Perumahan Mewah Komunitas Eropa di Solo - WisataHits
Jawa Tengah

Perumahan Mewah Komunitas Eropa di Solo

Villa Park Banjarsari adalah sebuah taman besar di kota Solo. Tempat ini dulunya bernama Taman Monumen 45 Banjarsari. Karena di tengah taman terdapat tugu pertempuran yang melambangkan pergolakan fisik tahun 1945.

Kecamatan Banjarsari dulunya merupakan wilayah Kota Mangkunegaran. Desa Banjarsari disebut juga Kampung Balapan karena kawasan tersebut pernah dijadikan sebagai lapangan pacuan kuda pada zaman Mangkunegara IV (1811-1881).

Eko Sutianto dalam disertasinya yang berjudul Pelayanan dibidang taman dan penerangan jalan pada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta pada Administrasi Taman Villa Banjarsari
mengatakan lahan Villa Park diambil dari kawasan Pamedan Lor Mangkunegaran di Banjarsari.

Diklaim bahwa pola tata ruang Villa Park Banjarsari dibangun oleh Herman Thomas Karsten, salah satu arsitek terkemuka di Hindia Belanda pada abad 20. Sebagian besar bangunan di Surakarta dibangun oleh Karsten.

“Villa Park Banjarsari dibangun saat dia menjadi konsultan perencanaan Kota Surakarta,” tulisnya.

Pabrik Colomadu, pewaris industri gula Mangkunegaran terbesar di Asia

Villa Park berada di utara Pasar Legi, yang telah mengalami banyak perubahan. Sebelumnya, Villa Park merupakan kediaman pejabat pemerintah Belanda di Surakarta dan sebagian besar dihuni oleh orang Eropa yang bekerja di sektor perkebunan.

Eko mengatakan, pertumbuhan permukiman Eropa juga dibarengi dengan segala infrastruktur yang dibutuhkan warga Eropa. Kebutuhan infrastruktur tersebut terdiri dari fasilitas pendidikan, kesehatan dan sekolah.

Di daerah ini terdapat banyak sekolah untuk orang Eropa dan bangsawan, seperti sekolah dasar (sekolah kamp Eropa), sekolah Menengah (Sekolah Burger Hoogere) dan guru sekolah (kweekschool).

Padahal, sekolah pertama dibuka di daerah ini pada tahun 1896 sekolah Wilhelmina diberikan untuk mengakomodasi siswa Eropa. Sekolah itu diberi nama Wilhelmina untuk memperingati kebangkitannya sebagai Ratu Belanda.

Dari segi seni dan budaya, Belanda sementara itu membangun taman di tengah taman vila. Taman ini sekarang dikenal dengan nama Taman Villa Banjarsari atau Taman Tugu Banjarsari.

area hijau

Karsten memberi polesan baru pada tata kota Solo. Di Villa Park Banjarsari ia membangunnya dengan konsep kota Taman sebagai yayasan. Oleh karena itu, perumahan dilengkapi dengan lansekap untuk penghuninya.

Kemudian dibangun gedung-gedung indah di sekitar pacuan kuda atau yang disebut loji dalam bahasa Jawa. Tak hanya itu, di sekeliling bangunan ini terdapat taman yang membuat kawasan ini terlihat asri.

“Keindahan ini membentuk kawasan yang disebut Villa Park, yang berarti bangunan dan taman yang indah,” tulis Himawan Prasetyo dalam Urgensi pelestarian cagar budaya di Surakarta.

dalam Kronik Tunggal, kata RM Sajid bahwa bangunan atau penginapan yang indah itu kemudian disewakan kepada wisatawan. Kebanyakan penyewa adalah orang Belanda, yang sering datang ke arena pacuan kuda pada masa itu.

Hal senada diungkapkan oleh pengamat sejarah kota Surakarta, Heri Priyatmoko, yang mengatakan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan tempat pacuan kuda. Kemudian diubah menjadi kawasan pemukiman Eropa oleh Mangkunegara IV.

Kini, jelas Heri, masyarakat adat malah dilarang tinggal di sana. Akibatnya, bangunan mengambil gaya di lokasi ini Indian perpaduan arsitektur Eropa dan tradisional Jawa.

