Pengelolaan usaha yang berkelanjutan menjaga keindahan desa wisata Nglanggeran - WisataHits
Yogyakarta

Pengelolaan usaha yang berkelanjutan menjaga keindahan desa wisata Nglanggeran

Kawasan vulkanik purba Desa Nglanggeran di Kawasan Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta ini berhasil memikat hati banyak pengunjung. Tidak hanya keindahan alamnya tetapi juga pengelolaan pariwisatanya yang berkelanjutan.

Masyarakat Desa Nglanggeran percaya bahwa menjaga kelestarian dan kesucian alam adalah prioritas utama dan tanggung jawab mereka dalam menjaga alam sekitar.

Dibentuk 60 juta tahun yang lalu, Gunung Api Nglanggeran purba merupakan bagian dari 33 situs geologi Gunung Sewu. Lokasinya terbentang di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunung Kidul di Yogyakarta; Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah, hingga Kabupaten Pacitan di Jawa Timur.

Pada awal Maret 2021, Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif Sandiaga Uno mengakui Kawasan Wisata Desa Nglanggeran sebagai Desa Wisata Lestari. Desa Nglanggeran merupakan salah satu dari 16 desa wisata berkelanjutan terpilih di Tanah Air.

Sandiaga menjelaskan, penilaian desa wisata berkelanjutan berfokus pada tiga parameter, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Kemenparekraf ingin mendorong desa-desa wisata di Indonesia menjadi lebih berkualitas, lebih kredibel dan mampu bekerja sama dan bersaing di dalam dan luar negeri,” katanya, dikutip dari situs dailyjogja.com.

Menambahkan Sandiaga ke build pariwisata berkualitas memerlukan beberapa syarat. Misalnya infrastruktur, konektivitas, pemasaran hingga daya tarik wisata untuk meningkatkan kualitas pariwisata serta kenyamanan dan keamanan destinasi wisata.

Seolah itu belum cukup, pada Desember 2021 Desa Wisata Nglanggeran terpilih sebagai desa wisata terbaik di dunia oleh penghargaan Desa Wisata Terbaik 2021 yang diberikan oleh United Nations World Tourism Organization (UNWTO).

Pada upacara penghargaan ini, desa terbaik dinilai berdasarkan sumber daya alam dan budaya. Selain itu, tindakan dan komitmen inovatif dan transformatif terhadap pengembangan pariwisata dinilai sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

Di balik kesuksesan besar menjadikan Desa Wisata Nglanggeran sebagai salah satu destinasi wisata unggulan kelas dunia adalah kontribusi strategis dari PT Pertamina (Persero) melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL). BUMN di bidang migas ini sudah berjuang bersama masyarakat desa Nglanggeran sejak tahun 2011.

Untuk melihat kembali langkah perusahaan dalam upaya memajukan Masyarakat Desa Nglanggeran, Pertamina bermitra dengan Katadata dalam program Pertamina Ecotourism untuk bertemu dengan pengelola dan warga setempat serta mempelajari lebih jauh dampak yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang dirasakan.

Salah satu pengelola wisata di Kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran yang ditemuinya adalah Triyono. Triyono mengatakan, masyarakat setempat menyebut gunung itu Gunung Wayang atau Gunung Wahyu jauh sebelum dikenal sebagai Kawasan Gunung Api Purba Nglanggeran. Pemerintah kota juga melihat gunung hanya sebagai bagian dari latar belakang desa.

Pelan-pelan, terutama setelah Pertamina dan berbagai program sosialnya diluncurkan pada tahun 2011, masyarakat setempat semakin sadar dan mulai merencanakan pengelolaan kawasan wisata yang lebih merata dan berkelanjutan.

Melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), pengelolaan kawasan wisata semakin diperhatikan dan dimatangkan.

“Warga yang dulunya hanya bercocok tanam kini lebih banyak berpendapat tentang berbagai kegiatan yang bisa dilakukan terkait pengelolaan kawasan wisata,” kata Triyono.

Bahkan katanya banyak warga yang bisa buka penginapan Memfasilitasi akomodasi bagi pengunjung. Beberapa warga lainnya juga berprofesi sebagai pemandu wisata, mengantar pengunjung ke puncak gunung untuk berwisata.

“Tingkat ekonomi warga juga membaik,” katanya.

