Masa Keemasan Hotel Dibya Puri Semarang, Artis Langganan Menteri - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Masa Keemasan Hotel Dibya Puri Semarang, Artis Langganan Menteri – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Gedung Hotel Dibya Puri terlihat angker dari sisi hotel karena terbengkalai. (Solopos.com – Adhik Kurniawan)

Solopos.com, SEMARANG – Masyarakat asli Semarang tentunya sudah tidak asing lagi dengan Hotel Inna Dibya Puri atau yang saat ini lebih dikenal dengan Hotel Dibya Puri. Lokasinya yang strategis menjadikan hotel ini sebagai tempat menginap yang populer bagi para penyanyi dan pendeta pada masa Orde Baru (Orba).

Terletak di perempatan Jalan Pemuda Semarang, nama asli hotel ini adalah Du Pavilion. Namun, namanya berubah menjadi Inna Dibya Puri setelah diambil alih oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Hotel Indonesia Natour.

Daihatsu Rocky Promotion, Harga Mobil Rp 200 Juta Jadi Hanya Rp 99.000

Saat mengunjungi halaman dalam bangunan, kesan pertama adalah kumuh dan terpesona. Pasalnya, kondisi hotel yang sudah bertahun-tahun terbengkalai itu telah melubangi atapnya. Bahkan, beberapa bagiannya sudah ambruk.

Hotel Dibya Puri SemarangLokasi di lantai pertama Hotel Dibya Puri, yang telah terbengkalai selama bertahun-tahun. (Solopos.com-Adhik Kurniawan).

Saat kami sedang berjalan di sekitar hotel, seorang pria tiba-tiba mendekat. Adalah Amir Budi Utomo, 56, mantan karyawan Hotel Dibya Puri yang saat ini beralih menjadi juru parkir.

“Hotel ini (Dibya Puri) awalnya beroperasi pada tahun 1847. Itu tutup total pada 2008,” kata pria yang telah bekerja di Hotel Dibya Puri selama 35 tahun ini.

Baca Juga: Tanpa Diketahui Selama Tiga Hari, Nenek 80 Tahun Ditemukan Meninggal di Rumahnya di Semarang

Sambil berkeliling dan menunjukkan kamar-kamar di hotel, Amir mulai bercerita tentang Hotel Dibya Puri sebelum ditinggalkan. Ternyata, hotel ini memiliki luas bangunan 1,03 hektar dengan dua lantai di dalamnya.

“Dulu ada 62 kamar. Pembagiannya adalah 56 kamar untuk tamu, selebihnya digunakan untuk kantor administrasi. Kamar juga dibagi menjadi beberapa kategori, ada Economy Class, saklar tengah, ganti kastil, kelas VIP. Menu yang akan disajikan sebagian besar terdiri dari hidangan lokal seperti nasi sayur lodeh dan lauk pauk khas rasa lokal lainnya,” pungkasnya, mengenang masa kerjanya di Hotel Dibya Puri.

Hotel legendaris yang dibangun oleh arsitek Belanda, Hotel Dibya Puri mempekerjakan sekitar 135 orang selama beroperasi. Namun, pada awal periode penutupan tahun 2008, hanya 33 karyawan yang bekerja.

Baca Juga:Polsek Boyolali Lanjutkan Perdagangan Orang di Tepi Jalan Saat Menemukan Pelanggar Langsung

“Saya tidak tahu kenapa ditutup. Manajemen Hotel Indonesia Natour di Jakarta lebih tahu. Tapi setelah ditutup total, saya ditugaskan manajemen pusat untuk menjaga hotel ini sampai sekarang,” jelasnya.

Saat ini, tepat di awal pandemi Covid-19, Amir tidak memungkiri sejumlah direksi Taman Wisata Candi (TWC) sempat datang ke Hotel Dibya Puri dan sempat menemuinya. Dalam diskusi tersebut diketahui bahwa pengurus TWC akan merombak seluruh bangunan Hotel Dibya Puri menjadi pusat kuliner.

“Namun setelah ornamen dan atap diturunkan, tiba-tiba terhenti karena pandemi 2020. Baru-baru ini ada kabar Pak Wali (Hendar Prihadi) ingin merenovasi Hotel Dibya Puri, jujur ​​saya senang karena toh sebagai orang Jawa saya merasa hotel ini sudah menjadi ladang keluarga saya. Ayah saya dulu kerja di sini, terus saya, anak-anak saya juga merasakan akibat hotel ini dengan menggunakan halaman hotel yang saya jaga, sebagai tempat parkir,” jelasnya.

Baca juga: Jalan Semarang Solo Tiba-tiba Penuh Warna, Pengguna Jalan Jatuh Karena Licin

Amir juga berharap Wali Kota Semarang serius merenovasi Hotel Dibya Puri sehingga bisa mengembalikan ikon kota. Pasalnya, pada masa jayanya hotel ini disebut-sebut pernah menjadi spot populer bagi para seniman ibu kota dan sejumlah menteri pada masa Orde Baru (Orba).

“Di era Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Pak Harto sering menginap di Dibya Puri. Waldjinah dan penyanyi papan atas dari Jakarta, jika mereka tampil di Semarang, mereka akan tinggal di sini juga. Ya, semoga Dibya Puri bisa dihidupkan kembali sebagai ciri khas Semarang, baik sebagai hotel maupun dengan fungsi lainnya. Yang terpenting bisa merangsang ekonomi lokal,” pungkasnya.

Source: www.solopos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button