Novena Keutuhan Ciptaan dan Sinode Yogyakarta Barat: Menghargai sesama, bergabung dalam komunitas untuk membangun kebersamaan - WisataHits
Yogyakarta

Novena Keutuhan Ciptaan dan Sinode Yogyakarta Barat: Menghargai sesama, bergabung dalam komunitas untuk membangun kebersamaan

Novena di taman doa Prenthaler Doas

HIDUPKATOLIK.COM – Sebagian besar paroki di Kevikepan Yogyakarta Barat dilalui oleh sungai dengan alur dan karakteristik yang berbeda. Integritas gerakan penciptaan yang diangkat adalah Konservasi Sungai. Sungai-sungai ini tidak hanya menjadi lanskap air yang mengalir dari hulu ke hilir, tetapi juga menghidupkan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Di sisi lain, Keuskupan Yogyakarta Barat terus mengupayakan pembentukan dan pertumbuhan gerakan pastoral umat yang selaras dengan gerakan pastoral Keuskupan Agung Semarang.

Pengunjung novena di Jatiningsih, Klepu.

Dengan semangat “Gemati-Buka-Ngopeni” Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan novena di 9 tempat ziarah di Yogyakarta Barat. Novena dilakukan dalam bentuk katekese populer dan diakhiri dengan perayaan Ekaristi. Melalui novena ini, orang-orang diajak meluangkan waktu untuk bertemu dengan orang lain untuk membangun kesadaran akan welas asih; mencintai alam dan ikut serta dalam upaya menjaga keutuhan ciptaan; ikuti gerakan “Berjalan Bersama” – Sinode Keuskupan; menyajikan tempat-tempat ziarah yang ada; Membentuk gerakan penguatan katolik, nasionalisme, kerasulan, sinergi dan profesionalisme.

Novena ini akan dimulai pada Maret 2022 dan akan berlangsung di Kuil Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran. Kemudian novena berikutnya berturut-turut dilaksanakan di Pameran Patung Kerahiman Ilahi, Gua Maria Jatiningsih Klepu, Gua Maria Lawangsih Nanggulan dan Taman Doa Prenthaler Boro, dan bulan ini akan dilaksanakan pada hari Minggu, 28 Agustus 2022 bertempat di Maria Dhamparing Kawicaksanan Taman Doa Periode 6 (Kebijaksanaan Maria Ratu). ) di daerah Ngembesan Somohitan, Sleman.

Pj Bupati Kulon Progo bersama Vikep di Boro.

Semua kegiatan novena diawali dengan katekese tentang pelestarian sungai dan upaya yang dilakukan oleh masyarakat bersama pihak-pihak lain yang sepaham akan dan akan terus mendukung gerakan ini. Beberapa pembicara yang diundang dalam kegiatan novena ini adalah tokoh masyarakat dan pelestari lingkungan, baik lintas agama maupun aktivis gereja.

Beberapa komunitas dan tokoh masyarakat ternama, seperti Komunitas Reservasi Urip dan Paradesa, yang melakukan konservasi sungai di kawasan Boro; Pak Supino menjelaskan kegiatan untuk melindungi sungai di sekitar Lawangsih dan Nanggulan; Ibu Utik Suprapti yang menyampaikan keprihatinannya terhadap kerusakan di sekitar Sungai Progo; MY Esti Wijayati yang menjelaskan tentang suvenir sungai untuk dilestarikan.

Dalam novena ke-6 ini, pastor paroki Somohitan, Pastor Rafael Tri Wijayanto menyampaikan bahwa semangat sinode adalah saling menghormati dan bekerja sama membangun kebersamaan.

Melalui lagu Asmarandhana Enthik-enthik yang dilantunkan oleh pastor paroki untuk membuka pertemuan, umat diajak untuk menghayati hidup sinode, maju bersama, membentuk perkumpulan-perkumpulan sesuai dengan fungsinya masing-masing, ikut mewujudkan kemaslahatan banyak orang. , tanpa memandang agama. Pada dasarnya cinta sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Panitia berfoto bersama Vikep di Gua Maria Dhamparing Kawicaksanan.

Sementara itu, Girikerto Lurah (H. Suharto, BA, kepala desa 1999-2013 dan H. Sudibyo, kepala desa aktif) menyampaikan katekese masyarakat tentang situasi sungai-sungai di wilayah ini.

