Lebih penting untuk meningkatkan metode belajar siswa - WisataHits
Jawa Timur

Lebih penting untuk meningkatkan metode belajar siswa

JawaPos.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) telah memperkenalkan kebijakan Kampus Merdeka sebagai bentuk transformasi pendidikan tinggi vokasi.

Dalam upaya transformasi pendidikan tinggi, Kementerian Pendidikan dan Teknologi melakukan terobosan dengan mengubah pendanaan pemerintah untuk pendidikan tinggi vokasi dalam pembelajaran mandiri. Salah satu bentuk konversi dana pemerintah dilakukan melalui Matching Fund yang bekerjasama dengan Mitra Usaha dan Industri (DUDI).

Melalui platform Kedaireka, para staf Sekolah Tinggi Kejuruan Dunia Industri (DUDI) terlibat secara kolektif dalam menjawab tantangan dunia industri dan membentuk ekosistem Belajar Merdeka – Kampus Merdeka.

Platform Kedaireka diluncurkan pada tahun 2020 dan ditujukan untuk Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta yang bekerjasama dengan DUDI.

Setelah universitas dan DUDI menyepakati kemitraan melalui Kedaireka, guru universitas dapat mengajukan aplikasi terkait pendanaan.

Pada tahun 2022, program Dana Setara Kedaireka memiliki lima tema prioritas yaitu Ekonomi Biru, Ekonomi Digital, Ekonomi Hijau, Kemandirian Kesehatan dan Pengembangan Pariwisata. Selain kelima tema tersebut, Match Fund 2022 juga membuka tema umum lainnya untuk usulan.

Ekonomi biru mencakup budidaya dan pengelolaan sumber daya laut serta pengembangan teknologi pengelolaan sumber daya laut. Ekonomi digital diwujudkan dalam bentuk pengembangan industri game dan animasi, penciptaan dan pengembangan layanan berbasis teknologi untuk UMKM. Ekonomi hijau mencakup pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya dan energi terbarukan.

Topik kemandirian kesehatan meliputi pembuatan dan pengembangan alat kesehatan, pembuatan dan pengembangan produk obat herbal dan non herbal, serta penanganan gangguan tumbuh kembang. Pengembangan pariwisata meliputi pengembangan dukungan program pariwisata di lima destinasi prioritas, serta pengembangan platform dan database untuk kurasi budaya.

Melalui tema-tema tersebut, perguruan tinggi dan mitra industri di tanah air akan berkesempatan untuk bekerja sama mengembangkan solusi kreatif dan inovatif di tengah kebutuhan dan tantangan masyarakat.

Program yang resmi berakhir pada 2022 itu berhasil mengumpulkan 176 proposal kreatif dari 70 penyelenggara pendidikan dan pelatihan vokasi (PTPPV) yang melibatkan 159 mitra dan 176 pelamar. Proposal tahun ini naik 300% dari tahun lalu. Dari sisi penyaluran usulan daerah dalam Dana Pendamping Kedaireka, beberapa daerah juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2021-2022. Peningkatan terbesar terjadi di Jawa Timur yaitu empat kali lipat menjadi 52 pelamar pada tahun 2022. Kemudian datang Jawa Tengah yang meningkat 5 kali lipat menjadi 39 pelamar pada 2022. Kemudian di urutan ketiga, Jawa Barat meningkat 6 kali lipat menjadi 20 pelamar pada 2022.

Dengan bertambahnya jumlah aplikasi yang diterima, jumlah pendanaan dari Dikti juga meningkat pesat. Dalam hal alokasi Dikti, peningkatan ini bahkan mencapai 100%. Pada tahun 2021 total dana yang dikucurkan Dikti sebesar Rp30.125.778.000 sedangkan pada tahun 2022 meningkat menjadi Rp68.309.253,55. Dana tersebut nantinya akan disalurkan sesuai proposal yang diajukan ke Kedaireka.

Dana Pendamping dan Kontribusi Peneliti untuk MBKM
Salah satu tujuan dari program Matching Fund ini adalah pengembangan metode pembelajaran sarjana di mana mahasiswa mendapatkan pengalaman langsung serta pembelajaran berbasis proyek dengan mengundang mereka untuk berpartisipasi langsung di DUDI melalui model pembelajaran pabrik/industri. .

Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dapat diwujudkan dalam salah satu proyek Match Fund yang dipimpin oleh I Putu Arta Wibawa dari Politeknik Perkapalan Negara (PPNS) Surabaya.

