Ketika kisah seorang guru pembunuh dan ketidaktahuannya diangkat dalam festival sekolah yang menyenangkan di Yogyakarta - WisataHits
Yogyakarta

Ketika kisah seorang guru pembunuh dan ketidaktahuannya diangkat dalam festival sekolah yang menyenangkan di Yogyakarta

Ketika kisah seorang guru pembunuh dan ketidaktahuannya diangkat dalam festival sekolah yang menyenangkan di Yogyakarta

TEMPO.CO, Yogyakarta – Tidak kurang dari 800 guru dan siswa dari 15 wilayah Indonesia, dari Medan, Sumatera Utara hingga Supiori, Papua, berkumpul untuk mengikuti festival unik yang diadakan pada Kamis 2 Februari 2023 di Taman Budaya Yogyakarta atau TBY .

Acara bertajuk Fun School Festival yang diinisiasi oleh komunitas Fun School Movement ini cukup unik. Karena event tersebut tidak hanya menjadi ajang atraksi seni bagi para guru dan siswa dari daerah masing-masing.

Selain itu, atraksi seni yang ditampilkan menceritakan kisah nyata yang dialami para guru yang tergabung dalam komunitas ini. Misalnya, saat festival, ada monolog seorang guru sekolah di Tangerang yang dulu dikenal sebagai guru Pembunuh atau sangat takut pada siswa. Melalui lembaran-lembaran itu, sang guru secara berurutan menuliskan label-label karakter yang telah ditanamkan para siswa pada dirinya, dimulai dari label kejam, sadis, dan berdosa.

Ada juga drama musikal yang menggambarkan hubungan antara guru dan murid di SDN Sleman yang mulanya sangat dingin kemudian menghangat. Drama ini bercerita tentang seorang siswa di sebuah sekolah di Sleman yang enggan mendengarkan gurunya saat mengajar bahkan pamit saat bel sekolah berbunyi.

“Festival ini bertujuan untuk merayakan perubahan yang terjadi antara guru, siswa dan orang tua di komunitas sekolah yang tergabung dalam gerakan ini,” ujar penggagas yang juga pendiri Fun School Movement Muhammad Nur Rizal.

Rizal yang juga dosen Fakultas Teknik Elektro dan Komputer Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengatakan, festival ini mengajak masyarakat untuk lebih melihat dunia pendidikan dari sudut pandang yang berbeda. “Festival ini dilatarbelakangi oleh gerakan akar rumput yang percaya bahwa perubahan sistem pendidikan tidak harus menunggu orang lain karena kita adalah sistem pendidikan itu sendiri,” ujarnya.

Melalui atraksi yang dipamerkan, kata Rizal, masyarakat diajak untuk memaknai pendidikan secara lebih manusiawi, yaitu membangun kesadaran diri sebagai manusia untuk mengantisipasi perubahan dunia masa depan yang tidak pasti dan sarat dengan disrupsi dari teknologi.

Alhasil, peserta festival yang bertema Mencari Meraki dalam Kebersamaan ini diajak untuk mempromosikan nilai-nilai pendidikan yang mengedepankan gerakan masyarakat. “Meraki adalah kata Yunani yang berarti melakukan sesuatu dengan cinta, kreativitas dan dengan sepenuh hati,” kata Rizal.

“Dengan festival ini kami ingin menginspirasi masyarakat khususnya komunitas pendidikan untuk bergerak kreatif, berjejaring, saling membantu dan berkembang,” kata Rizal dalam festival yang dimeriahkan oleh aksi tim orkestra dan paduan suara mahasiswa.

Elisabeth Dimara, guru sekolah dasar di Supiori, Papua, mengatakan komunitas adalah sarana bagi guru untuk saling memberdayakan. “Dari masyarakat, saya menemukan kembali semangat saya untuk mengajar anak-anak dengan sepenuh hati karena saya merasa diterima di masyarakat dengan cinta, saya ingin menularkan perasaan itu kepada murid-murid saya,” ujarnya.

Selain menggelar festival, komunitas ini juga menggelar forum simposium maraton pada 1-4 Februari yang mempertemukan para pegiat pendidikan dari seluruh Indonesia di Yogyakarta.

Baca juga: Hari Bacaan Sedunia 2023, Karya Wisata Literasi Yogyakarta di Kotabaru

Selalu update informasi terbaru. Tonton breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di channel Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button