Mode menarik di jalan | Radar Malang Online - WisataHits
Jawa Timur

Mode menarik di jalan | Radar Malang Online

Dunia maya begitu heboh minggu ini. Karena Acara Street Style Kayutangan. Beberapa memujinya karena kreativitasnya. Namun tak sedikit pula yang bergosip karena lebih gila dari manfaat. Saya tidak tahu mana yang benar.

Artikel ini akan menyajikan sisi positifnya terlebih dahulu. Oke, Acara Street Style Kayutangan ini lumayan kreatif. Anak muda ingin menjadikan kawasan di Jalan Basuki Rachmat yang viral dengan warisan Kajoetangannya itu sebagai catwalk yang murah dan meriah. Cukup berdandan dengan berbagai pakaian, mereka bisa bergoyang. Tidak perlu panggung yang dipenuhi dengan lampu dan latar dalam ruangan yang mahal. Semuanya alami. Penataan trotoar dan jalan sebenarnya lebih alami.

Anda tidak perlu repot-repot membawa penonton ke gedung seperti yang dilakukan fashion. Karena venue berada di Autobahn, penonton datang sendiri. Sisi positif lainnya, acara ini otomatis mendongkrak popularitas pusaka Kajoetangan sebagai destinasi wisata baru. Tanpa harus khawatir dengan promosi, manajemen Kajoetangan Heritage sangat membantu. Berbagai foto acara ini begitu masif bertebaran di dunia maya. Ini adalah promosi gratis. Alhasil, wisatawan dari luar kota penasaran untuk datang ke Kota Malang. Perekonomian berjalan cukup baik. UKM menjadi lebih hidup. Desainer, fashion stylist dan fashion entrepreneur bisa berkembang lagi.

Di sisi lain, acara ini juga merupakan panen ejekan. Ada yang bilang gaya jalanan Kayutangan tidak kreatif. Karena mereka hanya meniru apa yang dilakukan anak muda di Citayam Fashion Week di Jakarta. Hanya kemasannya saja yang berbeda. Pakaian yang dipamerkan juga tidak menampilkan budaya lokal Malang. Hal ini menimbulkan kesan bahwa fashion tidak memiliki nilai positif.
Selain itu, netizen mengkritik acara tersebut karena berpotensi menjadi forum bagi kaum LGBT. Hal ini terkait dengan Citayam Fashion Week. Karena ada sejumlah remaja yang berpakaian seperti perempuan. Gaya bicaranya, cara berpakaian, hingga gayanya mengarah pada LGBT. Ini yang paling mengkhawatirkan, bersamaan dengan risiko mengganggu lalu lintas.

Terlepas dari pro dan kontra, pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah, harus menyikapinya dengan bijak. Karena acara ini membawa banyak keuntungan. Jika perlu, wadah harus dipandu sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kalaupun situs itu tetap dalam warisan Kajoetangan, kesepakatan harus dicapai. Baik secara spasial maupun temporal. Sejak saat itu tidak ada yang merasa dirugikan. Malah bisa menjadi program rutin yang ditunggu-tunggu wisatawan.

Dunia maya begitu heboh minggu ini. Karena Acara Street Style Kayutangan. Beberapa memujinya karena kreativitasnya. Namun tak sedikit pula yang bergosip karena lebih gila dari manfaat. Saya tidak tahu mana yang benar.

Artikel ini akan menyajikan sisi positifnya terlebih dahulu. Oke, Acara Street Style Kayutangan ini lumayan kreatif. Anak muda ingin menjadikan kawasan di Jalan Basuki Rachmat yang viral dengan warisan Kajoetangannya itu sebagai catwalk yang murah dan meriah. Cukup berdandan dengan berbagai pakaian, mereka bisa bergoyang. Tidak perlu panggung yang dipenuhi dengan lampu dan latar dalam ruangan yang mahal. Semuanya alami. Penataan trotoar dan jalan sebenarnya lebih alami.

Anda tidak perlu repot-repot membawa penonton ke gedung seperti yang dilakukan fashion. Karena venue berada di Autobahn, penonton datang sendiri. Sisi positif lainnya, acara ini otomatis mendongkrak popularitas pusaka Kajoetangan sebagai destinasi wisata baru. Tanpa harus khawatir dengan promosi, manajemen Kajoetangan Heritage sangat membantu. Berbagai foto acara ini begitu masif bertebaran di dunia maya. Ini adalah promosi gratis. Alhasil, wisatawan dari luar kota penasaran untuk datang ke Kota Malang. Perekonomian berjalan cukup baik. UKM menjadi lebih hidup. Desainer, fashion stylist dan fashion entrepreneur bisa berkembang lagi.
Di sisi lain, acara ini juga merupakan panen ejekan. Ada yang bilang gaya jalanan Kayutangan tidak kreatif. Karena mereka hanya meniru apa yang dilakukan anak muda di Citayam Fashion Week di Jakarta. Hanya kemasannya saja yang berbeda. Pakaian yang dipamerkan juga tidak menampilkan budaya lokal Malang. Hal ini menimbulkan kesan bahwa fashion tidak memiliki nilai positif.

Selain itu, netizen mengkritik acara tersebut karena berpotensi menjadi forum bagi kaum LGBT. Hal ini terkait dengan Citayam Fashion Week. Karena ada sejumlah remaja yang berpakaian seperti perempuan. Gaya bicaranya, cara berpakaian, hingga gayanya mengarah pada LGBT. Ini yang paling mengkhawatirkan, bersamaan dengan risiko mengganggu lalu lintas.

Terlepas dari pro dan kontra, pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah, harus menyikapinya dengan bijak. Karena acara ini membawa banyak keuntungan. Jika perlu, wadah harus dipandu sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kalaupun situs itu tetap dalam warisan Kajoetangan, kesepakatan harus dicapai. Baik secara spasial maupun temporal. Sejak saat itu tidak ada yang merasa dirugikan. Malah bisa menjadi program rutin yang ditunggu-tunggu wisatawan.

Source: radarmalang.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button