Destinasi wisata Situ Sarkanjut yang dianggap sebagai mitos kejantanan laki-laki - WisataHits
Jawa Tengah

Destinasi wisata Situ Sarkanjut yang dianggap sebagai mitos kejantanan laki-laki

Tampilan postingan: 22

Garut, Analisnews.id – Ada cerita mitos bahwa sebuah danau di Kabupaten Garut memiliki nama yang sangat unik. Ada namanya Sarkanjut, begitulah orang mengenalnya. Namun, nama telaga ini terkait dengan maskulinitas laki-laki. Apakah itu benar atau hanya nama? Nama Situ Sarkanjut memang aneh dan tidak biasa. Namanya yang tidak sering terdengar, juga memiliki kesan jorok. Bukan tanpa alasan Kanjut berarti penis atau alat kelamin laki-laki dalam bahasa Sunda.

Sedangkan Situ Sarkanjut sendiri berada di Desa Sarkanjut, Desa Dungusiku, Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Situs ini berjarak sekitar 20 kilometer sebelah utara kota Garut.

Dari namanya saja, orang pasti mengasosiasikan danau ini dengan kejantanan yang maskulin. Bahkan ada legenda yang dipercaya warga sekitar tentang asal usul danau ini.

Menurut informasi yang dihimpun Analisnews.id, awal mula Situ Sarkanjut berasal dari kisah mitos seorang tetua desa yang mendapat bisikan gaib saat berperang melawan Belanda.

Dalam ceritanya, sesepuh itu “dibisikkan” tiga kali untuk memegang kemaluannya untuk melindungi dan memenangkan penduduk desa. Kemudian penduduk setempat diberitahu bahwa mereka selamat dan diampuni oleh pasukan Belanda.

Namun, menurut salah satu tetua desa Sarkanjut, Herman, 58 tahun, nama Situ Sarkanjut tidak berasal dari kelamin laki-laki. Tapi dari kanjut, artinya tempat menyimpan.

“Kanjut adalah tempat untuk berkemah. Jadi dulunya kawasan ini digunakan sebagai kawasan pengelolaan pusaka. Pusaka tersebut kemudian disimpan atau diikat dan diberi tempat,” kata Herman kepada Analisnews.id, Minggu (27/11/2022).

Kemudian Herman melanjutkan, dalam cerita awal Situ Sarkanjut terjadi pada zaman dahulu. Ceritanya berdasarkan kedatangan seorang pemuka agama bernama Mbah Sura Adipraja.

Mbah Sura, kata Herman, yang saat itu menjabat sebagai pejabat setingkat kecamatan di wilayah Cianjur, menolak membayar upeti kepada Belanda.

“Dia kemudian pindah ke Garut dan datang ke daerah ini,” jelas Herman.

Sementara itu, Herman mengatakan Mbah Sura menggunakan kesaktiannya untuk membuat danau yang dulu bernama Situ Sarkanjut dengan bantuan masyarakat setempat.

“Dulu dia membuat tambak sendiri, yang kemudian didukung oleh masyarakat,” tutupnya (Diky).

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button