Namun sebagai kawasan pariwisata berkelanjutan, Desa Wisata Nglanggeran tidak lagi bertumpu pada wisata massal, melainkan pada wisata ramah lingkungan. Bahkan pihak pengelola membatasi jumlah pengunjung agar lingkungan sekitar tetap terjaga.

Kesadaran untuk membatasi jumlah pengunjung muncul pada tahun 2014. Saat itu, jumlah pengunjung Nglanggeran melonjak menjadi 325.000 pengunjung dalam satu tahun. Bukannya senang, warga desa malah marah.

Mereka merasa riuh, suasana desa menjadi resah. Bahkan, berbagai bentuk vandalisme mulai bermunculan terhadap situasi desa, membuat suasana semakin tidak nyaman.

Akhirnya, implementasi keputusan pemerintah kota setempat untuk membatasi jumlah pengunjung dimulai. Pada tahun 2019, jumlah pengunjung mencapai 103.000 orang per tahun, namun ditandai dengan pencapaian dalam menjaga situasi dan kondisi desa yang lebih kondusif.

Meski jumlah pengunjung menurun, pendapatan yang dihasilkan juga meningkat berkat koordinasi dan pengelolaan yang lebih canggih, termasuk mewajibkan pengunjung untuk membeli produk lokal dan lebih sering berinteraksi dengan warga lokal.

Menurut Kompas.com, Sugeng Handoko, salah satu pemandu wisata dan anggota Pokdarwis Desa Nglanggeran, menjelaskan omzet Desa Wisata Nglanggeran mencapai Rp 3,2 miliar pada 2019 dan meroket menjadi Rp 1,4 miliar sejak 2014.

Selain gunung api purba, Desa Nglanggeran juga terkenal dengan Waduk Nglanggeran. Bendungan atau kolam buatan ini sebenarnya dibangun untuk memperlancar irigasi pertanian masyarakat setempat.

Daerah Nglanggeran, seperti banyak daerah di Kabupaten Gunung Kidul, dulunya dikenal sebagai daerah yang tandus. Pada tahun 2011, pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Pertamina, kemudian membangun bendungan, kolam buatan yang berfungsi sebagai sumber air dan terutama untuk irigasi.

Setelah bangun, Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X meresmikan waduk pada tahun 2013.

Usai pembangunan waduk, Pertamina bekerja sama dengan Yayasan Obor Tani melakukan peninjauan dan diskusi dengan kelompok tani setempat tentang sumber daya pertanian yang bisa dikembangkan.

Pertamina kemudian mulai memberikan bantuan berupa pupuk dan bibit kepada petani setempat untuk mulai menanam tanaman buah-buahan.

Beberapa varietas buah yang saat ini sedang dibiakkan, di antaranya varietas durian lengkeng dan monthong serta bawor yang saat ini banyak diminati konsumen.

Namun, menurut Sudiyono, salah satu pengelola kawasan waduk Nglanggeran, petani setempat masih menghadapi masalah kekeringan, terutama saat waduk kehabisan air sebelum musim hujan dimulai.

Surdiyono menambahkan, Pertamina kemudian bergerak untuk memperbaiki masalah tersebut. Setelah masalah pasokan air teratasi, Pertamina mengalokasikan distribusi air ke petani agar lebih merata.

Selain itu, setiap kepala keluarga saat ini menerima jatah 2.000 meter persegi lahan pertanian untuk pertanian. Saat ini terdapat 4.500 pohon durian dan 82 petani durian di Desa Nglanggeran dari total penduduk 4.200 jiwa.

Tugiran, salah satu petani durian yang ditemuinya, mengaku awalnya sempat bertanya-tanya apakah bisa menanam durian di lahan keluarganya. Setelah bertahun-tahun hidup, ia mulai merasakan hasil budidaya duriannya.

“Setelah bertahun-tahun berkultivasi, sekarang saya mulai merasakan hasilnya,” katanya.

Dari sisi pengelolaan lingkungan, air dari Waduk Nglanggeran tidak hanya cukup untuk pengelolaan pertanian, tetapi juga dapat menjamin ketersediaan air bersih untuk seluruh rumah di desa dan sekitarnya.

Pertamina saat ini menduplikasi program pemberdayaan desa wisata di berbagai kota di Indonesia.

Source: katadata.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button