Kisah Stasiun Balap Solo: Arena Pacuan Kuda ke Zona Bermasalah Didi Kempot

Kawasan Taman Villa dinyatakan sebagai kawasan elit dengan peraturan tersendiri, yang dapat dilihat dari Undang-Undang Pemanfaatan Tanah Negara Surakarta, khususnya kawasan Mangkunegaran, seperti dikutip di bawah ini:

“Peraturan tata guna lahan di Mangkunegaran tidak mencakup kawasan Taman Villa karena kawasan ini sudah memiliki peraturan sendiri yang ditetapkan pada tanggal 1 November 1912 (Rijksblad Mangkunegaran15 Januari 1918. No. 1 Tahun 1918, Pasal No. 2 Pasal 3).”

Namun, setelah bertahun-tahun, nama Villa Park diubah lagi menjadi Banjarsari pada tahun 1942. Hal ini bertahan hingga saat ini, bahkan nama Banjarsari dijadikan sebagai salah satu nama kecamatan di wilayah Kota Solo.

Pada masa Pertahanan Kemerdekaan, daerah Banjarsari digunakan sebagai tempat penyusunan taktik pertahanan kota oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi yang sedang menunggu kembalinya pasukan Belanda ke kota Solo.

Oleh karena itu daerah Banjarsari memiliki nilai sejarah yang tinggi atas kemenangan pertempuran empat hari di Solo antara para pejuang dan pasukan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan.

taman pendidikan

Masyarakat Solo menjadikan taman di kawasan Banjarsari sebagai tempat beristirahat, bersantai, berolahraga atau sekedar bersantai. Hal ini tidak lepas dari lokasinya yang strategis dan didukung oleh fasilitas yang memadai.

Jika Anda ingin datang ke kawasan ini, Anda akan disambut oleh patung Dwarapala yang berada beberapa meter sebelum gerbang masuk. Di sebelah kiri dan kanan gerbang terdapat sepasang tugu berbentuk silinder yang meruncing ke atas dan memiliki lidah api di bagian atasnya.

Pintu masuk ke Villa Park Banjarsari mulus dan cukup lebar untuk mobil. Namun, kendaraan 4WD diparkir di depan gerbang taman, hanya roda dua yang boleh masuk.

Sedangkan di sisi barat taman merupakan kediaman prajurit dragonder atau kavaleri ringan dan istal kuda atau gedhogan, dan sisi timur alun-alun menjadi kediaman prajurit artileri.

Ditulis oleh Areong Binang di Villa Park Banjarsari Solo Di dalamnya terdapat kursi taman yang tampak tersebar di banyak tempat di sekitar area, memungkinkan Anda untuk menikmati suasana santai mengobrol dengan teman.

Tradisi minum teh, cara menjalani hari orang solo

Situs taman ini sebenarnya telah direvitalisasi agar lebih nyaman untuk dikunjungi. Kawasan ini dulunya merupakan tempat para pedagang kaki lima. Padahal, taman ini dulunya merupakan kawasan kriminal yang terkenal di Solo.

Menurut catatan Pemkot Solo, jumlah PKL di Surakarta pada tahun 2003 sebanyak 610 PKL. Pada tahun 2005 jumlahnya meningkat menjadi 989 PKL. Kemudian pemerintah kota Solo mencoba merelokasi para pedagang.

Puncak dari prosesi tersebut berlangsung pada tanggal 23 Juli 2006 dengan nama Prosesi Budaya Bedhol Monumen Perjuangan PKL 45 Banjarsari menuju Pasar Klithikan Notoharjo Semanggi bernuansa Jawa khas Surakarta.

Sejak tahun 2011, kawasan Villa Park menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Surakarta. Implementasi rencana tersebut didasarkan pada pencarian sejarah untuk rumah antik yang bergaya Indian.

Widdi Srihanto yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta menyatakan, kawasan ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai wisata sejarah, seperti kota tua Jakarta.

Meski diakui bangunan di sini tidak semegah di sana, kata Widdi yang dirilis tempo.

Namun dia yakin Villa Park bisa menarik wisatawan, terutama dari Eropa. Karena banyak wisatawan Eropa yang memiliki kegemaran mengunjungi peninggalan Belanda dan Villa Park salah satunya di Indonesia.

Source: www.goodnewsfromindonesia.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button