First Travel Minta Kejaksaan Agung Segera Tegakkan PK MA Pengembalian Aset - WisataHits
Jawa Barat

First Travel Minta Kejaksaan Agung Segera Tegakkan PK MA Pengembalian Aset

First Travel Minta Kejaksaan Agung Segera Tegakkan PK MA Pengembalian Aset

Pengacara First Travel menegaskan, negara tidak dirugikan dalam kasus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — First Anugerah Karya Wisata meminta Kejakgung meninjau kembali putusan uji materiil Mahkamah Agung (MA) terkait pengembalian aset pribadi Badan Penyelenggara Haji dan Umrah yang disita perusahaan harus segera dilaksanakan. Pengacara First Travel, Boris Tampubolon, menegaskan, eksekusi pengembalian aset perlu dipercepat karena menyangkut pengembalian dana puluhan ribu jemaah haji dan umrah yang menjadi korban penggelapan dan penipuan oleh lembaga tersebut.

“Untuk eksekusi putusan (PK-MA), kami memang sudah meminta Kejaksaan Agung agar segera dilakukan. Karena ini berdampak pada hak ribuan orang (korban First Travel) yang perlu mendapat ganti rugi atas kerugiannya,” kata Boris saat dihubungi. Republika.co.id dari Jakarta, Jumat (1/6/2023).

Boris menjelaskan janji kliennya untuk segera mengembalikan aset yang sebelumnya disita negara dan menjadi sumber dana pengganti jemaah haji dan umrah. Dia mengakui, tim hukum First Travel belum menerima salinan lengkap isi putusan PK-MA tersebut. Namun, kata dia, merujuk laman resmi MA, upaya hukum luar biasa yang diajukan Boris dan kawan-kawan diputuskan “dikabulkan”.

Menurut Boris, hasil Kabul masih rancu dan tidak jelas. Karena dalam situs resmi MA, putusan yang dijatuhkan tidak dijelaskan dokumen permohonan mana yang dimaksud. “Ada dua permohonan berdasarkan PK yang kami ajukan,” kata Boris.

Permintaan pertama, kata Boris, adalah meminta Mahkamah Agung membebaskan terpidana Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Kedua terpidana itu adalah Ketua First Travel yang divonis 20 dan 18 tahun penjara karena terbukti melakukan penipuan dan penggelapan dana perjalanan haji dan umrah sebanyak 63.310 jemaah.

Kedua terpidana juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menggunakan simpanan dana haji dan umrah untuk sebuah perusahaan swasta. Boris menjelaskan, dalam permohonan PK yang diajukan timnya, dia meminta Mahkamah Agung membebaskan kedua terpidana karena kasus First Travel belum masuk ranah pidana.

“Dalam permohonan kami kepada PK, kami sampaikan bahwa ini adalah perkara perdata,” kata Boris.

Terkait mosi kedua, Boris mengatakan, PK yang diajukan meminta hakim Mahkamah Agung untuk memutuskan mengembalikan aset First Travel yang disita kejaksaan kepada First Travel. Pengembalian aset tersebut dimaksudkan untuk mengganti uang korban jemaah haji dan umrah dari biro perjalanan First Travel. “Nah, kalau begitu, kita juga tidak tahu apa yang disetujui Mahkamah Agung atas permintaan apa. Apakah permintaan pertama, kedua atau keduanya,” kata Boris.

Namun, Boris menilai putusan PK MA itu terkait dengan semua permohonan yang diajukan partainya. Selain itu, menurut Boris, kejaksaan perlu segera melaksanakan putusan PK-MA tersebut. Khususnya terkait pengembalian aset First Travel yang saat ini masih dalam penguasaan pemerintah.

Meski Boris menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus First Travel. “Pada dasarnya dari kami, karena kasus ini tidak merugikan negara, seharusnya aset yang disita (Perjalanan Pertama) itu dikembalikan kepada kami. Dan dari pihak kami (First Travel), kami berkomitmen penuh untuk mengembalikan aset-aset tersebut kepada yang berhak (korban First Travel) dalam bentuk ganti rugi,” kata Boris.

Meski begitu, Boris mengaku lupa berapa banyak aset First Travel yang saat ini menguasai negara. “Saya lupa berapa. Karena kami belum membaca aset apa saja yang harus dikembalikan dalam putusan MA,” kata Boris.

Namun, mengacu pada putusan kasasi Mahkamah Agung tahun 2019 lalu, Boris mengatakan, jumlah aset yang disita dalam kasus First Travel hanya sebesar Rp 25 miliar. Padahal nilai kerugian jemaah yang menjadi korban First Travel mencapai Rp 905 miliar.

“Kami hanya mendapat surat kuasa khusus untuk permohonan PK. Untuk angkanya, kami hanya mengacu pada putusan kasasi (kajian kasasi) sebelumnya. Dan kami juga tidak melihat aset apa yang dikembalikan dalam keputusan PK,” kata Boris.

Karena itu, kata Boris, dengan mengacu pada putusan kasasi MA sebagai acuan jumlah aset yang disita, uang Rp 25 miliar itu tentu tidak cukup untuk menutupi uang jemaah haji dan umrah yang menjadi korban First Travel, untuk mengganti seluruhnya. . “Ketika cukup tidak cukup, sepertinya tidak cukup,” lanjut Boris.

Namun, kata dia, kepastian hukum saat ini mewajibkan negara mengembalikan aset yang disita ke First Travel. Selain itu, kata Boris, kliennya akan memastikan aset yang dikembalikan digunakan untuk mengganti kerugian yang dialami jemaah haji dan umrah First Travel. “Itu janji dari pelanggan kami,” kata Boris.

Kejaksaan Agung belum bersedia mengomentari putusan MA yang menyetujui KUHP yang diajukan First Travel. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, merujuk masalah tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok, Jawa Barat, sebagai pihak yang berwenang menangani kasus tersebut.

“Kami belum mendapat informasi terkait hal itu. Dalam hal ini silahkan hubungi Kejaksaan Agung yang menangani kasus tersebut,” kata Ketut. Sementara itu, Mabes Polri selaku penyidik ​​kasus tersebut tidak menjawab pertanyaan berapa aset First Travel yang disita dalam proses awal pengungkapan kasus tersebut.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button