Menanamkan rasa cinta dan kebanggaan bangsa melalui tie-dye sejak dini - WisataHits
Yogyakarta

Menanamkan rasa cinta dan kebanggaan bangsa melalui tie-dye sejak dini

Tie-dye tulisan bisa dibilang salah satu jenis tie-dye yang paling elegan dan eksklusif. Motif dan ciri khas batik tulis sangat istimewa, beragam dan beragam. Selain itu, hal yang paling menonjol tentang tie-dye tertulis adalah cara pembuatannya. Dengan cara manual yang dikerjakan oleh tangan manusia yang terampil, dipastikan motif dan corak batik tulis begitu istimewa dan istimewa.

Bagi kalangan tertentu, penggunaan aksara tie-dye sangat sakral dan hanya digunakan pada saat-saat terpenting dalam hidup.

Batik Batik di Gunting, Desa Gilangharjo sudah ada sejak tahun 1960-an. Namun dulu para pembatik ini bekerja di kota Yogyakarta.

Sebagian besar motif tie dye tradisional Pandak sama dengan motif tie dye tradisional Yogyakarta. Hal ini terutama berlaku untuk pewarna ikat stempel, sedangkan pewarna ikat tertulis menunjukkan sedikit variasi.

Tie dye tradisional Pandak memiliki ciri khas tersendiri, terutama pada tie dye tertulis. Dengan batik ini, representasi motif lebih ekspresif dan sedikit lebih bebas dibandingkan dengan batik tulis tangan yang halus.

Batik yang dibuat oleh perajin di Desa Pandak Gilangharjo, Kabupaten Bantul, selain dipasarkan di beberapa kota di Jawa dan luar Jawa.

“Pasarnya di daerah Yogyakarta dan luar kota, misalnya Jakarta. Kemudian ke Bali, Sumatera dan Kalimantan,” kata ketua Nyawiji Batik Society, Desa Gilangharjo, Tumilan pada 11 Januari 2017, seperti dikutip Diantara.

Tumilan mengatakan pemasaran tie dye dilakukan di luar Jawa melalui transaksi langsung atau pembeli datang ke showroom tie dye Gilangharjo. Namun ada juga yang dijual melalui pihak ketiga di luar kota.

Tumilan mengaku peminat tie-dye dari luar Jawa cukup tinggi, terutama saat liburan atau hari raya.

“Kapasitas produksi tergantung situasi masing-masing kelompok, namun secara keseluruhan produksi Gilangharjo sekitar 600-700 buah per bulan,” ujarnya.

Pasalnya, ada ratusan perajin batik yang tergabung dalam paguyuban tersebut. Selain itu, Gilangharjo merupakan desa bersejarah karena memiliki Situs Selo Gilang tempat berdirinya Kerajaan Mataram.

Tumilan mengatakan komunitas batik desa Gilangharjo memiliki sekitar 100 anggota. Mereka tergabung dalam 15 kelompok batik yang masing-masing kelompok rata-rata beranggotakan lima orang.

“Kalau motifnya tidak dihitung, bisa sampai belasan motif. Itu karena para perajin terus berinovasi membuat motif baru, sehingga motif batik Indonesia akan bertambah, tidak hanya motif tersebut tetapi juga motif baru,” ujarnya.

Tumilah mengatakan tie-dye komunitasnya dijual dengan harga antara 200.000 dan 450.000 rupee per potong untuk tie-dye biasa. Harga tergantung pada desain dan produksi batik.

Selain menjadi kontributor yang signifikan bagi perekonomian nasional, batik merupakan bisnis yang banyak menyerap tenaga kerja. Pasalnya, sektor yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (ICM) ini telah menyerap 200.000 tenaga kerja dari 47.000 unit usaha yang tersebar di 101 sentra wilayah di Indonesia.

Source: www.liputan6.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button