Suharto mengatakan Girikerto sebagai kawasan pemukiman tertinggi di lereng Gunung Merapi semula memiliki 8 sungai yang diharapkan tetap lestari karena menjadi sumber air bagi masyarakat di bawahnya. Konon ada legenda Sendang Panguripan dan lahirnya tradisi Ngrowot untuk Merti-Air, Merti-Bumi-Merti-Desa agar sungai tetap lestari.

Sementara itu, Sudibyo mengatakan banyak kendala akibat eksploitasi penambangan pasir dan minimnya prosedur pengamanan sungai serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap sungai. Beberapa sungai ini akhirnya mati. Banyak sumber yang dikuasai oleh perorangan atau perusahaan swasta, sehingga perlu ditata ulang agar pengelolaannya adil bagi masyarakat. Pada tahun 2023, mereka berhasil mewujudkan misi ini dengan mengembalikan pengelolaan air ke desa.

Namun, ada satu masalah lagi, warga di bawah juga tidak peduli, karena banyak membuang sampah ke sungai. Oleh karena itu, dua angka ini mencerminkan seruan umum untuk keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan pelestarian sungai, Merti Bumi. Hal ini diwujudkan dalam arca Semar yang terdapat di setiap dusun. Semar mendambakan masyarakat beragama yang sejahtera dan mandiri yang dibina dalam lingkungan yang berkelanjutan.

Katekese umat Somohitan.

Masyarakat peka dan didukung dalam kehidupan sosial. Warga akan hebat jika ada kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Kunci sukses adalah harmoni. Implementasinya tergantung bagaimana kita menjaga keharmonisan dalam hidup ini. Yang berat dan yang besar menjadi mudah bersama. Program terdekat adalah gerakan menanam pohon buah-buahan di kawasan Girikerto dan sekitarnya.

Dengan menanam pohon buah-buahan, di lereng Merapi di atas lahan seluas 16 hektar, diusahakan dulu dengan 2 hektar agar pohon tetap ada meski setelah panen, sehingga masih ada tempat penampungan air. Gerakan ini sudah dimulai dan akan terus berlanjut sebanyak mungkin. Diharapkan kawasan ini menyatu dengan Taman Nasional Merapi sehingga menjadi destinasi wisata spiritual dan wisata alam, termasuk Gua Lawa. Katekese ditutup oleh MY Esti Wijayati, Anggota DPR RI, yang diakhiri dengan menyampaikan pentingnya pelestarian sungai dan dilakukan dalam kolaborasi multi pihak yang sinergis.

Novena diakhiri dengan perayaan Ekaristi konselebrasi yang dipimpin oleh Vikep Yogyakarta Barat, P. AR Yudono Suwondo, didampingi oleh P. Adolfus Suratmo, P. Gregorius Prima Dedy Saputro, P. Rafael Tri Wijayanto dan P. Modestus Supriyanto.

Vikep Yogyakarta Barat, Romo AR Yudono Suwondo mengatakan: “Kita dibawa ke dalam suasana syukur, penuh suka cita, penuh semangat karena kita berjalan bersama, memiliki arahan dan kepedulian terhadap kelestarian alam khususnya sungai. , Untuk menjaga. Bumi kita, jika tidak dikeringkan oleh sungai, akan menjadi seperti planet kering lainnya.”

Hal ini ditegaskan dalam homili yang diberikan oleh para konselebran secara bergantian. Romo Dedy menyampaikan ajakan untuk rendah hati kepada Tuhan dan sesama, seperti petuah dalam budaya Jawa “Aja rumangsa bisa, ning bisaa rumangsa”.

Orang-orang menghadiri novena di Gua Maria Lawangsih.

Romo Ratmo mengajak masyarakat sekitar untuk mendukung gerakan konservasi air untuk merefleksikan kebutuhan masyarakat yang tinggal di bawah dan anak cucu mereka yang akan menikmatinya di masa depan.

Soal penggunaan pasir di sungai, Romo Supri mengingatkan untuk tidak menggunakan dumbel berukuran besar karena akan mengganggu keseimbangan ekosistem ekologis, merusak hajat hidup orang banyak, mematikan sumber air dan menguras air tanah.

Dalam rangkaian novena yang memperkenalkan tempat ziarah sekaligus mengintensifkan gerakan Peduli Sungai, masyarakat dihimbau untuk lebih sadar dan rela membangun kerjasama dengan semua pihak untuk melestarikan air dan menjaga keutuhan ciptaan.

