Mencampur Herbal dalam Sirup di Yogyakarta - ANTARA News Yogyakarta - WisataHits
Yogyakarta

Mencampur Herbal dalam Sirup di Yogyakarta – ANTARA News Yogyakarta

Yogyakarta (ANTARA) – Bagi masyarakat Indonesia, jamu merupakan bagian dari tradisi. Tidak hanya sebagai pengobatan yang saat ini lebih dikenal dengan obat herbal, tetapi juga sebagai cara menjaga kesehatan.

Karena terutama ditujukan sebagai obat atau untuk menjaga kesehatan tubuh, maka banyak sekali jenis jamu yang rasanya pahit, sehingga tidak sedikit kalangan yang menyukainya.

Namun, perkembangan zaman juga memberikan warna dan sentuhan pada kreasi varian baru jamu atau minuman herbal. Tidak hanya rasa baru, tetapi juga bentuk baru.

Saat ini jamu tidak hanya bisa dinikmati oleh jamu mbok-mbok yang menjual produknya dengan jalan kaki atau bersepeda keliling. Namun, jamu kini semakin mudah dinikmati, termasuk di beberapa kafe yang sedang menjadi tren di kalangan anak muda, termasuk di Yogyakarta.

“Kami adalah pemasok ke beberapa kafe. Beberapa berada di kota Yogyakarta, seperti Tarumartani Cafe and Cafe di Piyungan, Kabupaten Bantul,” ujar Marketing Jamu Mbak Tuk Arif Khoiru.

Jamu yang disediakan bukanlah jamu tradisional yang dikenal masyarakat umum, melainkan jamu yang berkembang dari waktu ke waktu karena diolah menjadi sirup.

Alih-alih pahit, jamu yang ditawarkan memiliki rasa yang manis dengan varietas yang berbeda dibandingkan dengan jamu tradisional yang selama ini dikenal luas, seperti nasi kencur, kunyit asam, cabai puyang, hingga jamu pahit.

Kedelapan rasa sirup jamu buatan UKM Desa Rejowinangun Yogyakarta ini memiliki rasa jahe, serai, jamu campur, kayu manis, kembang telang, rosela dan adas bintang.

Rasa yang paling populer adalah serai, kayu manis dan campuran herbal. Ada juga kafe yang menggunakan bunga telang sebagai pewarna pada minuman dan makanannya.

Selain diseduh langsung, dingin atau panas, sirup herbal ini juga cocok untuk dipadukan dengan minuman lain, termasuk susu. Rasa yang paling populer adalah campuran susu serai dan susu kayu manis, sehingga menghasilkan rasa yang lebih kaya.

Harga yang ditawarkan cukup bersaing, Rp 45.000 per botol sirup 500 mililiter (ml). Sekitar 13 gelas sirup herbal dapat dibuat dari satu botol. Dosisnya sekitar 40ml jika ingin membuat jamu dengan rasa yang lebih manis.

Karena diolah menjadi sirup, ramuan herbal memiliki umur simpan yang lama. Sekitar tiga sampai empat bulan keluar dari lemari es dan sampai sekitar satu tahun bila disimpan di lemari es.

Jika hanya diolah menjadi bahan nabati tanpa tambahan gula, maka umur simpannya tidak bisa lebih lama lagi karena tidak ditambahkan pengawet alami.

Produksi jamu atau sirup jamu sudah cukup sering dilakukan oleh para pelaku ekonomi. Namun, produk yang telah berproduksi selama satu tahun ini memiliki kualitas yang baik sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis lainnya.

Produk dikemas lebih menarik untuk mendorong konsumen membeli. Kualitas bahan baku juga dijaga semaksimal mungkin. Sebagian besar bahan baku dapat dengan mudah diperoleh di Pasar Giwangan Yogyakarta.

UMKM Mbak Tuk sebenarnya telah memproduksi berbagai varian obat herbal secara tradisional sejak tahun 2004, yang kemudian dimodernisasi sebelum mengembangkan produknya menggunakan sirup herbal.

Produk sirup jamu kebanyakan dipasarkan secara online dengan mengandalkan pengiriman melalui jasa ojek online atau melalui marketplace ternama.

