomi masyarakat sekitar dan pengembangan pariwisata pemerintah terkait.

Upacara adat seperti sekaten dan garebeg yang dilaksanakan saat ini di keraton Surakarta dan Yogyakarta juga merupakan hasil dari perkembangan budaya kerajaan Pajang. Sebagai warisan budaya Islam dari Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang juga menyelenggarakan Sekaten dan Garebeg setiap tahun. Upacara Sekaten dan Garebeg sendiri pertama kali diselenggarakan oleh Kerajaan Demak, bertepatan dengan penobatan Raden Fatah secara resmi sebagai Sultan Demak.

Sejak jatuhnya Kerajaan Pajang, upacara Sekaten dan Garebeg kemudian dilanjutkan oleh Panembahan Senapati dan penerusnya dari Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Upacara Sekaten dan Garebeg tidak hanya berfungsi sebagai ritus keagamaan dan sedekah raja kepada rakyatnya, tetapi juga sebagai ajang untuk mengukur kesetiaan bupati sebagai bawahan kerajaan. Mereka harus hadir dan membayar pajak agar roda pemerintahan kerajaan tetap berputar. Untuk itu raja-raja Mataram Islam dan penerusnya melestarikan upacara Sekaten dan Gerebeg hingga saat ini, meskipun cara dan kemasannya berbeda.

Bahkan, menurut Lilik, seorang ahli sejarah yang fokus pada sejarah Mataram Islam, karena bangunan yang sekarang merupakan bangunan baru bahkan bangunan cagar budayanya sudah hilang, semua sisa reruntuhan Keraton Pajang sudah tidak ada. Namun dengan sejarahnya yang gemilang dan menjadi inspirasi bagi keraton-keraton selanjutnya seperti Kotagede, Kerta, Plered, Kartasura, Surakarta dan Yogyakarta, reruntuhan Keraton Pajang layak untuk dihidupkan kembali, kata Lilik.

Dalam kesempatan itu, Ketua AGSI DIY Agus Tony Widodo mengatakan, kami dan kawan-kawan selama ini berasumsi bahwa pusat Kerajaan Pajang bukan di Surakarta, melainkan di tempat lain seperti Boyolali atau Salatiga. Ketidaktahuan ini disebabkan kurangnya sosialisasi di Keraton Pajang. Dengan lokasi yang sempit dan tersembunyi diapit oleh rumah-rumah padat penduduk menambah ketidakjelasan pengetahuan masyarakat tentang Petilasan ini. Tony berharap para guru sejarah khususnya SD hingga SMA di Surakarta dan sekitar Petilasan mengajak siswanya ke situs Petilasan untuk mempelajari sejarah Pajang agar siswa mengetahui sejarah nenek moyangnya, pungkasnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button