Pastor Tri Wijayanto kembali menghimbau masyarakat untuk rendah hati dalam konteks novena, tujuan, misi, partisipasi menjaga dan merawat sungai. Rendah hati dalam berbagi. Jika Anda mencari pasir yang cukup. Rendah hati artinya secara etimologis andhap asor, rendah hati. Dari bahasa Latin humilis, akarnya adalah hummus. Humus adalah tanah hitam yang subur, benih apa pun yang ditanam di sana pasti akan tumbuh. Kita diundang untuk menjadi rendah hati seperti Yesus rendah hati (lih. Filipi 7).

Ia menekankan: “Jadilah humus, yang menumbuhkan nilai-nilai lain, jangan hanya bicara, jangan hanya mengurus sungai, bukan hanya novena. Perlu mengolah dan memelihara sungai, dibutuhkan 2000 tanaman, apokat dan durian. Bersama komunitas lain, budaya menanam, budaya mengukur dilakukan dengan kehadiran Gereja di masyarakat. Akan ada misa untuk persembahan bumi di Wonokerto, juga di Girikerto dan Pakem. Dalam persekutuan dengan masyarakat secara keseluruhan, gereja akan melakukan hal itu.

Merangkum semua afirmasi para konselebran, Vikep mengatakan perlunya kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanaman dan berperan dalam kemampuan masing-masing. Hal ini diharapkan menjadi gerakan nyata untuk mewujudkan apa yang selama ini dipikirkan, bukan hanya untuk kita tapi untuk anak cucu kita.

Taman doa Prenthaler

Di Laudato Si pentingnya kepedulian dan cinta terhadap keutuhan alam ciptaan diberikan. Ada beberapa catatan yang diingat dengan baik dari Paus Fransiskus yang memperkuat gerakan ini.

Pertama, banyak penelitian yang menunjukkan keadaan kelangkaan air, karena dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, pertanian dipupuk secara membabi buta secara melimpah tanpa mempedulikan tanah. Namun, kondisinya masih bagus di lereng Gunung Merapi. Air bersih dan oksigen, sehingga kunang-kunang masih sering ditemukan sebagai tanda alam sehat.

Kedua, adanya utang lingkungan yang ditanggung masyarakat untuk pembuangan sampah seenaknya, emisi karbon, dan sebagainya. Negara-negara kaya wajib membayar hutang ekologis kepada negara-negara yang masih memiliki hutan. Yang paling bawah harus ready Membelah dana untuk pelestarian alam. Semua ini menimbulkan kewajiban untuk menjaga sumber air.

Ketiga, penting adanya dukungan politik berupa peraturan pemerintah dengan aturan hukum yang jelas dan tegas. Ada kondisi bahwa orang yang bermodal besar dengan mudah mengambil sumber daya dengan cara menghancurkan fasilitas dan sumber daya tersebut. Keempat, kita harus rendah hati terhadap alam, tidak sembarangan terhadap pohon yang memberi kehidupan.

Penanaman pohon di kawasan Taman Doa Prenthaler, Boro.

“Bukan karena kita ingin mendapatkan sesuatu dari orang lain. Anda datang ke Gunung Sion karena Anda diberi martabat yang tinggi pada saat pembaptisan sebagai anak-anak Tuhan, karena Anda memiliki warisan untuk dibawa bersama Tuhan dalam menciptakan dan merawat dunia. (Kejadian 2:15). Semoga dengan semangat Ekaristi dan proses dinamis saat ini, masyarakat semakin termotivasi untuk bergabung dalam gerakan cinta keutuhan alam ciptaan”, Vikjen menutup pemaparan katekese tentang keutuhan ciptaan dalam homilinya.

Novena berikutnya akan diadakan di Air Mancur Kitiran Mas Pakem (25 September 2022), di Gua Maria Selintang Kokap (7 Oktober 2022) dan di dekat Gua Maria Sendangsono Promasan (11 Desember 2022).

Novena diakhiri dengan perayaan Ekaristi. Setiap novena dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah, aktivis pemerhati lingkungan dan integritas, perwakilan rakyat DPR/DPR RI, serta tamu undangan dari perwakilan sektor liturgi, katekese dan KPKC di seluruh paroki di Yogyakarta Barat. (ve)

Source: www.hidupkatolik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button