Konsumen terbanyak berasal dari Jakarta dan Jawa Barat. Beberapa waktu lalu, ada konsumen dari Bali yang tertarik untuk membeli produk tersebut. Gunakan media sosial untuk memamerkan produk dan pemasaran.

inovasi produk

Meski telah berinovasi dengan produk sirup herbal, langkah UMKM tidak berhenti sampai di situ. Sementara produk yang sudah mereka miliki akan terus diluncurkan dan diperluas, upaya diversifikasi produk akan terus dilakukan dengan tetap menggunakan bahan-bahan herbal.

Ada beberapa bahan ramuan kering yang coba diperkenalkan saat ada acara di Pasar Kangen beberapa waktu lalu, dan peminatnya cukup banyak.

Konsumen dapat meracik dan menyeduh sendiri rasa yang diinginkan dengan mencampurkan beberapa bahan herbal kering seperti jahe, kapulaga dan cengkeh untuk membuat ramuan dengan rasa gurih dan pedas. Atau campurkan serai, rosela dan telang jika ingin mendapatkan minuman dengan rasa dan aroma yang kuat, namun juga memiliki warna yang unik.

Kebebasan konsumen untuk meracik minuman yang diinginkan menjadi salah satu keunggulan produk yang ditawarkan.

Cara ini diyakini sebagai upaya melestarikan jamu dan minuman herbal asli Indonesia, karena secara tidak langsung konsumen belajar meracik jamu.

Dengan bahan-bahan kering tersebut, produk dapat disimpan lebih lama dan tentu saja jangkauan pemasarannya meningkat.

Oleh karena itu, industri kecil di Rejowinangun berusaha untuk terus berkembang dan menghasilkan produk yang berkualitas. Mereka bermimpi suatu saat bisa mengekspor produk asli Rejowinangun.

Pusat IKM Herbal Rejowinangun

Walikota Yogyakarta telah menetapkan 30 jenis sentra industri kecil dan menengah (IKM) melalui SK Nomor 344 Tahun 2021, salah satunya sentra jamu. Salah satu sentra jamu IKM yang berdiri terletak di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta.

Pelaku ekonomi memproduksi jamu dari nol, mulai dari menanam bahan baku untuk memproduksi jamu hingga pembuatan dan pemasarannya. Bahan bakunya sengaja ditanam secara mandiri demi menjaga kualitas jamu.

Balai Pengobatan Jamu IKM juga berperan penting dalam mendukung Desa Wisata Rejowinangun. Desa wisata itu masuk dalam 50 Desa Wisata Terbaik Indonesia tahun 2021.

Pengurus Kecamatan Kotagede Komaru meyakini keberadaan Balai IKM Jamu akan berdampak pada percepatan siklus ekonomi daerah.

IKM memberikan kontribusi penting bagi perekonomian dan tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah selalu memperhatikan perkembangan UKM.

Selain sentra IKM jamu, terdapat dua sentra IKM lain di kabupaten tersebut, yaitu sentra perak yang sudah lama memiliki nama dan dikenal luas, serta sentra konveksi.

Status Kotagede sebagai kawasan cagar budaya meningkatkan potensi pengembangan sentra IKM lainnya di kecamatan, sehingga tidak menutup kemungkinan sentra-sentra lain akan berkembang di masa mendatang.

Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 186 Tahun 2011 menetapkan bahwa ada enam kawasan cagar budaya, yaitu Kotagede, Keraton, Malioboro, Pakualaman, Kotabaru dan Imagiri.

Penunjukan sentra IKM dilakukan untuk meningkatkan intervensi pemerintah daerah dalam pengembangan industri di kota Yogyakarta karena akan memudahkan penyediaan fasilitas bagi pelaku usaha.

Untuk membentuk sentra, setidaknya ada lima pelaku usaha yang bergabung dengan perusahaan sejenis, sehingga memungkinkan sentra serupa tumbuh di lebih dari satu kecamatan.

Meski demikian, pemerintah daerah berharap setiap sentra memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri agar produk yang dihasilkan tetap kompetitif.

“Inovasi adalah kata kunci yang harus dimiliki pelaku ekonomi agar produknya tetap diterima pasar,” kata Tri Karyadi Riyanto, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Yogyakarta.

Kehadiran sentra IKM inovatif Jamu Rejowinangun yang mengubah ramuan herbal menjadi sirup, tidak hanya berkontribusi pada pergerakan ekonomi masyarakat, tetapi juga memperkaya khasanah wisata Kota Gede dan Yogyakarta.

Source: jogja.antaranews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button