Proyek ini diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan yang membuat program Spice Trail. “Direktorat Kebudayaan tidak memiliki kewenangan untuk membuat kapal tetapi memiliki tugas untuk melestarikan budaya kita, makanya kita bekerja sama dengan Ditjen Dikti,” kata Direktur PPNS Eko Julianto.

Oleh karena itu, dilakukan proyek revitalisasi perahu nelayan tradisional. Kapal kuno telah direvitalisasi untuk beroperasi secara modern. Proyek bertajuk “Revitalisasi Ekosistem Kapal Kayu Tradisional untuk Mendukung Pengelolaan Sumber Daya Laut yang Berkelanjutan” ini tidak hanya melibatkan lembaga PPNS tetapi juga mitra industri yaitu PT Tunas Maritim Global. Ditjen Dikti mendukung dengan menyediakan dana Rp 2 miliar melalui program Match Fund.

Dosen, siswa dan guru PPNS terlibat dalam pelaksanaan proyek ini. Secara garis besar, ada tiga tim yang terlibat dalam pengerjaan proyek ini, yaitu tim peneliti, tim produksi, dan tim manajemen proyek. Tim peneliti bertanggung jawab atas penelitian hilir, tim produksi bertanggung jawab atas proses pembuatan kapal, dan tim manajemen proyek bertanggung jawab atas manajemen dan pengawasan proyek.

Selain mahasiswa, pengrajin perahu tradisional lokal juga terlibat dalam proyek ini di tim produksi. Dengan adanya perajin kapal tradisional tersebut, mahasiswa dapat mempelajari keterampilan pembuatan kapal tradisional dari para ahli yang pernah berkecimpung dalam pembuatan kapal tradisional. “Jadi bukan hanya membuat produk, tapi juga melestarikan politik, teknologi, dan budaya lokal,” jelas Eko Julianto, Direktur PPNS.

Dengan cara ini, kolaborasi ini mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman langsung dan pembelajaran berbasis proyek (PBL). I Putu Arta menjelaskan, ada 40 mahasiswa yang terlibat langsung dalam proyek ini. “Total ada 8 program studi, yaitu D3 dan D4 Desain dan Teknik Sipil Angkatan Laut, D3 Teknik Arsitektur Perkapalan, D3 dan D4 Teknik Perkapalan, D3 dan D4 Teknik Elektro Angkatan Laut serta D3 dan D4 Administrasi Niaga.” Jelasnya.

Hilirisasi Produk Melalui Program Matching Fund
Selain mendukung pembelajaran mahasiswa di kampus, kerjasama ini juga dapat menjadikan dunia pendidikan sebagai mesin inovasi kreatif yang mendorong percepatan proses hilirisasi teknologi di Indonesia. Hilirisasi ini terlihat pada salah satu produk hasil MF Funding 2021 yaitu “Hilirisasi Produk RFID Transponder dan Aplikasinya untuk Inventarisasi Barang” oleh Budi Sugandi dari Politeknik Negeri (Polibatam) Batam.

Produk unggulan yang dihasilkan dari kegiatan hilirisasi ini adalah RFID tag transponder beserta aplikasi inventory inventory-nya. Produk tag RFID yang berhasil diproduksi memiliki desain yang unik dengan geometri tag RFID berbentuk elips. Antena tag RFID yang berhasil diproduksi berbentuk elips dengan panjang elips 30 mm dan lebar 20 mm. Dengan bentuk yang unik ini, tag RFID Polybatam berpotensi untuk mendapatkan hak cipta desain industri serta paten sederhana.

Beberapa hal yang diperiksa pada antena tag RFID yang diproduksi antara lain kabel antena, korosi yang terjadi pada pad dan kabel antena, dan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kualitas antena. Selain produk unggulan berupa RFID tag, Polbatam telah berhasil mengembangkan sistem aplikasi yang terintegrasi bersama dengan mitra industri yaitu PT Starcom Technology Indonesia.

Hasil optimal terkait pengembangan sistem aplikasi terintegrasi antara lain fungsi akses data untuk administrasi, fungsi akses menu untuk administrasi, fungsi CRUD (Create, Read, Update, Delete) dan fungsi aktivasi user dan lupa password.

Implementasi proses produksi dan integrasi sistem persediaan menggunakan tag RFID yang merupakan program pelatihan vokasi untuk menunjang kebutuhan industri (Vocational Matching Fund), telah selesai dan memiliki 3.240 antena RFID dengan 2.796 BAIK dan 444 TIDAK BAIK ( peringkat 86, 30%). Dari jumlah tersebut, 1.475 diolah menjadi produk RFID tag. Selain itu juga dibuat sistem aplikasi persediaan barang berbasis android dan web.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button