Penduduk Begadon mengandalkan ritual tradisional "gumbregan" untuk mengusir hama tikus - WisataHits
Jawa Timur

Penduduk Begadon mengandalkan ritual tradisional “gumbregan” untuk mengusir hama tikus

Penduduk Begadon mengandalkan ritual tradisional “gumbregan” untuk mengusir hama tikus

tanpa judul

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Untuk mengusir hama tikus, masyarakat di Desa Begadon, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur masih mempertahankan ritual adat gumbregan. Warga desa ring ladang minyak Banyu Urip, Blok Cepu, menilai acara kearifan lokal ini efektif mengusir hama.

Kepala BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Begadon Winarto mengatakan, ritual gumbregan yang biasa digelar setiap Jumat Legi berlangsung hingga panen tiba. Hal ini terjadi pada awal musim tanam ketika tanaman padi berumur sekitar 30 hari.

“Dulu, sebelum Gumbregan banyak tikus di sawah. Setelah Gumbregan digelar, jumlah tikus turun drastis. Tidak masuk akal saja, tapi benar-benar terjadi,” kata Winarto kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (9/2/2022).

Semua petani ikut serta dalam upacara Gumbregan di desa Begadon. Ramp atau syarat uba dalam tradisi ini juga tidak banyak jenisnya. Ini hanya terdiri dari lontong dan kupat, lauk pauk dan sayuran dalam santan. Apa yang dibawa oleh setiap keluarga petani.

Petani berkumpul di sepanjang bundel sawah yang ditentukan. Seperti biasa, kegiatan dimulai pada Kamis sore Kliwon. Pada hari Kamis sore menjelang malam, menurut adat Jawa, diperkirakan akan terjadi pasang surut keesokan harinya. Ini Jumat Legi.

“Kami saling terbuka dan bertukar makanan yang kami bawa,” kata pria yang akrab disapa Mbah Win itu.

Selanjutnya, sesepuh desa yang diminta hadir memimpin doa keselamatan. Agar aman dari segala hama, termasuk tikus. Selamat kepada semua tanaman padi sampai panen tiba.

“Ke depan kami ingin Gumbregan lebih tertata. Harapannya, dia tidak terpecah menjadi kelompok-kelompok seperti sekarang,” katanya.

Sementara itu, Priyono, Sekretaris Desa Begadon, mengatakan gumbregan rutin dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan pengelola irigasi. Warga biasanya hanya mendapat pesan berantai yang disebut “Gethok Tular” dari pengelola irigasi melalui WhatsApp atau telepon genggam kepada pemilik sawah.

“Selain itu, Tular Gethok juga dilakukan oleh petugas irigasi atau tukang Mbanyu, yang kemudian diteruskan langsung ke warga,” ujarnya.

Dijelaskannya, tujuan dari Gumbregan adalah untuk berdoa bersama agar segala jenis hama, termasuk jangkrik, tikus, dll, tidak menyerang tanaman padi yang saat ini memasuki musim “matun”, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur. , karena tanaman padi aman dari segala penyakit.

“Sebagai pemerintah desa, insya Allah kita akan mengadakan festival desa tahun depan. Budaya Gumbregan akan kami kemas dengan semenarik mungkin, sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat Begadonia yang rutin menjaga adat budaya ini,” pungkasnya. (Sirip)

Source: suarabanyuurip.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button