Pertempuran 10 November dan Kisah Kedekatan Bung Tomo dengan KH Hasyim Asy'ari - WisataHits
Jawa Timur

Pertempuran 10 November dan Kisah Kedekatan Bung Tomo dengan KH Hasyim Asy’ari

TEMPO.CO, jakarta – Pidato-pidato Bung Tomo sering dianggap berhasil mengobarkan semangat nasionalisme di kalangan masyarakat Surabaya. Pidato ini juga diyakini sebagai bahan bakar perjuangan dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Namun, di balik badai pertempuran 10 November itu ternyata ada peran penting dalam resolusi jihad Nahdlatul Ulama atau NU. Dikutip dari majalah Tempo, Choirul Anam sebagai penulis buku Tumbuh kembang NU Disebutkan bahwa resolusi jihad ini merupakan penyemangat bagi para pemuda Surabaya.

Tuntutan tersebut didasarkan pada dua alasan. Pertama, Choirul Anam mengatakan bahwa menentang Belanda tidak lain adalah bentuk jihad. Kedua, Bung Tomo juga menyemarakkan semangat jihad setiap membuka dan mengakhiri pidatonya dengan seruan takbir.

Bung Tomo dan Takbir berteriak

Argumen Choirul Anam di atas juga didukung oleh William H. Frederick dalam bukunya Pandangan dan Pergolakan: Masyarakat Perkotaan dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926 – 1946).

Frederick menganggap seruan takbir Bung Tomo berguna untuk menarik perhatian kaum muslimin di Surabaya yang dianggap sangat sakti oleh Bung Tomo saat itu tetapi belum cukup ditangkap untuk berperang melawan penjajah untuk berperang.

Baca juga: Sejarah Perang Surabaya dan Naskah Resolusi Jihad Pertama Kiai NU

Selain itu, Frederick menduga Bung Tomo memiliki hubungan khusus dengan Kiai. Dalam wawancara yang dikutip Frederick, Bung Tomo mengaku mengenal Wahid Hasyim, putra Hasyim Asy’ari, sebagai pendiri NU sejak 1944.

Namun, kedekatan tersebut tidak membuat Bung Tomo menjadi fanatik agama. “Bung Tomo tidak menganggap dirinya orang yang religius,” kata Frederick, seperti dikutip majalah itu Tempo.

Catatan menunjukkan Bung Tomo dekat Hasyim Asy’ari

Hubungan Bung Tomo dengan Hasyim Asy’ari juga diungkapkan oleh Alkarhanaf dalam bukunya Kiai Hasjim Asj’ari, bapak muslim Indonesia. Dalam buku ini, Alkarhanaf menyebutkan bahwa Bung Tomo dan Jenderal Sudirman sering bersekolah di Pesantren Tebuireng.

Buku itu juga mengungkapkan bahwa sebelum kematian Hasyim Asy’ari, Bung Tomo dan Jenderal Soedirman telah mengirim utusan untuk menyampaikan informasi tentang agresi militer pertama Belanda.

majalah tempo disebutkan bahwa Rasulullah Hasyim Asy’ari memberikan laporan yang bertepatan dengan hari ketujuh bulan Ramadhan. Biasanya Hasyim Asy’ari memberikan pengajian setelah shalat Tarawih, namun ketika mengetahui bahwa utusan Bung Tomo hadir, Hasyim Asy’ari menghentikan pengajian dan meninggalkan masjid.

Setelah mendapat penjelasan dari utusan Bung Tomo di rumahnya, Hasyim Asy’ari langsung ambruk dalam keadaan lemas. majalah tempo menyebutkan bahwa Hasyim Asy’ari terus mengucapkan kata-kata “Masha Allah” dalam keadaan ini.

Tidak lama kemudian, dikabarkan bahwa Kiai Hasyim Asy’ari meninggal pada tanggal 25 Juli 1947. Karena kondisi agresi militer Belanda 1, Bung Tomo dan Jenderal Soedirman tidak dapat menghadiri pemakaman Hasyim Asy’ari. Namun, keduanya diketahui mengirim telegram belasungkawa.

ACHMAD HANIF IMADUDDIN

Baca juga: Gema bubarnya jihad di tengah pertempuran 10 November 1945

Selalu update informasi terbaru. Tonton berita terkini dan berita pilihan dari Tempo.co di saluran Telegram “http://tempo.co/”. klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button