Keluarga Rihlah - Hidayatullah.com - WisataHits
Jawa Barat

Keluarga Rihlah – Hidayatullah.com

Rihlah (tur) kkeluarga adalah momen penting, keluarga Yang hidup adalah jenis keluarga yang selalu bergerak (mengalir) untuk keridhaan-Nya, sehingga mengarah pada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Hidayatullah.com | PADA AKHIRNYA Pada tahun 2021 tepatnya tanggal 28 Desember kami sekeluarga, istri dan anak-anak menghabiskan waktu berlibur atau berwisata di pantai Karang Jahe, Rembang, Jawa Tengah dengan izin-Nya. Sebuah pantai yang tidak asing lagi bagi masyarakat Rembang pada khususnya.

Bagi kami traveling atau rihlah adalah hal yang positif dan sebagai sarana membangun harmonisasi dan pendidikan keluarga (tarbiyah a’iliyah). Ikuti tur (Bersulang) Hal ini tidak hanya untuk hiburan tetapi juga untuk menjalankan perintah dalam Al-Qur’an. Dengan demikian hiburan dapat tercapai, kebersamaan dapat dicapai, makan bersama dapat dilakukan dan ketaatan terhadap perintah Al-Qur’an dapat dilakukan.

Islam menganjurkan umatnya untuk bepergianBersulang). Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang secara langsung berhubungan dengan perintah renungan untuk bepergian. Salah satunya adalah;

لْ ا لْأَرْضِ ا ا لْمُكَذِّبِينَ

“Perjalanan di bumi dan kemudian lihat bagaimana para pendusta berakhir.” (Surat al-An’am [6]: 11).

الّذِىۡ ا ا ا النُّشُوۡرُ

“Dialah yang menjadikan cahaya bumi bagimu, maka berkelanalah ke segala penjuru dan makanlah dari rizkinya. Dan kepada-Nyalah kamu (kembali) bangkit.” (QS. al-Mulk .) [67]: lima belas).

Perjalanan panjang dari Kuningan, Jawa Barat ke Pati, Jawa Tengah menghabiskan beberapa hari di rumah Karuhun, dilanjutkan ke pantai di Rembang untuk mengisi liburan pantai, mengingatkan kita pada lirik lagu Iwan “Keintiman”. tanda kebesaran.

keluarga adalah harta

Keluarga adalah harta yang paling berharga. Kata itu mengingatkanku pada sinetron keluarga cemara cukup membumi di masyarakat. Untuk melindungi harta yang paling berharga yaitu keluarga, diperlukan usaha yang salah satunya adalah over Salam a’iliyah (Tur Keluarga). Dan pantai merupakan salah satu alternatif tempat wisata.

Sinergi dalam membangun ketahanan keluarga dapat diperoleh dari suasana pantai. Air mengalir sebagai tanda kehidupan.

Keluarga yang hidup adalah jenis keluarga yang selalu bergerak (mengalir) untuk keridhaan-Nya, menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Fiddunya hasanah wa fil hasanah setelah kematian.

Karena wisata tidak hanya hiburan, dan ada juga kesenangan tadabur Alam terutama pantai. Acara renungan sore diadakan di sela-sela doa dan istirahat makan untuk menemani makan siang keluarga di pantai.

“Kakak, Umi, istirahat dulu, sholat dzuhur berjamaah serta jamak dan qashar,” begitu pesan saya. “Setelah kita selesai sholat, kita akan membentuk lingkaran di sini untuk makan bersama dan merayakan alam,” kataku sambil menunjuk ke tempat berkumpulnya.

Setelah kami selesai berdoa, keluarga kami berkumpul dalam lingkaran. Sebelum makan, saya mulai menyampaikan materi yang berhubungan dengan alam laut Tadabur.

Air adalah simbol kelembutan dan kejernihan. Hal ini menunjukkan bahwa keharmonisan dalam sebuah keluarga harus dibingkai oleh kelembutan dan kejernihan hati anggota keluarga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak dibenarkan oleh agama apapun.

Lautan melambangkan luasnya dada anggota keluarga, sehingga mudah untuk saling memaafkan dan bertoleransi. Keterbukaan dalam berkomunikasi dan kesediaan menerima masukan dari berbagai pihak.

Deburan ombak melambangkan kejelasan dan tidak kepanjangan dalam komunikasi keluarga agar mudah dipahami dan dilaksanakan. Selain itu, mereka juga terbuka dan timbal balik tsiqah (saling percaya.

Ikan di Laut menggambarkan potensi keluarga yang harus dimaksimalkan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, potensi dalam keluarga digunakan sebagai sarana penghambaan kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa.

Perahu dan kapal menggambarkan keseimbangan dalam membangun keluarga sehingga visi dan misi membangun bahtera keluarga dapat terwujud. Sehingga setiap anggota keluarga memahami hak dan kewajibannya.

Dll. Tentunya semua elemen pantai membentuk ekosistem yang sinergis untuk menciptakan keindahan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjungnya.

Demikian juga keluarga harus mampu menjadi panutan bagi masyarakat. “Abi, kapan kamu makan?” seru si bungsu sambil memegangi perutnya dan mengingatkannya waktu makan karena terlalu sibuk mengangkut bahan tadabur alam yang lupa dimakannya.

Selesai makan, kami sekeluarga berkemas untuk kembali ke Kuningan. Puas dan bersyukur bisa merasakan indahnya panorama pantai, terlihat di bawah tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Alhamdulillah, Senang rasanya bisa menjaga kebahagiaan keluarga dengan tamasya keluarga, semoga di tahun-tahun yang akan datang keluarga bisa kembali ke tempat yang lebih menyenangkan dan melihat tanda-tanda dari Yang Mulia. Amin.*/ Imam Nur Suharno, Pengajar di Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Perwakilan: Admin Hicom
Staf redaksi:-

Source: hidayatullah.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button