Larangan Makan Daging Anjing, Solo City Branding dan Muktamar Muhammadiyah - WisataHits
Jawa Tengah

Larangan Makan Daging Anjing, Solo City Branding dan Muktamar Muhammadiyah

Larangan Makan Daging Anjing, Solo City Branding dan Muktamar Muhammadiyah

Oleh : M. Farid Wajdi, SE, MM., Ph.D, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dalam banyak pemberitaan media massa, pernyataan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka tentang pelarangan konsumsi daging anjing bukan hanya soal haram atau halal, tapi juga terkait dengan branding kota di masa depan.

Dalam pernyataannya, walikota mengatakan: “Ini tidak layak untuk dikonsumsi. Dan kota Solo yang pemasarannya sangat gencar sekarang, kehadiran media sosial sangat gencar dimana-mana, karena isu konsumsi daging anjing tidak sesuai dengan branding yang sedang kita gencarkan.”

Apa yang dikatakan Wali Kota Solo beberapa hari lalu itu sebenarnya telah menyita perhatian banyak pihak.

Daging anjing ini menjadi persoalan yang perlu disikapi dengan baik, apalagi jika dibarengi dengan upaya dukungan city branding.

Saya sangat setuju dan mendukung upaya Wali Kota Solo membuat ketentuan konsumsi daging anjing dalam rangka city branding.

Mengingat isu Halal dan Haram, menjadi jelas bagi masyarakat untuk merespon.

Sedangkan membangun city branding merupakan tanggung jawab dan tugas pemerintah daerah atau pemerintah kota khususnya walikota.

Dalam hal ini, saya akan lebih fokus pada upaya city branding yang ingin diperkuat oleh walikota.

merek kota, branding kotaadalah penyebutan ciri khas identitas kota yang berguna untuk komersialisasi segala potensi dan visi serta kegiatan kota, khususnya potensi wisata dan budayanya.

Branding yang tertanam dalam sebuah kota perlu mampu membangkitkan minat positif dari masyarakat di luar Kota Solo.

Baik nasional maupun internasional tertarik untuk datang ke kota Solo.

Jika identitas kota Solo dapat tertanam dalam kesadaran masyarakat tentunya akan menimbulkan keinginan masyarakat luas untuk datang ke kota Solo.

Sehingga akan menjadi aspek positif bagi perkembangan pariwisata di Kota Solo dan produk sampingan dari sektor pariwisata.

Banyak sekali produk sekunder dari sisi pariwisata yang tersapu seiring kemajuan pariwisata di Kota Solo.

Misalnya produk UMKM, pentas seni, transportasi, akomodasi, pemandu wisata dan jasa lainnya.

Dan pada akhirnya akan mampu meningkatkan jumlah orang luar yang berkunjung ke kota Solo.

Tentunya jika branding yang disematkan kontraproduktif dengan kenyataan yang ada, juga berdampak negatif terhadap keinginan wisatawan untuk datang ke kota Solo.

Atau setidaknya kalah branding dengan kota lain dalam hal menarik wisatawan.

Oleh karena itu, jangan sampai kuliner daging anjing di benak wisatawan bisa menjadi citra negatif bagi branding kota Solo.

Citra negatif ini bisa muncul ketika mereka datang ke Solo untuk melihat langsung keberadaan warung makan yang menyajikan hidangan daging anjing.

Melihat masyarakat Kota Solo yang lahap menyantap kuliner hewan yang seharusnya menjadi hewan peliharaan, bukan hewan untuk dimakan, tentu menjadi hal tersendiri bagi para pecinta hewan khususnya.

Keefektifan city branding tidak hanya dibangun secara formal, tetapi berlaku ketika city branding menjadi perbincangan informal masyarakat.

Seperti di tempat-tempat Wedangan atau secara luas melalui penjelasan tertulis di media sosial.

Dalam rangka penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke-48 pada November yang akan diselenggarakan oleh Kota Solo, masalah konsumsi daging anjing harus menjadi perhatian Pemkot Surakarta.

Jutaan jamaah Muhammadiyah yang memasuki kota Solo tidak boleh melihat warung makan dan warga makan daging anjing.

Semakin seru ketika pikiran para peserta kongres terkesan bahwa Kota Solo adalah kota bersejarah pergerakan nasional, seperti berdirinya SDI, PWI, PON dll untuk pertama kalinya.

Masyarakat dan pemerintah kota Solo harus terus membangunnya sebagai ciri khas kota Solo sebagai kota bersejarah pergerakan bangsa.

Selain beberapa predikat lain seperti kota perdagangan, kota budaya, kota batik dll.

Sebuah studi menyimpulkan bahwa membangun branding kota membutuhkan identitas visual regional.

Pemerintah Kota Solo telah melakukan upaya ini namun belum memperkuat situs merek nasional. Nah, kuatkan merek nasional Itulah yang harus dilakukan oleh pemerintah kota Solo.

Source: suaramuhammadiyah.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button