Pengurangan Bencana, FPRB Bantul Tanam Mangrove di Baros - WisataHits
Yogyakarta

Pengurangan Bencana, FPRB Bantul Tanam Mangrove di Baros

Harianjogja.com, BANTUL—Untuk memitigasi dampak bencana, Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Bantul melakukan penanaman mangrove di Pantai Baros. Selain penanaman mangrove, FPRB juga melakukan pembersihan sampah dari kawasan pantai bersama pemuda Baros dan TNI Angkatan Laut.

Ketua FPRB Kabupaten Bantul Waljito mengatakan, dampak abrasi laut bisa diatasi, salah satunya dengan menanam mangrove.

“Jadi begitu [penanaman mangrove] Kerja sama dengan FPRB desa Tirtohargo, beberapa relawan, TNI Angkatan Laut, Polri, Pemkot dan pemuda Baros,” kata Waljito saat dihubungi, Sabtu (12/3/2022).

Menurutnya, erosi akan merusak lahan pertanian masyarakat di sisi utara jika tidak bisa diprediksi. Karena itu, penanaman ini mungkin sebagai upaya penghijauan kawasan di Baros sehingga bisa dijadikan sebagai wisata baru.

“Dengan cara ini kita juga bisa mengembalikan ekosistem yang ada di sana, seperti bangau, ikan payau yang hidup di antara sungai dan laut. Untung banyak,” ujarnya.

Baca Juga: Akan Dibangun Dua Jembatan untuk Menghubungkan Prambanan dan Gunungkidul

Bibit mangrove yang ditanam di areal tersebut akan mencapai 100 tanaman. Namun tantangannya, gelombang laut dapat dengan mudah merusak bibit mangrove. Karena itu, warga setempat terus membudidayakan tanaman bakau.

“Saat air tinggi, tanaman kemudian diterjang ombak. Ditambah masalah lain yaitu sampah. Hal yang paling mengerikan adalah tanaman mati karena sampah. Banyak tumpukan sampah dari Utara kemudian dibuang ke laut, laut membuangnya ke darat,” ujarnya.

Penanaman dilakukan saat air laut surut. Ia menjelaskan, penanaman mangrove harus hati-hati mengingat dua ancaman yang dapat dengan mudah merusak dan mematikan bibit tanaman.

Waljito menegaskan, ada dua prinsip mitigasi. Prinsip pertama adalah pengenalan setiap lingkungan terkait dengan Kawasan Rawan Bencana (KRB). Kedua, diseminasi informasi cuaca.

“Kemudian sehubungan dengan hasil dokumen mitigasi dan rencana aksi. Kalau terjadi mitigasi dan dokumen darurat mengatakan suatu daerah masuk zona merah dan warga harus pindah, ya wajib pindah atau pindah,” lanjutnya.

Hanya saja, kata Waljito, masih cukup banyak warga yang belum siap direlokasi. Sebagian besar penduduk berpendapat bahwa daerah itu adalah tempat kelahiran dan warisan.

Tegasnya, FPRB Bantul terus mengedukasi masyarakat tentang upaya pengurangan dampak bencana dan mensosialisasikan peta daerah rawan bencana.

“Kalau di bantaran sungai, kami beri pencerahan agar mereka lebih dulu meramal dan menyebarkan cuaca. Kemudian lihat gejalanya, kalau mau banjir ya pindah. Kalau ada orang di alur sungai yang mudah tertabrak, pindahkan,” pungkasnya.

pengerukan sungai

FPRB Bantul juga merekomendasikan BBWSO untuk mengeruk sungai-sungai yang terkena pendangkalan atau normalisasi sungai.

Waljito mendorong perusahaan untuk melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan menanam pohon, terutama di lahan yang terdegradasi. “Jadi tidak seperti sungai Celeng di Imogiri. Sungai Celeng membludak karena hutan di Wonosari sudah gundul,” jelasnya.

Selain terkait CSR, Waljio menegaskan tugas dan fungsi FPRB lebih kepada memberikan rekomendasi kepada OPD terkait untuk mengurangi dampak bencana di lapangan.

“Jadi, BPBD, DPUPKP, BBWSO, begitu reaksinya, lho. Masak urusan seperti itu [kajian kebencanaan, mengatasi dampak bencana di lapangan] Jawaban pertama pasti relawan. Memang repot karena kita tidak punya alatnya. Kami sebenarnya hanya mitra, hanya membantu mereka. Tapi faktanya FPRB tidak ada apa-apanya. Ke depan, FPRB akan membantu. Soalnya mereka punya fasilitas dan alatnya,” pungkasnya.

DIDUKUNG:

Kisah dua brand kecantikan lokal yang diuntungkan Tokopedia: Duvaderm dan Guele

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button